DEPARTEMEN

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Analisis Sosio-Ekologi dan Sosio-Budaya Burung Berkicau di Dua Kota di Indonesia: Teladan dari Surabaya dan Yogyakarta

Anton Supriyadi, Endriatmo Soetarto, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek sosio-budaya komunitas penggemar burung di Jawa. Konteksnya adalah keterkaitan antara konstruksi pemaknaan yang berkembang di tingkat komunitas dengan setting sosio-kultural di mana komunitas itu berada, termasuk di dalamnya adalah dinamika dalam setting sosio-kultural komunitas. Pemahaman mengenai setting sosio-kultural dalam hal ini difokuskan pada dimensi kepentingan aktor yang bermain dalam komunitas penggemar burung maupun komunitas lain dalam ranah yang lebih luas. Penelitian ini dilakukan dengan memilih dua lokasi yang berbeda latar setting sosio-kulturalnya, yaitu Surabaya dan Yogyakarta. Surabaya merepresentasikan setting sosio-kultural masyarakat Jawa yang berpusat pada kegiatan ekonomi pesisir, sedangkan Yogyakarta merepresentasikan masyarakat Jawa yang berpusat pada tradisi Jawa kerajaan yang masih kuat. Temuan dari lapangan menunjukkan adanya perbedaan diantara kedua lokasi tersebut dalam merepresentasikan kekuatan aktor yang bermain sebagai manifestasi dari setting sosio-kultural serta dinamika konstruksi pemaknaan yang berkembang di tingkat komunitas terhadap burung.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5889

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Analisis Praktik Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor

Abubakar Iskandar

 

Abstract

 

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis praktik manajemen sumberdaya keluarga. Desain penelitian ini adalah cross sectional survey dengan melibatkan 240 keluarga sampel yang dipilih secara random di delapan desa. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah regresi berganda yang memprediksi variabel demografi (jumlah anggota, umur suami dan isteri), variabel sosial ekonomi (pendidikan suami dan isteri, pendapatan, aset, dan tempat tinggal) yang dapat mempengaruhi manajemen sumberdaya keluarga yang meliputi perencanaan, pembagian tugas dan pegawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat tinggal di kota dapat mempengaruhi keluarga dalam melakukan perencanaan, sedangkan keluarga yang tinggal di desa dapat mempengaruhi keluarga dalam melakukan pembagian tugas, sementara itu, keluarga yang memiliki pendapatan yang tinggi dapat meakukan pengawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 62,5 persen keluarga di kota dan 73,3 persen keluarga di desa yang melakukan perencanaan digolongkan sebagai keluarga yang tidak miskin, sedangkan 50 persen keuangan di kota dan 40,5 persen keluarga di desa yang melakukan pembagian tugas dikategorikan sebagai keluarga miskin. Rata-rata pengeluaran untuk pangan dan non pangan Rp 197.920,70 per kapita di kota dan rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan di desa Rp. 195.486,70 adalah miskin Alokasi waktu kegiatan pribadi untuk suami di kota adalah 10,2 dikategorikan sebagai keluarga miskin dan di desa adalah 11,1. Alokasi waktu kegiatan pribadi isteri di kota adalah 10,6 dan di desa 11,3 dikategorikan keluarga miskin.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5890

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Sensus Daerah: Mengembangkan Sistem Administrasi Kependudukan dalam Rangka Otonomi Daerah

Dwi Sadono

 

Abstract

 

Perencanaan pembangunan yang baik memerlukan tersedianya data dasar (baseline data) sumberdaya yang dimilikinya (manusia, alam, ekonomi, dan sebagainya) yang baik dari negara/daerah yang bersangkutan. Salah satu data dasar yang diperlukan adalah data dasar mengenai administrasi kependudukan. Pentingnya administrasi kependudukan yang baik semakin dirasakan daerah dalam era otonomi daerah. Tanpa tersedianya data dasar yang baik maka dapat membuat banyak kebijakan yang kurang tepat sasaran. Dengan tersedianya “bank data” melalui Sensus Daerah dengan basis data setiap warga menurut daftar nama (by name) dan menurut daftar alamat (by address) secara berjenjang mulai dari tingkat Rukun Tetangga (RT) hingga tingkat kabupaten dan selalu diperbaharui secara simultan, maka akan dapat dijadikan sebagai acuan yang memadai dalam menetapkan kebijakan maupun program pembangunan daerah yang lebih efektif.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5892

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Pengelolaan Sampah Rumahtangga Berbasis Komunitas: Teladan dari Dua Komunitas di Sleman dan Jakarta Selatan

Beta Dwi Utami, Nastiti Siswi Indrasti, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Studi kasus pengelolaan sampah rumahtangga di Wedomartani (Sleman, Yogyakarta, Daerah Istimewa) dan Banjarsari (Jakarta Selatan) memberikan perspektif alternatif untuk meminimalisasi timbunan sampah yang dikelola oleh pemerintah melalui skenario daur ulang sampah dengan mengkombinasikan aspek teknis, ekologi, ekonomi, sosial budaya, kebijakan dan kelembagaan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengelolaan sampah rumahtangga dari sumbernya di Wedomartani dan Banjarsari; 2) untuk membuat sintesis pola pengelolaan sampah berbasis komunitas; 3) untuk menguji dan mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pola dari kedua studi kasus tersebut. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2005 sampai Agustus 2006. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan pengambilan sampel. Analisis data dilakukan secara deskriptif meliputi analisis efektivitas biaya, analisis regresi, analisis varian dan t-test. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat memberikan beberapa keuntungan yakni : 1) mengurangi 57 persen sampah 70 persen dari total jumlah sampah; 2) efisiensi biaya sebesar 23 persen sampai 37 persen dibandingkan pengelolaan secara konvensional; 3) peningkatan nilai ekonomi dengan penjualan barang daur ulang, pelayanan pelatihan daur ulang dan bentuk-bentuk diversifikasi yang lain; 4) menciptakan harmoni sosial antar banyak pihak. Implementasi kedua pola ini di Bogor belum dapat dilakukan secara optimal karena belum terpenuhinya prasyarat untuk mencapainya. Tingkat biaya operasional juga belum dapat dicapai secara menguntungkan.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5893

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Pengembangan Model Kelembagaan Pengelola Sampah Kota dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Studi Kasus di Jakarta Selatan

Kholil , Eriyatno , Surjono Hadi Sutjahyo

 

Abstract

 

Sampah telah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar. Peningkatan timbulan sampah jauh melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan yang ada, sehingga sampah menumpuk dimana-mana, terutama di tempat pembuangan sampah sementara (TPS), sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif seperti menurunnya kebersihan dan kesehatan lingkungan, serta keindahan lingkungan. Keberhasilan penanganan sampah kota dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain institusi dan organisasi dari pengelola sampah kota itu sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kelembagaan yang sesuai dengan perkembangan kota dan perkembangan masyarakat kota, berdasarkan pada analisis ISM (Interpretative Structural Modeling). Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa faktor kunci yang menentukan keberhasilan penanganan sampah kota adalah partisipasi masyarakat, ada 5 kendala utama dalam penanganan sampah kota berdasarkan hasil analisis ISM, yaitu : (a) kesadaran dan partisipasi masyarakat yang masih rendah, (b) peraturan yang belum jelas, (c) penegakan hukum yang masih lemah, (d) struktur organisasi pengelola sampah yang belum tepat dan (e) sikap mental para petugas yang belum kondusif. Untuk dapat menangani sampah kota secara cepat dan tepat sesuai dengan perkembangan kota, maka model lembaga yang cocok adalah Komisi Penanganan Sampah Kota yang anggotanya pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, para ahli, media massa, pengusaha dan penegak hukum

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5894

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 1 (2008)

 

Struktur Nafkah Rumahtangga dan Pengaruhnya terhadap Kondisi Ekosistem Sub DAS Citanduy Hulu

Yusticia Andi Astuti, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis ketergantungan rumahtangga pedesaan pada sumberdaya alam, (2) untuk menganalisis tipe dari aktivitas ekonomi rumahtangga pedesaan yang memberi dampak pada degradasi sumberdaya alam, (3) untuk menganalisis willingness to pay (WTP) dari rumahtangga pedesaan sebagai ekspresi atas komitmen masyarakat pedesaan pada rehabilitasi sumberdaya alam dan pengelolaan kualitas lingkungan mereka, dan (4) untuk menganalisis hubungan antara struktur aktivitas rumah tangga pedesaan dengan degradasi sumberdaya alam di Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Struktur pendapatan rumahtangga pedesaan sangat tergantung pada kelimpahan sumberdaya alam di wilayah tersebut. Hal ini tampak dari struktur distribusi pendapatan, yang menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan diperoleh dari sektor pertanian. Ketergantungan yang tinggi pada aktivitas pertanian memberikan pengaruh pada tekanan ekologi yang besar di kawasan tersebut. Kondisi itu tampak di Desa Medanglayang dan Citamba terutama bagi rumahtangga pedesaan yang berpendapatan rendah di sektor pertanian. Pada kelompok pendapatan ini tampak bahwa rata-rata erosi dan sedimentasi yang diakibatkan oleh aktivitas pertanian mereka sangat tinggi. Studi kasus dari Kertamukti menunjukkan bahwa ketika pendapatan di luar pertanian lebih tinggi, maka tingkat kerusakan sumberdaya alam lebih rendah. Hasil temuan ini merujuk pada suatu kesimpulan bahwa faktor keterdesakan ekonomi menyebabkan kerusakan sumberdayaa lam di Hulu DAS Citanduy

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.5895

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

BEDAH BUKU : Teori Kekuasaan, Teori Sosial, dan Ilmuwan Sosial Indonesia

Ivanovich Agusta

 

Abstract

 

Upaya untuk menggabungkan pembahasan ketiga buku ini (Dhakidae, 2003; Stewart, 2001; Hadiz dan Dhakidae, eds, 2005) sekaligus didasari tiga kebutuhan berikut. Pertama, buku Stewart membahas perkembangan konsep kekuasaan (power) dari masa modernitas sampai masa modernitas akhir. State of the art tentang konsep kekuasaan ini bisa menjadi metode untuk menyoroti isi buku Dhakide serta Hadiz dan Dhakidae (eds.) secara lebih kritis. Dalam konteks ini, dari karya Stewart terutama akan diambil pelajaran tentang beragam konsep kekuasaan, bukan konsep kekuasaan menurut pandangan Stewart sendiri. Hal ini disebabkan, Stewart memposisikan dirinya dalam kelompok sosiolog modern, sementara saya lebih menyetujui posisi sosiolog pasca modern dalam menggunakan konsep kekuasaan. Dari sini mungkin akan tumbuh kritik pembacaan yang berbeda tentang perkembangan konsep kekuasaan, minimal dalam pembahasan tentang lokalitas dan kebutuhan suatu ketunggalan pandangan mendasar. Kedua, ketiga buku tersebut merupakan karya-karya ilmiah terbaru (di atas tahun 2000), sehingga sudah selayaknya dibedah lebih lanjut untuk memperkaya pengetahuan kritis tentang topik kekuasaan, perkembangan ilmu sosial, dan perkembangan posisi ilmuwan sosial (yang menjadi warganegara) Indonesia. Seorang kolega, ketika membicarakan buku Dhakidae serta Hadiz dan Dhakidae (eds.), berkata, ”Tanpa membaca kedua buku ini, kesimpulan umum dari keduanya sudah bisa kita ketahui atau kita ramalkan, yaitu bahwa ilmu sosial dan ilmuwan sosial dikoooptasi oleh kekuasaan negara. Tapi kita ingin mengetahui rincian argumen yang dibangun di dalamnya. Dan untuk itulah kita perlu membacanya secara detil”. Ketiga, saya khawatir penulisan buku Dhakidae serta Hadiz dan Dhakidae (eds.) masih dihinggapi oleh konsep modern tentang kekuasaan, yang mengimpitkan konsep kekuasaan itu dengan konsep dominasi. Mungkin ini didasari argumen, bahwa kondisi modernitas akhir (atau pascamodernitas) memang sudah terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, namun belum terjadi di Indonesia. Menurut saya sendiri, argumen ini lemah, karena para penulis yang menjadi akademisi ini sudah merupakan sosok-sosok yang masuk ke dalam ruang dan waktu modernitas akhir (kelas menengah) di tengah-tengah masyarakat (terutama pedesaan dan wilayah terpencil) yang masih berkutat pada ruang dan waktu modernitas. Olah karenanya, saya masih heran membaca Dhakidae (2003) menggunakan juga kerangka teori modern, yaitu neofasisme, bersama-sama dengan arkeologi pengetahuan ala Foucaoult, untuk menganalisis posisi cendekiawan semasa Orde Baru. Dalam Hadiz dan Dhakidae (eds.), mungkin karena merupakan kumpulan tulisan dari banyak ilmuwan sosial dengan beragam posisi mazhab keilmuan, memang sudah ada yang menggunakan konsep kekuasaan ala modernitas akhir, misalnya pada Ariel Heryanto. Namun di sinipun, konsep kekuasaan masih dipraktekkan sebagai kekuasaan yang meliputi (power over) sesuatu atau seseorang, yang akan berujung pada konsep kekuasaan sebagai dominasi. Begitu pula Meutia Ganie-Rohman hendak mengemukakan resistensi ilmuwan sosial yang tergabung dalam LSM (lembaga swadaya masyarakat, NGO=non-government organization), namun di dalamnya kekuasaan tetap hanya diandaikan sebagai dominasi. Di dalam karya Stewart, definisi kekuasaan ini berada di sisi yang berlawanan (bahkan mungkin dianggapnya sudah ketinggalan jaman jika dirunut dari state of the art konsep kekuasaan) dari konsep kekuasaan sebagai pemberdayaan (empowerment). Pada konsep terakhir, muncul kekuasaan terhadap (power to) sesuatu atau seseorang, yang memungkinkan pemerdekaan diri (oleh lapisan bawah)

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5881

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Perkembangan Ekonomi Masyarakat Nelayan Perairan Umum “Lebak Lebung”

Zahri Nasution

 

Abstract

 

Ruang bagi ilmuwan sosial lainnya, termasuk sosiolog untuk lebih jauh menjelaskan hubungan-hubungan tersebut, sehingga menumbuhkan sebuah disiplin yang dikenal sebagai sosiologi ekonomi. Upaya sosiologi ekonomi antara lain adalah menyediakan teori ekonomi dan masyarakat yang lebih kuat daripada teori ekonomi liberal atau ekonomi politik. Sosiologi ekonomi menjelaskan berbagai hal yang positif tentang ekonomi liberal dan ekonomi politik, yang berarti mengenalkan aspek-aspek tradisi yang dapat membantu dalam memahami proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan ekonomi masyarakat nelayan perairan umum lebak lebung menggunakan pendekatan sosiologi ekonomi. Kerangka teori yang digunakan adalah teori embeddedness-Granovetterian. Kajian dilakukan terhadap komunitas nelayan di wilayah Desa Pedamaran, yang sebahagian besar melaksanakan penangkapan ikan di perairan umum lebak lebung Sungai Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa semula akses masyarakat nelayan terhadap sumber daya perikanan dikelola oleh pemerintah Marga berubah menjadi dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat nelayan, bahkan, lebih rendah jika dibandingkan dengan upah buruh harian. Akibatnya, tindakan ekonomi yang melekat (embeddedness) dalam hubungan sosial pada masyarakat pedesaan Pedamaran yang selama masa pemerintahan Marga banyak berlangsung dan membudaya menjadi hilang. Kemudian, berbarengan dengan itu perkembangan ekonomi masyarakat Desa Pedamaran berubah dari sistem ekonomi berbudaya tradisional menjadi berbudaya ke arah ekonomi kapitalis. Tindakan ekonomi merupakan tindakan individu yang tidak lagi mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat, kecuali hanya untuk hal-hal tertentu yang bersifat adat (kebiasaan) dan adat (kebiasaan) inipun pada prinsipnya merupakan suatu “prestise” dalam masyarakat setempat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perubahan akses sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung bagi masyarakat pedesaan dalam wilayah desa Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menyebabkan terjadinya perkembangan ekonomi masyarakat pedesaan nelayan tersebut dari berbudaya tradisional ke arah berbudaya kapitalis. Kemudian, tindakan ekonomi masyarakat pedesaan dalam wilayah Desa Pedamaran mengakibatkan tererosinya ikatan sosial kemasyarakatan pada komunitas nelayan yang sebelumnya bersifat melekat (embeddedness) dalam tindakan ekonomi.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5882

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Kepemimpinan dan Tingkah Laku Kewiraswastaan dalam Industri Skala Kecil dan Menengah (Kasus Industri Sepatu Skala Kecil dan Menengah di Desa Ciomas dan Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Isnanik Dian Andriany, Said Rusli

 

Abstract

 

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk menelaah kepemimpinan dan tingkah laku kewiraswastaan pengusaha pada industri kecil dan menengah, menganalisis hubungan kepemimpinan terhadap kinerja pekerja serta menganalisis hubungan kinerja pekerja dan tingkah laku kewiraswastaan pengusaha terhadap perkembangan usaha dan produktivitas. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif (metode survei) dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara industri kecil dan industri menengah. Perbedaan yang muncul seperti dalam penanganan terhadap pekerja, gaya kepemimpinan yang diterapkan dan tingkat tingkah laku kewiraswastaan. Tingkat tingkah laku kewiraswastaan pengusaha industri menengah tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha industri kecil baik pada tingkat pemikiran maupun pada tingkat tindakan. Pengusaha industri menengah lebih mampu mewujudkan tingkah laku kewiraswastaan pada tingkat pemikiran menjadi tindakan nyata dalam pengembangan usaha. Pada kedua industri terdapat hubungan yang nyata antara kinerja pekerja dan kepemimpinan. Selain itu, terdapat pula hubungan antara kinerja pekerja dan tingkah laku kewiraswastaan terhadap pengembangan usaha industri yang bersangkutan. Dengan tingkat kinerja pekerja dan tingkah laku kewiraswastaan pengusaha yang lebih tinggi (pada tingkat pemikiran dan tingkat tindakan), usaha industri menengah mengalami perkembangan usaha yang lebih cepat dan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha industri kecil.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5883

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah)

Siti Nurul Qoriah, Titik Sumarti

 

Abstract

 

Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan. Langkah pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai tahun 2006 di daerah yang dinyatakan daerah rawan pangan. Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan setiap instansi seyogyanya harus memperhatikan hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang sesuai dengan INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana Program Desa Mandiri Pangan telah responsif gender. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan cenderung belum responsif gender. Hal ini karena masih terjadi ketimpangan gender baik di tingkat rumah tangga maupun dalam kelompok afinitas. Bentuk ketidakadilan gender yang terjadi adalah beban kerja, stereotipe dan subordinasi pada perempuan. Ketimpangan gender tersebut terjadi akibat hegemoni patriarki. Faktor elit desa juga bepengaruh terhadap pelaksanaan program.

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5884

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Respon Komunitas Nelayan terhadap Modernisasi Perikanan (Studi Kasus Nelayan Suku Bajo di Desa Lagasa, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara)

Awaluddin Hamzah, Nurmala K. Pandjaitan, Nuraini .

 

Abstract

 

Modernisasi melalui peningkatan dan penggunaan teknologi alat tangkap serta bantuan permodalan berimplikasi pada kegiatan serta organisasi penangkapan ikan dan pada akhirnya terjadi perubahan dalam suatu komunitas. Tidak semua lapisan nelayan dapat memanfaatkan peluang modernisasi. Sebelum program modernisasi perikanan, struktur komunitas nelayan Suku Bajo masih didominasi oleh sistem perikanan tradisional, kegiatan dicirikan struktur komunitas homogen dan tingkat diferensiasi sosial yang masih rendah. Berbagai ukuran yang dapat dilihat menunjukan bahwa nelayan tergolong tidak sejahtera. Pemerintah memandang perlu untuk memperbaiki taraf hidup nelayan. Realisasinya dilakukan antara lain dalam bentuk modernisasi perikanan (Revolusi Biru). Penerimaan maupun penolakan suatu hal baru berkaitan dengan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi. Proses tersebut bagi nelayan tidak terlepas dari pengaruh pemaknaan terhadap laut serta pekerjan nelayan bagi nelayan itu sendiri. Hasil penelitian menunjukan kecenderungan terjadi bahwa Pengadopsi Cepat (PC) memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan adopter yang lebih lambat. Pada pemaknaan laut, kebanyakan responden memberi makna ekonomi, psikologi dan budaya yang positif. Sedangkan pada makna pekerjaan nelayan kebanyakan responden memberi makna ekonomi, sosiologis, teologis, dan budaya yang cenderung positif. Selain itu nampaknya terdapat hubungan antara pemaknaan dengan kecepatan adopsi. Hubungan tersebut adalah semakin positif makna ekonomis maka adopsi inovasi semakin cepat. Sebaliknya semakin positif makna budaya kecenderungan adopsi cenderung semakin lambat. Modernisasi perikanan berdampak pada perubahan pola kerja yakni daya jelajah lebih jauh, jumlah pekerja (sawi) lebih banyak dengan sifat semi bebas dan perekrutan lebih selektif. Pembagian kerja lebih jelas dan berjenjang serta hierarkis. Terjadi pula dampak perubahan struktur sosial dengan sistem bagi hasil yang menjadi pranata nelayan, stratifikasi yang kompleks, diferensiasi beragam, dan pola hubungan non eksploitatif. Dampak teknologi gae juga menghasilkan peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar serta gizi anggota keluarga nelayan serta kesadaran pentingnya pendidikan bagi anggota keluarga

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5885

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adaptasi, Konflik dan Dinamika Sosio-Ekologis

Rita Rahmawati, Dian E Idris Gentini

 

Abstract

 

Masyarakat Kasepuhan merupakan masyarakat adat Sunda yang hidup di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun – Salak (TNGHS). Masyarakat adat ini mempunyai kekhasan dalam mengatur kehidupan warganya dalam berelasi dengan alam. Melalui konsep pancer pangawinan masyarakat mensandarkan kehidupannya pada keterikatan atas tanah. Permasalahannya sekarang adalah sejak diterbitkannya kebijakan perluasan Taman Nasional melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003, tanah yang dulu dikuasai oleh masyarakat berubah status menjadi tanah Taman Nasional. Perubahan status tanah tersebut menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap tanah. Kondisi ini menempatkan masyarakat pada kondisi konflik dengan Pengelola TNGHS. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivisme (Denzin, 2000). Teknik pengumpulan data melalui indepth interview, observasi partisipan, dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil dan temuan penelitian menunjukkan adanya pengetahuan lokal masyarakat Kasepuhan dalam hal mengatur kelestarian lingkungan dan bagaimana lingkungan tersebut dapat memberi manfaat untuk kehidupan masyarakat. Misalkan dengan adanya konsep Ibu Bumi, Bapak Langit dan Guru Mangsa, Leuit dan Wewengkon Hutan. Pengetahuan ini telah dikembangkan secara turun temurun dan mengatur relasi masyarakat dengan alam (hutan). Namun pertarungan pengetahuan masyarakat lokal dan pengelola TNGHS telah menyebabkan teralienasinya pengetahuan lokal tersebut. Dengan mengacu pada konsep Escobar (1999), maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan lokal dalam mengelola sumber daya alam dapat dipandang sebagai rezim alam organik, dimana sejak diberlakukannya SK Menteri Kehutanan tentang perluasan TNGHS, masyarakat lokal dengan alam organiknya sedang berhadapan dengan pengelola TNGHS selaku rezim alam negara yang dalam prakteknya bertumpu pada pengetahuan kapitalis dan tekno, dalam memperjuangkan hak akses atas tanah.

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5886

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 2 (2008)

 

Perubahan Sistem Pertanian dan Munculnya Strategi “Amphibian” dalam Praktek Moda Produksi (Studi Kasus pada Empat Komunitas Petani Kakao di Propinsi Sulawesi Tengah dan Nangroe Aceh Darussalam)

Undang Fadjar, Arya Hadi Dharmawan, MT Felix Sitorus

 

Abstract

 

Studi tentang perubahan sistem pertanian dan munculnya strategi “amphibian” dalam praktek moda produksi dilakukan sebagai studi multikasus pada empat komunitas petani kakao. Dua komunitas petani berada di Propinsi Sulawesi Tengah (satu komunitas petani berasal dari etnis Bugis dan satu komunitas lain berasal dari etnis Kaili), sementara dua komunitas lain berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (semua komunitas petani berasal dari etnis Aceh). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kapitalisme pada komunitas petani telah meningkatkan beberapa elemen penting dari moda produksi prakapitalis, khususnya pada kegiatan yang berhubungan dengan pengambilan modal bukan lahan yang dibutuhkan petani untuk memproduksi padi di lahan sawah, dan pada kegiatan yang berhubungan dengan pasar kakao. Bagaimanapun, pada saat yang sama, keragaman unsur dari moda poduksi prakapitalis masih dipraktekkan oleh sebagian petani, baik pada kegiatan yang berhubungan dengan padi sawah maupun memproduksi perkebunan kakao. Dalam hal ini, para petani (komunitas petani) menerapkan baik keragaman unsur dari moda produksi kapitalis maupun keragaman unsur dari moda produksi prakapitalis. Temuan ini sangat signifikan berkontribusi dalam tipologi baru dari moda produksi sebagaimana apa yang disebut dengan istilah “moda produksi amphibian”

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5887

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

Model Pengembangan Kelembagaan Kemitraan dan Pemasaran Temulawak di Kota Semarang

Ninuk Purnaningsih

 

Abstract

Produk biofarmaka, yang salah satunya berasal dari tumbuhan, sangat berpotensi dalam pengembangan Industri Obat Tradisional (IOT) dan kosmetika di Indonesia. Penggunaan tumbuhan oleh IOT dimulai dengan memanfaatkan tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam (hasil kegiatan ekstraktif) dan produk budidaya. Sebagai produk budidaya, sumber biofarmaka ini teknik budidayanya belum tertata dengan baik. Fakta ini memberikan peluang besar sekaligus tantangan untuk peningkatan sumbangan produksi dan produk olahan tanaman obat hasil budidaya. Kebutuhan akan biofarmaka untuk industri dalam negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 mencapai 6.813 ton, meningkat di tahun 2001 menjadi 7.170 ton, dan pada tahun 2002 peningkatan mencapai 8.104 ton. Peningkatan kebutuhan bahan baku ini berjalan seiring dengan meningkatnya jumlah industri jamu, farmasi dan kosmetika. Pada tahun 2000 kebutuhan tanaman temulawak (yang merupakan tanaman rimpang terbesar ke-3 setelah tanaman lempuyang dan jahe) untuk 5 (lima) industri jamu terbesar mencapai 38.600 kg/bulan atau 463.200 kg/tahun. Perkiraan WHO sekitar 14-28% dari 250 ribu jenis tumbuhan di dunia yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan obat tradisional. Strategi pengembangan agribisnis biofarmaka dapat mengambil bentuk pada pola-pola penumbuhan dan penguatan kelembagaan berbasis pada komunitas lokal/petani, utamanya bagi produk biofarmaka yang telah lazim dibudidayakan oleh masyarakat setempat, seperti temulawak, jahe dan sebagainya. Berbagai pola pengembangan agribisnis biofarmaka dapat dilakukan, umpamanya melalui pola kemitraan (partnership) yang mengintegrasikannya dengan perusahaan jamu skala besar (nasional) atau dengan kelembagaan sosial dan ekonomi lainnya. Peluang demand pasar bahan obat-obatan yang terus terbuka, diiringi dengan semakin banyaknya perusahaan yang masuk ke bidang pengolahan obat-obatan dan kosmetik berbahan baku biofarmaka, memberikan keadaan yang kondusif bagi perusahaan agribisnis biofarmaka atau petani biofarmaka untuk dapat meningkatkan pendapatan rumahtangganya. Kecamatan Tembalang dan Banyumanik merupakan dua kecamatan penghasil Temulawak khususnya dan rimpang umumnya di Kota Semarang. Tulisan ini bertujuan untuk: (1) menganalisis model pemasaran dan kelembagaan dalam memberdayakan petani temulawak yang telah ada di Kota Semarang, (2) mendeskripsikan tahapan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan infrastruktur sosial ekonomi penopang kegiatan agribisnis temulawak yang telah ada dan dibutuhkan dalam membangun model pemasaran temulawak di Kota Semarang, dan (3) menganalisis jejaring usaha agribisnis temulawak di tingkat lokal-regional yang ideal dapat dilakukan oleh petani temulawak di Kota Semarang. Tulisan ini merupakan sebagian analisis yang didasarkan pada data penelitian lapangan tentang Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah, yang dilakukan pada akhir tahun 2006

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5875

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Program Public Awareness : Studi Kasus Kampanye Flu Burung Oleh Badan Karantina Pertanian Di Jakarta

Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata, Richard WL

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efektifitas program kampanye Public Awareness mengenai flu burung di Jakarta, serta analisis hubungan antara faktor karakteristik responden, perilaku dan media terhadap kesadaran masyarakat (Public Awareness). Program yang dijalankan ialah program Public Awareness yang dilakukan melalui aksi-aksi komunikatif. Kampanye Flu burung dilaksanakan di Jakarta dengan menggunakan metode kuantitatif, yaitu melalui survey. Survey menggunakan metode Purposive Incidental yang bertujuan untuk mendapatkan responden sebanyak 800 orang, yaitu 400 responden pada survey I dan 400 responden pada survey II. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa program Public Awareness dikatakan efektif karena terdapat peningkatan persentase dari traveler yang dilihat berdasarkan hasil kuesioner, dapat disimpulkan pula bahwa efektifitas program dipengaruhi oleh perilaku, media dan karakteristik responden yang telah diuji dengan SPSS dengan metode perhitungan chi-square.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5876

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

Peranan Dan Gaya Kepemimpinan Hubungannya Dengan Efektivitas Kerja Karyawan : Kasus Restoran Bakmi Japos Cabang Bogor

Cahya Maydiana, Amiruddin Saleh

 

Abstract

 

The role and leadership style are factors wich determine the employees performance in getting company’s goal. Leader’s behaviour is an important factor to motivate the employees. The leadership style is one of an input. The other inputs are culture, law, politic, economic, social and technology. They have to be processed to increase the skill’s employees so the effectiveness of job employees will be created. The aims of this research are: (1) to explain the role and style of leadership that played by Bakmi Japos Restaurant’s manager, (2) to explain the level of employees job effectiveness at Bakmi Japos Restaurant, (3) to analyze the correlation between the role and leadership’s style manager with employees job effectiveness at Bakmi Japos Restaurant, (4) to explain the relation among internal, external and situational factors with the role and style of leadership’s manager at Bakmi Japos Restaurant. The population was all employees of Bakmi Japos Restaurant. Sample were 38 persons and taken by sensus technique. The results of this research were: (1) The employees so enough satisfied with four leadership role and effective communicator as a mostly role while the employees so enough agree that five leadership style are needed to reach restaurant’s goal with democratic style inclined, (2) The employees work effectively, (3) An amount the role and leadership style have a hihgly significant (p<0,01) and significant (p<0,05) correlation with employees job effectiveness, (4) An amount of internal, external and situational factors have a highly significant (p<0,01) and significant (p<0,05) correlation with the role and style of leadership that played by Bakmi Japos Restaurant’s leader.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5877

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

Partisipasi Buruh Dalam Aksi Unjuk Rasa

Ratri Virianita

 

Abstract

 

Penelitian ini menguji pengaruh identifikasi kolektif dan keyakinan subyektif tentang permeabilitas kelompok pada buruh yang berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa. Kelompok buruh dipilih mengingat sejak krisis moneter 1997 sejumlah peristiwa sosial berbentuk tingkah laku kelompok, seperti aksi unjuk rasa buruh, meningkat frekuensinya di berbagai perusahaan di Indonesia. Berbeda dengan Smelser yang berperspektif sosiologis, teori Identitas Sosial menjelaskan tingkah laku kelompok dalam perspektif sosial-psikologis. Teori ini menekankan peranan identifikasi kolektif dan keyakinan subyektif tentang permeabilitas kelompok dalam proses terbentuknya tingkah laku kelompok. Dari subyek 102 buruh yang berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa di Jakarta, data memperlihatkan identifikasi kolektif dan keyakinan subyektif tentang permeabilitas kelompok merupakan prediktor yang signifikan terhadap partisipasi buruh dalam aksi unjuk rasa. Dengan metode stepwise diketahui bahwa keyakinan subyektif tentang permeabilitas kelompok memberi sumbangan yang lebih besar daripada identifikasi kolektif.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5878

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

Aspek Sosial Budaya dalam Penyelenggaraan Penyuluhan: Kasus Petani di Lahan Marjinal

Siti Amanah, Endang L. Hastuti,, Edi Basuno

 

Abstract

 

This article focuses on explanation about socio-cultural aspects on the implementation of agricultural extension on farmers living on marginal lands. The paper was based on the research conducted on two population of farmers, in Bogor and Pontianak. Survey methods was used to collect data from 140 farmers’ respondents. Results research showed that farmers in marginal lands ran their business in small scale, the ownership of the lands was less than 0.5 hectares, farmers living condition were in low level soscio-economic condition. There were significant correlation between the dyamic of socio cultural condition, strength agricultural policy, extension workers competency, farmers business with the farmers competency in managing the lands for agricultural business. To promote better condition of farmers in marginal lands, agricultural extension institution should be strengthened and extension workers capacity needed to develop to facilitate the change in terms of increasing the productivity lands to improve farmers welfare and conserving the environment as well.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5879

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2, Nomor 3 (2008)

 

ubungan Antara Kepuasan Kerja Dan Sikap Terhadap Profesi Dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian : Studi Terhadap Penyuluh Pertanian Di Kabupaten Bogor

Pudji Muljono

 

Abstract

 

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan sikap terhadap profesi dengan motivasi kerja penyuluh pertanian, khususnya penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode survai terhadap 40 orang penyuluh pertanian yang ditentukan secara acak (random sampling). Setiap penyuluh pertanian yang menjadi responden penelitian diminta mengisi instrumen penelitian yang terdiri dari tiga macam, yakni instrumen motivasi kerja, instrumen kepuasan kerja dan instrumen sikap terhadap profesi. Data hasil penelitian dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial dengan bantuan program komputer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan motivasi kerja penyuluh pertanian, terdapat hubungan positif antara sikap terhadap profesi dengan motivasi kerja penyuluh pertanian, dan juga terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dan sikap terhadap profesi secara bersama-sama dengan motivasi kerja penyuluh pertanian.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.5880

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Modal Sosial Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Tanah Sareal Dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor)

Drajat Martianto, . Alfiasari, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Nilai sosial yang terpelihara baik seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial menjadi hal yang menguntungkan bagi interaksi antar anggota masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kondisi modal sosial dan potensinya dalam menguatkan ketahanan pangan pada rumah tangga miskin di lokasi penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal dan Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecukupan modal sosial lebih terlihat di Kelurahan Kedung Jaya, dan keberadaan modal sosial tersebut berpotensi dalam menentukan ketahanan pangan rumah tangga miskin. Rumah tangga yang mempunyai kepercayaan lebih tinggi dalam menjalin hubungan tanpa rasa saling curiga, mempunyai kepercayaan lebih tinggi dalam menjaga lingkungan tetap langgeng (sustain), mempunyai hubungan sosialnya lebih banyak dalam pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangganya, dan istrinya bukan penduduk asli lingkungan tempat tinggal merupakan rumah tangga yang mempunyai tingkat ketahanan pangan lebih baik.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5869

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Konflik Nelayan Di Jawa Timur : Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Pekebun di Lebak, Banten

Luluk Annisa, Arif Satria, Rilus A Kinseng

 

Abstract

 

Pada dasarnya, prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia telah diatur jelas pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 (dikenal dengan sistem pengelolaan bersifat state property), sehingga sumberdaya perikanan di Indonesia bersifat quasi open access, dimana sumberdaya tidak sepenuhnya dapat diakses karena adanya peraturan yang mengatur. Namun, seringkali aturan dibuat tidak dengan cara partisipatif dan merupakan hasil pertimbangan dari pemerintah pusat tanpa memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat setempat. Akibatnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan justru menimbulkan masalah-masalah baru karena masing-masing pihak memiliki kepentingan, keinginan dan prioritas yang berbeda-beda. Perbedaan kepentingan, keinginan dan prioritas yang ada merupakan sumber pemicu munculnya konflik . Konflik merupakan fenomena yang telah ada sejak dahulu, bahkan sebelum era otonomi daerah, khususnya konflik kenelayanan. Keleluasaan mengeksploitasi sumberdaya perikanan merupakan konsekuensi ciri kepemilikan yang bersifat open acces, maka tidak jarang pemanfaatannya menimbulkan masalah akibat perbedaan kepentingan. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat meredam dan mencegah konflik sebagai upaya pengelolaan konflik. Salah satu daerah yang mengalami konflik, yaitu di Kecamatan Lekok, Pasuruan, provinsi Jawa Timur. Lekok merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Pasuruan dengan jumlah nelayan terbanyak di Pasuruan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik pengelolaan konflik, khususnya di daerah Pasuruan

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5870

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Tekanan Penduduk, Overshoot Ekologi Pulau Jawa, dan Masa Pemulihannya

Said Rusli, Hana Indriana

 

Abstract

 

Perkembangan penduduk Pulau Jawa terus terjadi. Menurut hasil perhitungan indeks tekanan penduduk Pulau Jawa tahun 2006 diketahui sebesar 1,61 dan apabila Banten tidak dimasukkan ke dalam perhitungan tekanan penduduk menjadi 1,80. Estimasi indeks tekanan penduduk pada tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit peningkatan menjadi 1,63 dan 1,83 jika tidak memasukkan Banten. Indikasi terjadinya over population Pulau Jawa didukung oleh hasil simulasi bahwa dengan jumlah penduduk saat ini, semestinya penduduk petani tidak lebih dari 24%. Sedangkan dengan sistem pertanian yang diterapkan saat ini, jumlah lahan pertanian yang dibutuhkan untuk menghidupi seluruh penduduk Pulau Jawa adalah seluas 8.428.980 ha setara sawah. Keadaan faktual menunjukkan jumlah pertanian sebanyak 41% dan luas lahan 4.863.487 ha setara sawah. Hasil perhitungan tapak ekologi lahan pertanian Pulau Jawa menunjukkan bahwa tapak ekologi Pulau Jawa tahun 2006 bernilai 0,2339 Gha/orang atau 0,1064 ha/orang. Itu artinya setiap penduduk Pulau Jawa telah menggunakan lahan untuk konsumsi produk pertanian sebesar 0,1064 ha. Pada saat yang sama kemampuan lahan pertanian menyediakan produk pertanian sebesar 0,1111 Gha/orang atau 0,0551 ha/orang. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kapasitas biologis lahan pertanian dalam menyediakan produk-produk pertanian yang dikonsumsi oleh penduduk sudah terlampaui (overshoot) sebesar 0,0536 Gha/orang atau 0,0513 ha/orang. Besarnya defisit lahan pertanian tersebar merata di setiap propinsi.

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5871

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Kritik Ekologi Poskolonial : Dari Kontrol Pembangunan yang Berkelanjutan menuju Praksis Ekologi Bersama

Ivanovich Agusta

 

Abstract

 

Kebijakan pembangunan yang berkelanjutan paling tepat dipahami sebagai konstruksi kebijakan ekologi yang disusun oleh Utara untuk mendominasi Selatan. Konsep pembangunan yang berkelanjutan pertama kali muncul di Eropa, kemudian sejak dekade 1990-an dijadikan komoditas utang luar negeri bagi Selatan. Diskursus pembangunan yang berkelanjutan dikuatkan dan dimaterialisasikan melalui lembaga-lembaga pendidikan, ekonomi, hingga teknologi. Artikel ini mengajukan ruang kritik baru melalui susunan baru matriks teori-teori ekologi. Untuk mengatasi kontrol Utara tersebut diajukan hibriditas sebagai basis kebijakan ekologi. Hibriditas memungkinkan solidaritas lintas kelas dan teritorial lokal hingga internasional, mengatasi penyekatan yang tersusun semula, sekaligus mengembangkan sifat dinamis kebijakan sebagai proses “menjadi” secara terus menerus.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5872

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Berbasis Kearifan Lokal

Saharuddin .

 

Abstract

 

Kearifan lokal yang berkembang di masyarakat, pada dasarnya merupakan strategi adaptasi yang memang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri dalam membenahi masalah-masalah sosial yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal merupakan hasil interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya, sehingga dengan kearifan lokal, sangat diperlukan untuk membantu masyarakat itu secara mandiri. Kearifan lokal menjadi inti dari usaha mengentaskan kemiskinan yang ada dan tumbuh di masyarakat sebagai sasaran dari proses penerapan program pengentasan kemiskinan. Pengembangan kesejahteraan sosial atau juga pembangunan komuniti (community development) termasuk didalamnya program pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan dengan penerapan yang sesuai melalui kacamata komuniti setempat sebagai obyek sasaran.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5873

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 1 (2009)

 

Reforma Agraria Di Bidang Pertanian : Studi Kasus Perubahan Struktur Agraria dan Diferensiasi Kesejahteraan Komunitas Pekebun di Lebak, Banten

Martua Sihaloho, Heru Purwandari

 

Abstract

 

Sumberdaya agraria merupakan salah satu faktor utama bagi stakeholder, khususnya petani. Tulisan ini mencoba menjelaskan tentang reforma agraria di bidang pertanian menjadi penting diwujudkan, khususnya dengan mengkaji hubungan antara perubahan struktur agraria dan differensiasi kesejahteraan petani. Hasil penelitian di Kabupaten Lebak menunjukkan, lahan dan modal menjadi dua faktor penting dalam usahatani pertanian. Perubahan struktur agraria mempengaruhi differensiasi kesejahteraan petani. Arah perubahan struktur agraria yang terjadi stratifikasi dan polarisasi.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.5874

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Resensi Buku : Hewitt, John P. 2003. Self and Society. A Symbolic Interactionist Social Psychology. Allyn and Bacon, Boston.

Nurmala K. Pandjaitan

 

Abstract

 

Sekilas tentang Penulis John P. Hewitt memiliki gelar Ph.D di bidang Sosiologi dari Princeton University tahun 1966. Ia memulai karirnya sebagai Asisten Profesor Sosiologi di Oberlin College selama 2 tahun, lalu di York University juga selama 2 tahun, kemudian 1970 hingga 1976 di University of Massachussetts, Amherst. Pada tahun 1977 ia menjadi Profesor Sosiologi dan sejak 2003 menjadi Profesor Emeritus. Selama 1970 hingga 2002, ia telah menulis 9 buku, 15 artikel, 13 makalah presentasi dan membahas 11 buku, baik secara mandiri maupun bersama rekan, tentang Interaksionis Simbolis, Diri (Self), Psikologi Sosial, Masalah Sosial dan Perilaku Menyimpang.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5862

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Dimensi Kepentingan dalam Pengembangan Kelembagaan Ketahanan Pangan Lokal : Studi Kasus Program Aksi Mandiri Pangan di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

Siti Masithoh, Titik Sumarti, Tri Pranadji

 

Abstract

 

The issues of food security and poverty are basically two important points that have a strong relation to rural community development. A study was conducted to understand more on the depth of the relation between food security and local initiatives development. The aim of this research is to figure out how small peasant households build their institutions as they react to fulfill food security needs. The study is also to understand what type of intervention programs have been developed by the government and community, especially those concentrating in rural food-security. The study also seeks to find the answer of how deep had the peasants’ interest and initiatives been considered to be important part of food-security development program. Las but not least it was devoted to identify the current state of food-security situation of peasant’s household in rural areas. The research was carried out in Jambakan Village, Bayat Sub-district of Central Java Province. The method used in this study was community study (through survey and qualitative approaches and case study). The results of the study are: the implementation of food self reliant village program run by the government was not quite successful to accomplish due to governance problematic at local level. Some key factors explaining the relationship between the successfulness of the program and food security’s achievements are technical assistance, community organizers, trust, and leadership

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5863

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Independensi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Tengah Kepentingan Donor

Husain Assadi, Arya Hadi Dharmawan, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

 

The top-down development approach has failed to bring Indonesia in meeting prosperity. Alternatively, a critical approach as offered by Non Governmental Organization (NGO) becomes much more attractive to be adopted. However such approach encounters problematics since each NGO carries its own interest, ideology, and its dependency on donor agencies, normally diametrically collide with another NGO’s ideology, its interest as well as donor-supported interest. This study is to answer the question how deep have donors infleunced to the ideology, interest, and financial independency of local NGOs. The study use qualitative method as approach. The financial arrangement network, action, interest, motives and NGOs’ ideologies are the main focus of this study. Two NGOs are observed, namely Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial (LKTS) and Lembaga Pertanian Sehat (LPS). This study revealed that LKTS and LPS were quite dependent in the financial aspect. LKTS was also dependent in formulating action, while LPS was independent. Some factors affecting the independence of NGOs are: (1) degree of militancy of NGOs’ ideology, (2) financial strength, (3) NGOs’ level of achievements. In the development perspective, NGOs are not necessarily reflecting type of social movement organization which are always strongly based on bottom-up ideology.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5864

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan : Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

Nurmala K. Panjaitan, Tina Suhartini

 

Abstract

 

The objective of this research is to understand how street children build their survival of strategy to continue their living. The method used for the research is survey method conducted in Bogor city of West Java. The study reveals that three forms of survival of strategies are usually built by street children. They range from simple form, middle form up to complex form. The forms of survival of strategy are strongly related to a number of factors, namely: age, sex, education level, and the reason why the children turn on the street (socio-psychological characteristic of street children). This research found some interesting findings that could provide a useful basis for formulating empowerment program targeting to street children. The findings can help increase the accuracy of empowerment program, since it can reduce incorrect assumption when the program is to be run.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5865

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Transmigran : Studi Sosio-Ekonomi di Tiga Kampung di Distrik Masni Kabupaten Manokwari

Paulina P. Tulak, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Among the primary objectives of transmigration program are to increase the economic status of transmigrant farm-households and enhancing rural infrastructures of the local region. To see wether such objective is attainable, a study of transmigrant farm households has been conducted in West Papua. The study attempts: (1) to know whether there is any relation between the socio-cultural/ethnical background of the transmigrant farm-household with the achievement of welfare status, (2) to analyze factors influencing to the income level of transmigrant farm-households, and (3) to understand how the farm households enhance the degree of economic status by building numerous livelihood strategies. The methods as used in the analysis are: (1) income level analysis of the households, (2) gini-ratio analysis, and (3) descriptive analysis. The results of this study are: socio-cultural (ethnical) setting of transmigrant has a substantial influence to the achievement of welfare level. Javanese transmigrant showed a much higher income achievement due to their strong engagement in the non-farm economy, as compared to Papuanese transmigrant farm-households. The non-farm economy provides a strong basis for economic growth at household level. However, the growth of non-farm economy unexpectedly caused an increasing tendency of income disparity among different farm household strata. Since non-farm economy shares a positive contribution for regional economic growth, the study concludes, that the government needs to take seriously this economic sector into account when regional development needs to be well-accomplished in West Papua.

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5866

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Percobaan Pembangunan Partisipatif dalam Otonomi Daerah

Ivanovich Agusta

 

Abstract

 

As part of governing mechanism, local participation has already been practiced by numerous ethnic groups of Indonesia since centuries. In modern era, the idea of participation, that was at the outset integrated into development thought as desentralisation, was introduced in 1950s-1960s. In the 1980s, Non-Government Organization adopted participatory development to control government and donor agencies. Since 1990s, donor and developed countries adopted paticipatory development as single approach to operationalize development measures. In Indonesia, participatory development practices need to pay attention on two sub-structures, i.e., program and budget arrangements. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) is a participatory-based planning mechanism is run stretching from rural upto national level and is considered to be very central for nation-wide development measures. The mechanism needs to be criticed since it just increases efficiency and effectiveness of development actions, but it fails to expand participaton space of the lowest social layers of rural communities

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5867

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3, Nomor 2 (2009)

 

Dilema Dalam Transformasi Desa Ke Nagari : Studi Kasus di Kenagarian IV Koto Palembayan, Provinsi Sumatera Barat

Nuraini Budi Astuti, Lala M. Kolopaking

 

Abstract

 

The implementation of local autonomy regime gives an interesting socio-political explanation of how is the local genuine governance system, the so-called nagari, to operate in West Sumatera. Based on Law No. 22/1999 as amended by Law No. 32/2004, the Regional Government of West Sumatera introduced Regional Law No. 9/2000 as legal foundation to regulate the implementation of nagari in the region. The study, was conducted in Nagari IV Koto Palembayan, District of Agam, Province of West Sumatera. It was intended to 1) describe and analyze the implication of structural change from nagari to desa and its return to nagari system, 2) analyze potential conflicts that occur in the transformation from desa to nagari. The study used qualitative approach, in which data and information were mostly collected by in-depth interviews supported by observation, study of literature and documents. It was found that 1) such intervention brought about widely social change at local level, 2) the transformation from desa to nagari stimulated some potential conflicts at local level. It is realized that it is uneasy for the government to synergize modern and traditional institution of governance in a single system. In case, the control of such a complicated system is very poor, then the implementation of nagari system is substantially hindered.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5868

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Reforma Agraria Dan Revitalisasi Pertanian Di Indonesia: Studi Kasus Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Jawa Barat

Martua Sihaloho, Heru Purwandari, Dyah Ita

 

Abstract

 

Pemanfaatan sumber-sumber agraria diharapakan dapat bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, salah satu agenda yang menyangkut kebijakan agraria agar benar-benar menjadi sumber kesejahteraan adalah reforma agraria (RA). Justifikasi penelitian ini berdasarkan pada: (1) Reforma agraria merupakan program pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla (2004-2009); (2) Implementasi program reforma agraria merupakan tantangan Badan Pertanahan Nasional dan stakeholders lainnya; (3) Dalam Implementasi ini, maka diperlukan pra-kondisi reforma agraria; dan (4) Fakta mengindikasikan bahwa reforma agraria di bidang pertanian perlu didukung program revitalisasi pertanian. Pada tahun pertama, penelitian ini difokuskan di Jawa Barat, yang mengambil lokasi di Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Subang-Jawa Barat. Pendekatan penelitian yang dipilih adalah deskriptif–eksplanatif yang luwes dan terbuka untuk berkembang. Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisis melalui pendekatan analisis kualitatif. Hasil penelitian pada tahun pertama (2009) menunjukkan bahwa (1) Peta kondisi sosio-ekonomi masyarakat (beragam lapisan petani) di Desa Sidajaya relatif masih timpang, (2) Terdapat enam lapisan masyarakat yaitu: Petani Pemilik; Petani Pemilik + Penggarap; Petani Pemilik + Buruh Tani; Petani Penggarap; Petani Penggarap + Buruh Tani; dan Buruh Tani, dan (3) Saran dari hasil penelitian ini adalah reforma agraria dalam hal asset reforma harus diikuti access reform dan juga program revitalisasi pertanian.

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5849

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Dinamika Sistem Penghidupan Masyarakat Tani Tradisional dan Modern di Jawa Barat

Dyah Ita Mardiyaningsih, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

The Green Revolution is known as one of modernization approaches in Indonesia. Based on many research in Java, Green Revolution has made changes in rural, sociologically, economically and ecologically. Even though, there are still also some villages which are not experiencing this change. Some communities are still hold the indigenous social institutional system as the directional guidance of their community livelihood system. The research is applying qualitative approach with the use of case study and socio-historical strategy to learn how much the indigenous rural social institutional system is able to guarantee the community livelihood system? To learn this subject, the research has conducted in Kasepuhan Sinar Resmi (Sukabumi) and Dusun Sumurjaya (Subang). The research it self is applying perspective of Mazhab Bogor which sees the rural community livelihood system character in four aspects: livelihood source, livelihood strategy, economic institution and social security guarantee system in rural community. Based on these four aspects, the village with strong indigenous social institution is posses the livelihood system dominantly in agriculture and natural resource extraction, chosen livelihood strategy is more into multiple livelihoods in the form of multiple actors/straddling strategy, economic institution system is based on the collectivity to fulfill their food subsistence requirements. Their social security guarantee system is depends on social bonds like the patron-client pattern and communal activities. In the community with strong indigenous social institution, pace of social changes is relatively slow while in the community with the faded indigenous social institution and more “modernized”, the livelihood source of people is more dissimilar, both in agricultural and non agricultural based. It makes their livelihood strategy is also more divergent (agricultural intensification and extensification, multiple livelihood and migration). Economic institution system in this community is based on individual production activity which is market oriented (commercial). The form of community social security guarantee which developed besides patron-client bond between farmer and peasant which is getting more disappear, also depends on external institution (government program of poverty alleviation). The condition shows that pace of social changes is relatively faster in the modernized community

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5850

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing : Studi Kasus di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung

W Widiyanto, Arya Hadi Dharmawan, Nuraini W

 

Abstract

 

The standard morality held to support livelihood strategy that the tobacco peasant families build, occured in two different forms of economical ethic. Each of them is placed in totally in opposition to the other. These are ”social-collectivism” ethic and ”individual-material acquisition” ethic. Each individual economic ethic build specific livelihood strategy that fit into the existing situation as faced by the peasant family. There are five different types of capitals at the tobacco peasant families disposal, namely: natural capital, phsycal capital, financial capital, human capital, dan social capital. In majority the peasant families of the research areas build common strategies of livelihood, namely: vertical solidarity, horizontal solidarity, debt, patronase, production strategy, “srabutan”, accumulation, and manipulation of commodity. The institutional system built by peasants as the implementation of their livelihood, namely: sistem nitip, royongan, gabung hasil panen, maro. These strategies are basically using social capital as a main capital to form livelihood strategies. In case of difficulties (in time of crisis), the tobacco peasant families build somewhat different strategies, namely: temporary migration. All These strategies (in normal and in crisis situation) showed that peasant of this area very flexible mechanism to survive. But, the most sustainable way to survive that the peasant family build is the strategy of using collectivity ties as a instrumental way to support their livelihood.

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5851

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Tekanan Penduduk, Overshoot Ekologi Pulau Sumatera, dan Masa Pemulihannya

Said Rusli, Septri Widiono, Hana Indriana

 

Abstract

 

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena overpopulation di Pulau Jawa sebagaimana telah diungkap pada penelitian fundamental tahun pertama (2008). Fenomena ini menunjukkan menurunnya kapasitas biologis Pulau Jawa untuk menopang aktivitas penduduk. Sumatera dengan luasan wilayah yang lebih dari Jawa akan tetapi dari segi kemajuan wilayah sudah cukup tinggi pada beberapa provinsi. Dalam hal kependudukan, sekitar 50 persen penduduk luar Jawa berada di Sumatera. Untuk itu dengan mengadopsi apa yang sudah dilakukan pada Jawa, penelitian ini juga mengkaji keadaan daya dukung Pulau Sumatera. Penelitian ini bertumpu pada data sekunder yang dikeluarkan Pemerintah secara resmi melalui berbagai instansinya. Hasil penelitian dengan pendekatan indeks tekanan penduduk ini menunjukkan bahwa Sumatera masih mampu menopang seluruh penduduk yang ada saat ini. Dengan indeks sebesar 0,8 Pulau Sumatera masih dapat menampung penduduk sebanyak 53.339.255 orang pada tahun 2010. Pendekatan ini mengasumsikan sektor yang menopang kehidupan adalah pertanian. Namun jika dianalisis dengan pendekatan tapak ekologi yang lebih menekankan pada kuantitas aktivitas penduduk, ternyata Pulau Sumatera telah mengalami overshoot sebesar 0,05 ha/orang atau 0,31 Gha/orang. waktu yang diperlukan untuk memulihkan kondisi ekologi Pulau Sumatera tidak seberapa lama (ceteris paribus), yakni apabila tidak ada perubahan dalam pola konsumsi penduduk, dibutuhkan waktu paling lama 7,76 tahun. Dengan defisit sebesar 0,05 ha per orang pada tahun 2006, pada tahun 2014 keadaan Pulau Sumatera sudah membaik dalam menyediakan biokapasitas untuk seluruh penduduknya.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5852

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Interaksi Komunitas Lokal di Taman Nasional Gunung Leuser : Studi Kasus Kawasan Ekowisata Tangkahan, Sumatera Utara

Yosia Ginting, Arya Hadi Dharmawan, Soehartini S

 

Abstract

 

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan taman nasional telah menyebabkan terbatasnya akses komunitas lokal di dalam pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mengatasi ini maka banyak taman nasional yang mengembangkan ekowisata di kawasannya karena bentuk pemanfaatannya dianggap dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan dalam meningkatkan pendapatan komunitas lokal dan kelestarian kawasan tetap terjaga.Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Ekowisata Tangkahan (KET) yang merupakan salah satu pintu masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Lokasi studi dilakukan di Desa Namo Sialang dan difokuskan pada tiga dusun yaitu Dusun Kuala Buluh, Dusun Kuala Unggas dan Dusun Rimo kayu. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2009 hingga Januari 2010. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif – kualitatif dengan strategi studi kasus. Berdasarkan hasil studi menunjukan bentuk interaksi komunitas lokal di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser dapat digolongkan menjadi dua yaitu aktifitas ekowisata dan aktifitas non ekowisata. Berdasarkan hasil analisis interaksi komunitas lokal dengan kawasan menunjukkan penyelenggaraan ekowisata di Kawasan Ekowisata Tangkahan hanya sampai kepada tahap konservasi dan belum memberikan keuntungan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal. Dari hasil analisa tingkat pendapatan komunitas lokal didapatkan bahwa pendapatan komunitas lokal yang bersumber dari aktifitas ekowisata pada Dusun Kuala Buluh dan Kuala Unggas masing – masing menyumbang pendapatan ekonomi rumah tangga komunitas lokal di Dusun Kuala Buluh sebesar 18,98 % dan pada Dusun Kuala Unggas sebesar 6,04 %. Hal ini berarti secara ekonomi, peran ekowisata belum memberikan kontribusi kesejahteraan yang signifikan kepada warga komunitas lokal. Dengan demikian ekowisata dinilai belum mampu menjadi katup pengaman penyelamatan sumberdaya hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (Kawasan Ekowisata Tangkahan).

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5853

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Analisis Konflik Perebutan Wilayah di Provinsi Maluku Utara : Studi Kasus Konflik Perebutan Wilayah Antara Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Utara tentang Enam Desa

Aziz Hasyim, Arya Hadi Dharmawan, Bambang Juan

 

Abstract

 

Diskursus tentang perencanaan dan pengembangan wilayah di Indonesia menjadi semakin menarik setalah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dengan pemberlakuan undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut, maka berbagai daerah menuntut pemekaran wilayah yang berlansung secara massif. Namun, realitas menunjukkan bahwa upaya untuk melakukan pemekaran, sesungguhnya tidak didasari pada ide dan gagasan substansi dari pemekaran wilayah itu sendiri. Kondisi ini terlihat jelas dengan jalur yang ditempuh dalam mendorong gagasan pemekaran wilayah lebih mempertimbangkan aspek politik daripada aspek substansinya. Dalam kajian ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah, kebijakan otonomi daerah memiliki semangat untuk membangun keberimbangan pembangunan antar wilayah atau desa-kota. Keberimbangan pembangunan yang dimaksudkan adalah dengan adanya pemekaran wilayah, maka alokasi sumberdaya (alam, manusia, sosial dan buatan) akan terdistribusi secara merata sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa tujuan luhur pemekaran wilayah seringkali mengalami kesalahan pemaknaan, sehingga tujuan mensejahterakan masyarakat mengalami kemandekan, bahkan cenderung gagal total. Hal ini sebagaimana dijelaskan, Juanda (2008) bahwa tujuan pembentukan daerah otonom baru adalah untuk mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik. Namun pemekaran juga seringkali menimbulkan berbagai permasalahan karena kurang memperhatikan aspek-aspek penting lainnya, seperti aspek sosial, ekonomi, keuangan dan kemampuan bertahan dalam perkembangannnya, sehingga menyebabkan kontra-produktif terhadap otonomi daerah. Pada hakikatnya, pemekaran wilayah harus mengedepankan aspek-aspek normatif yang telah dirumuskan, baik dalam undang-undang itu sendiri maupun peraturan pemerintah tentang syarat-syarat pemekaran wilayah. Namun hal penting yang tidak dapat diabaikan dalam mendorong pemekaran wilayah adalah aspirasi masyarakat menjadi sebuah keharusan untuk turut serta dipertimbangkan sehingga protes dan atau resistensi penolakan warga pasca pemekaran atau penggabungan wilayah yang seringkali menghiasi daerah-daerag pemekaran dapat dihindarkan. Sebab, fakta menunujukkan berbagai protes dan penolakan yang dilakukan oleh warga masyarakat atas ide pemekaran maupun penggabungan wilayah diberbagai daerah akibat dari proses pemekaran wilayah didominasi oleh elite atau kelompok-kelompok tertentu tanpa melibatkan peran serta atau keterlibatan masyarakat secara aktif. Fenomena pemekaran dan penggabungan wilayah yang mengakibatkan penolakan warga masyarakat akibat dari pengabaian aspiarasi masyarakat terjadi di Provinsi Maluku Utara. Kasus ini terjadi pada masyarakat enam desa sengketa yang diperebutkan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dan pemerintah Kabupaten Halmahera Utara pada saat ini. Penolakan warga masyarakat enam desa atas gagasan pemekaran dan penggabungan wilayah lebih disebabkan aspirasi masyarakat enam desa yang sejak awal menolak untuk menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Malifut dipaksakan oleh pemerintah untuk tetap menjadi bagian dari Kecamatan Malifut yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1999. Penolakan ini juga didasari oleh berbagai alasan, diantaranya adalah kedekatan emosional, historis dan identitas wilayah. Dimana wilayah enam desa, sebelum keluar PP Nomor 42 Tahun 1999 merupakan bagian wilayah administratif Kecamatan Jailolo, sehingga dari sisi kedekatan emosional dan historis, masyarakat di wilayah enam desa menganggap bahwa daerah ini (baca: enam desa) dibesarkan oleh jailolo sehingga harus tetap menjadi bagian dari Kecamatan Jailolo yang selanjutnya adalah bagian dari wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Sebagaimana dijelaskana sebelumnya, bahwa tujuan pembentukan daerah otonom baru adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunanan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan hubungan yang serasi baik antara pemerintah pusat dan daerah, maupun sesame pemerintah daerah. Namun, harus jujur dikatakan bahwa gagasan luhur pemekaran wilayah sebagaimana diatas, terkadang tercoreng oleh adanya arogansi pemerintah daerah. Hal tersebut, dapat terlihat pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pemekaran wilayah, se-misal konflik batas wilayah, penguasaan sumberdaya alam antar sesama pemerintah daerah yang banyak belum terselesaikan. Kelambanan ini dikarenakan lemahnya pengambilan keputusan pada level elite lokal (baca: Gubernur) yang merupakan wakil pemerintah pusat di daerah, juga dikarenakan proses penyelesaian berbagai permasalahan ini lebih dominan menggunakan pendekatan politik, sehingga terdapat pihak yang dikorbankan. Pada aras ini rakyatlah yang kemudian menjadi korban dari ketidak-bijaknya para elite-elite kekuasaan di daerah. Menurut PP nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah, tujuan pemekaran adalah memaksimalkan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendemokratisasi masyarakat, efisiensi pemerintahan dan dukungan pembangunan potensi ekonomi rakyat. Namun dalam implementasinya, berbagai tujuan mulia tersebut belum tercapai secara maksimal. Hal mana dapat dilihat pada evaluasi penyelenggaraan pemerintahaan di daerah-daerah yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri akhir tahun 2005, yang menjelaskan bahwa, penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah pemekaran belum menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum pemekaran (Laporan Depdagri, 2006; Dikutip Malia 2009). Kenyataan tersebut selain disebabkan oleh beberapa kendala tekhnis administrasi dan fasilitas pendukung pelayanan yang belum memadai, juga terbatasnya komitmen pimpinan daerah untuk menciptakan sistem dan pelaksanaan pelayanan publik yang transparan, accountable, dan professional. Sebenarnya banyak aspek yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan pemekaran wilayah, namun sepertinya motivasi kalkulasi secara politik yang seringkali menjadi alasan dominan. Bahkan tak jarang persetujuan terhadap adanya pemekaran wilayah diberikan untuk meredam konflik. Hal lainnya adalah otonomi seringkali menjadi suatu komoditas yang bisa diperdagangkan untuk memberikan kekuasaan pada daerah tertentu. Meskipun tidak semua kasus, namun pada beberapa kasus pemekaran wilayah, memang benar menjadi tuntutan masyarakat akan perlunya otonomi daerah, tetapi tetap saja, pada faktanya kaum elite di daerah yang diuntungkan. Dan implikasi lanjutannya adalah masyarakat tidak pernah menjadi sejahtera serta perkembangan ekonomi wilayahpun menjadi tersendat-sendat (Sayori, 2009)

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5854

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2010)

 

Kontestasi Sains Dengan Pengetahuan Lokal Petani dalam Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut

Taufik Hidayat, Nurmala K. Pandjaitan, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Introduksi pertanian modern berbasis sains pada wilayah lahan rawa pasang surut menciptakan kontestasi antara sains dengan pengetahuan lokal. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan pertanian modern serta proses kontenstasi antara sains dengan pengetahuan lokal petani di lahan rawa pasang surut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus di lahan rawa pasang surut tipe A, B, C dan D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pertanian modern di lahan rawa pasang surut tidak terlepas dari proses hegemoni melalui institusi pemerintah. Proses kontestasi di lahan rawa pasang surut menghasilkan bentuk koeksistensi, dominasi, serta hibridisasi antara sains dengan pengetahuan lokal petani. Dominasi sains atas pengetahuan lokal diwujudkan dalam bentuk program-program peningkatan produksi dan produktivitas padi sebagai bagian dari program nasional peningkatan peroduksi pangan. Koeksistensi antara kedua entitas pengetahuan ini lebih disebabkan adanya keterbatasan pertanian modern secara teknis untuk diaplikasikan terutama di lahan rawa pasang surut tipe A. Hibridisasi antara sains dan pengetahuan lokal menunjukkan bahwa kedua entitas pengetahuan ini dapat saling mengisi kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.5855

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Women Perception as Cockle Cultivator Households

Aminia Novriani, Anna Fatchiya

 

Abstract

 

Sustainable development of coastal and marine resources in Indonesia reveals that women take an important role in coastal and marine sectors. This study focused on women’s perception of their role. It aimed to assess the women’s perception about their role and to analyze the relationship between internal and external factors with women’s perception about their role in cockle cultivator households. This study applied survey method with quantitative approach which is supported by qualitative information. The result of this study found that most respondents are in middle adulthood (31-50 years), have low education levels, low income levels, has a job as “ pengitri k”  and Bugis tribes.  The results of descriptive analysis showed that women’s perception of their role in the household tend to be less good, it means respondents did not have a conscious view of gender in almost aspects of household roles. The results of statistical analysis showed that internal factors which is income level and employment has significantly related to women’s perceptions about their role in the household. Another factors such as age, education, and income has not  significantly related to the women’ s  perception. External factors in this study such as husband’s age, husband’s education level and husband’s  income level is not significantly related to the women’s perception of their role in the household. Keywords: women’s p erception, cockle cultivator households, gender

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9690

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Impact of Socio-Economic and Socio-Ecologic due to Ecotourism in Halimun Salak National Park

Diah Irma Ayuningtyas, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Keberadaan ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di seluruh wilayah. Tujuan dari penelitian ini diringkas dalam dua pernyataan. Pertama, menentukan dampak sosio-ekonomi diterima oleh masyarakat lokal karena adanya ekowisata. Kedua, menentukan dampak sosio-ekologis yang diterima oleh daerah karena adanya ekowisata masyarakat. Hasil didasarkan pada dampak sosial ekonomi meliputi rumah tangga meningkat tingkat pendapatan, tingkat kerja sama, laju perubahan dan penilaian gaya hidup, tingkat komunikasi, persepsi warga terhadap wisatawan, tingkat kerja alokasi waktu dan tingkatan penduduk dalam kegiatan ekonomi. Dampak sosial-ekonomi tidak terlihat di Kampung Citalahab untuk ekowisata dan desa tertutup bagi wisatawan yang berkunjung. Sosial-dampak ekologis dapat dilihat tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi penelitian lokal, dan perumahan status. Kata kunci: ekowisata, dampak sosio-ekonomi, dampak sosio-ekologi

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9691

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Impact Tourism on off Farm Business and Employment Opportunities in Coastal Area

Dian Widya Setiyanti, Dwi Sadono

 

Abstract

 

The tourism has a very significant role in national economic development. Social changes occured as a result of direct contacts from tourism in tourist areas. One of consequence from the tourism activities is emergence of businesses and  employment  opportunities  which  can  encourage  local  economies.  The purpose of this research was to identify business and employment opportunities as a result of tourism activities at Pramuka Island and also to identify characteristics of the community. Another purpose is to analyze level of income, linkages between agricultural sector and nonagriculture sector, and transfer of resources (land) that arise due to tourism activities. The research methods are qualitative method which supported by quantitative methods. The results showed that tourism activities in Pramuka island has created business and employment opportunities for local community. Opportunities are predominantly used by natives. Tourism businesses and employment tend to be main livelihood of local people although their income are still at low-income levels. Linkage between agriculture sector and nonagriculture sector in Pramuka Island is shown by the increasing demand in fisheries sector as raw material for some businesses. Transfer of resources tends to occur among natives and there is one policy that prohibits people to build a building around the island ring road. Keywords : impact, tourism, business and employment opportunities.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9692

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Impact of Fisheries Ecolabelling in Ornamental Fisher

Humayra Secelia Muswar, Arif Satria

 

Abstract

 

Nelayan di Desa Les memiliki spesialisasi dalam menangkap ikan hias sejak tahun 1982 dengan menggunakan potasium sianida, setelah bertahun-tahun terumbu karang rusak parah. Kesadaran nelayan muncul untuk mengubah pola penangkapan ikan mereka menjadi lebih ramah lingkungan. Pada awal 2000, gerakan hijau ini diprakarsai oleh LSM mulai mengubah kondisi sistem perikanan Les. Masyarakat tradisional Bali dan kesadaran nelayan memiliki peran besar untuk mengontrol jalannya perlindungan terhadap perikanan berkelanjutan. Pada tahun 2006, sertifikasi ekolabel diperkenalkan kepada nelayan Desa Les. Itu diterapkan untuk dua tahun (2006-2008). Penelitian ini menganalisis pengaruh yang ekolabel sosial ekonomi bagi nelayan ikan hias. Kata kunci: nelayan ikan hias, ekolabel, perikanan berkelanjutan, Bali, Indonesia

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9693

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Women International Migration and Remittances in Pusakajaya Village

Tuty Irawaty, Ekawati Sri Wahyuni

 

Abstract

 

Migrasi internasional terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Bagi perempuan desa yang tidak memiliki banyak keterampilan, migrasi internasional adalah kesempatan emas untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka. Masalah ini sangat kompleks tapi menarik untuk dikaji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perempuan di desa pergi ke luar negeri untuk bekerja dan pemanfaatan remitansi dalam rumah tangga migran. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang merupakan penjelasan dan penelitian deskriptif. Penelitian daerah adalah Pusakajaya Desa, Subang, Jawa Barat, Indonesia. Berdasarkan temuan penelitian, ketersediaan lapangan kerja di daerah tujuan dan lahan pertanian terbatas di daerah asal menjadi faktor utama bagi perempuan di desa untuk bekerja di luar negeri. Pemanfaatan remitan di Desa Pusakajaya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, produksi, investasi di bidang pendidikan dan ekonomi, sedangkan alokasi investasi sosial tidak ditemukan. Pemanfaatan pengiriman uang oleh keluarga migran di Desa Pusakajaya membentuk pola umum dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan investasi pendidikan. Kata kunci: migrasi internasional, para pekerja migran perempuan, pengiriman uang.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9694

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Fishery Acess to Coastal Resources in Mining Area

Yossika Tantri Wandan Sari, Arif Satria

 

Abstract

 

Pembentukan daerah, yang didirikan dengan menentukan batas-batas yang dapat digunakan untuk mengatur kepemilikan sumber daya alam, adalah cara untuk menghindari konflik sumber daya alam. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk menganalisis partisipasi nelayan dalam menentukan wilayah pesisir di Kelurahan Cilacap; 2) untuk menganalisis dampak zonasi pesisir pada akses sumber daya alami alam nelayan di Desa Cilacap; dan 3) untuk menganalisis hubungan antara perubahan akses sumber daya alam nelayan dan konflik sumber daya di Desa Cilacap. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) kurangnya partisipasi nelayan dalam menentukan zonasi pesisir; 2) ada beberapa dampak dari zonasi yang mempengaruhi akses sumber daya alam nelayan; dan 3) faktor yang menyebabkan konflik di Desa Cilacap adalah pesisir polusi dari kecelakaan kapal tanker. Konflik di Desa Cilacap, yang disebabkan oleh pencemaran pesisir dari kecelakaan kapal tanker, memberikan baik dampak negatif dan positif bagi nelayan. Beberapa dampak negatif penurunan kepercayaan, masalah moral yang meningkat, dan penurunan produktivitas. Di sisi lain, dampak positif penguatan obligasi dalam kelompok nelayan, nelayan mampu beradaptasi dalam lingkungan, dan peningkatan pengetahuan nelayan lebih baik. Kata kunci: zonasi pesisir, akses sumber daya, konflik.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9695

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2011)

 

Participation in Economic Empowerment CSR Programme by PT Arutmin Indonesia

Rahmawati ., Titik Sumarti

 

Abstract

 

Penelitian ini difokuskan pada Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Ekonomi Pemberdayaan. Partisipasi merupakan salah satu aspek yang paling penting yang dapat mendukung keberhasilan program pengembangan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menganalisis tingkat kemauan, kemampuan, dan kesempatan dari peserta pada program pemberdayaan ekonomi; 2) menganalisis tingkat partisipasi dari peserta pada program pemberdayaan ekonomi; 3) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan, dan kesempatan dari peserta pada program pemberdayaan ekonomi; 4) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi dari peserta pada program pemberdayaan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Responden adalah peserta pada ekonomi program CSR pemberdayaan total responden adalah 60 orang. Responden dipilih secara purposive sampling. Pengolahan data kuantitatif menggunakan Crosstab dan Rank Spearman Uji Korelasi. Berdasarkan hasil analisis Crosstab dapat disimpulkan bahwa, pada program DPEM, tidak ada korelasi antara tingkat kemauan dan tingkat partisipasi, tapi ada hubungan antara tingkat kemampuan dan tingkat kesempatan dengan tingkat partisipasi, dan ada korelasi antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi. Pada program PPEM, tidak ada korelasi antara tingkat kemampuan dan tingkat partisipasi, ada korelasi antara tingkat kemauan dan kesempatan dengan tingkat partisipasi, dan tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat kemampuan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian, ada saran untuk Masyarakat Departemen, LPPM, dan Dompet Dhuafa Republika: mengadakan pelatihan pengembangan usaha bagi peserta pada program DPEM, pengetahuan semakin meningkat dan keterampilan peserta pada program PPEM, memperbaiki pola LPPM bantuan kepada peserta pada Program DPEM, memperkenalkan Program DPEM kepada masyarakat melalui sosialisasi langsung, meningkatkan partisipasi peserta pada program DPEM melalui peningkatan komunikasi dua arah antara perusahaan atau LPPM dengan peserta. Kata kunci: pemberdayaan ekonomi program CSR, partisipasi, dan kemampuan ekonomi

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.9696

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

Private Owned Timber Business In Peasant Household Livelihood Strategies (Case study : In the village of Curug, Jasinga Subdistrict, Bogor District)

Ahmad Aulia Arsyad

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peran usaha kayu rakyat dalam strategi nafkah
rumahtangga petani, di Desa Curug, Kabupaten Bogor. Faktor penting yang diketahui dapat memengaruhi usaha kayu rakyat adalah kelembagaan. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana peran kelembagaan dalam mendukung atau menghambat rumah tangga petani untuk mengakses usaha kayu kecil. Pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara mendalam digunakan sebagai pendekatan utama, pada pendekatan kuantitatif dengan instrumen kuesioner dan  tinjauan literatur  yang sesuai dengan kasus digunakan untuk mendukung data kualitatif. Usaha kayu rakyat tidak digunakan sebagai mata pencaharian utama disebabkan oleh berbagai alasan termasuk masa panen yang panjang, tidak dapat digunakan sebagai pendapatan harian, dan kepemilikan lahan yang sempit sehingga tidak bisa ditanam dalam skala besar. Petani cenderung untuk menjual kayu mereka masih dalam bentuk pohon, dan pembeli membeli secara borongan, atau membeli semua pohon berkayu di lahan publik menghiraukan umur pohon.

 

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9385

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

The Role of Child Labour in Small Industry of Sandals for Their Household Income and Children’s Welfare

Annisa Avianti, Martua Sihaloho

 

Abstract

 

Pekerja anak merupakan salah satu fenomena sosial yang ada bahkan menjadi kompleks. Pekerja anak
merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan di negara berkembang termasuk di dalamnya Indonesia. Anak-anak yang bekerja berperan dalam menyumbang pendapatan keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlibatnya anak-anak dalam dunia kerja juga memiliki dampak terhadap kesejahteraan anak. Permasalahan ini terjadi di Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong munculnya pekerja anak dan peranan dari anak yang bekerja terhadap pendapatan rumahtangganya serta kesejahteraan anak tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9386

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

Analysis of Household Livelihood Structure and Strategies of Farmers In Conservation Forest Areas, Case In The Village of Cipeuteuy, District Sukabumi

Novia Fridayanti, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Penduduk Desa Cipeuteuy masih menggantungkan kehidupan mereka dari kegiatan pertanian. Lahan yang digunakan adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan menggunakan prinsip pinjam pakai. Strategi nafkah warga yang tinggal di desa ini tidak hanya dari sektor pertanian, tapi juga sektor non pertanian. Terdapat berbagai cara penerapan struktur strategi penghidupan, mulai dari intensifikasi satu sektor, diversifikasi pendapatan atau pola nafkah ganda, rekayasa spasial atau migrasi. Namun, semua sektor  pendapatan tetap menggunakan modal. Kelima modal yaitu modal sumberdaya alam, modal sosial, modal manusia, modal finansial, dan modal fisik digunakan sebagai cara untuk mendukung keberlanjutan strategi nafkah mereka. Bahkan semakin lama, warga cenderung lebih bergantung pada sektor non petanian. Namun basis nafkah mereka adalah sebagai petani. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi transformasi sosial dimana nilai pertanian terhadap masyarakat telah menurun.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9388

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

The Effectiveness of Awig-awig in Livelihood Arrangements of Fishing Community in Kedonganan Beach

Tyas Widyastini, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menganalisis efektivitas Awig-awig pengaturan kehidupan
masyarakat nelayan. Awig-awig merupakan pranata sosial di Bali dan suatu peraturan yang dijalankan, awig-awig dibentuk oleh penduduk lokal sebagai pedoman untuk berperilaku dalam interaksi sosial. Awigawig terdiri dari sekumpulan aturan, tertulis atau tidak tertulis berlandaskan filosofi hindu Tri Hita Karana. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui te ntang pengetahuan, pemahaman dan implementasi nelayan terhadap awig-awig yang mengatur kehidupan masyarakat nelayan. Responden penelitian ini adalah nelayan lokal dan pendatang. Efektivitas awig-awig dapat diketahui dari jumlah pelanggaran aturan, saksi yang tegas, sosialisasi yang intensif, petugas yang melakukan kontrol, dan penghargaan terhadap nelayan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9389

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

Diaspora Madura : Social Capital Analysis in The Business in Informal Sector of Madura Migrants in Tanah Sareal Subdistrict, Bogor District, West Java

Yakob Arfin Tyas Sasongko, Ekawati S Wahyuni

 

Abstract

 

Madura merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Ciri migrasi yang dilakukan orang madura yakni pola afiliasi saluran migrasi. Di tempat tujuan, Migran Madura mengembangkan usaha pada sektor informal, yakni usaha dagang barang bekas. Modal sosial berperan pada usaha tersebut, sehingga usaha tersebut berkembang hanya diantara migran madura. Modal sosial terdiri dari jaringan,kepercayaan dan norma. Jaringan sosial migran Madura tergolong sempit, namun simpul yang paling berperan dalam perolehan bahan baku dan modal adalah teman kerja dan perkumpulan migran Madura. Tingkat kepercayaan yang dimiliki migran Madura tergolong rendah, Hal ini dikarenakan kepercayaan yang dibangun baik hanya pada sesama migran Madura, sementara kepercayaan migran Madura terhadap masyarakat setempat tergolong rendah. Peraturan yang harus ditaati oleh sesama migran Madura dalam menjalankan usaha sektor informal adalah sikap saling menghargai usaha yang dimiliki oleh orang madura lainnya. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari konflik yang dapat menurunkan solidaritas antar migran Madura. Namun walaupun migran Madura memilihi keterbatasan pada aspek keuangan dan modal manusia, usaha mereka tetap dapat tumbuh dan berkembang diantara sesama migran Madura dikarenakan modal sosial yang mereka miliki.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9390

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

Social Networks and Adaptation Strategy of Migrant From Lampung In The Village of Jayamukti, Center Cikarang Subdistrict, Bekasi District, West Java

Yessi Marga Safitri, Ekawati S Wahyuni

 

Abstract

 

Tingkat pertumbuhan penduduk meningkat secara cepat pada beberapa tahun terakhir menimbulkan permasalahan pada ketenagakerjaan. Pertumbuhan penduduk yang tidak didukung dengan peningkatan sumberdaya dan lapangan pekerjaan menambah jumlah pengangguran. Kondisi tersebut memacu penduduk untuk melakukan migrasi. Perpindahan penduduk dipengaruhi oleh faktor pendorong dari daerah asal, diantaranya yakni terbatasnya pekerjaan dan juga faktor penarik dari daerah tujuan, salah satunya lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Fenomena perpindahan penduduk di Indonesia umumnya membentuk siklus dimana migran yang kaya secara ekonomi dan sosial akan memengaruhi keluarga mereka, saudara atau teman untuk ikut bermigrasi. Situasi yang berbeda dan kondisi pada daerah tujuan mendorong mereka untuk beradaptasi sebagai strategi bertahan hidup. Jaringan sosial sangat penting bagi para migran di daerah tujuan.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9391

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 1 (2013)

 

Livelihoods Strategies in Kasepuhan Sinar Resmi of Gunung Halimun Salak National Park

Zuhaida Khoirun Niswah, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

 

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk melihat perubahan strategi nafkah pada masyarakat adat
Kasepuhan Sinar Resmi sebagai akibat dari perubahan akses terhadap sumberdaya alam. Metode penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan data kuantitatif pendukung. Pendekatan kualitatif, diperoleh melalui wawancara mendalam dengan narasumber yang digunakan untuk mengetahui perubahan akses sumberdaya alam masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum dan sesudah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sebagai  upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak Taman Nasional Gunung Salak yang dapat menjadi peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. Data kuantitatif dikumpulkan menggunakan metode survey dengan teknik purposive sampling dengan mengambil 30 rumahtangga sebagai responden. Kesimpulan dari penelitian ini, tidak terdapat perubahan pada strategi nafkah akibat berubahnya akses sumberdaya alam pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi dikarenakan perluasan Taman Nasional Gunung Salak.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9392

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

Type Repong Damar and Correlation with Gender Analysis among Repong Damar Farmer Households (Case in Pemangku 3 hamlet, Pekon Penengahan, West Lampung)

Dedi Kurniawan, Siti Sugiah Mugniesyah

 

Abstract

 

Dengan menggunakan gender dan konsep pengembangan, teori dan pendekatan, dan dengan mengacu pada
studi empiris tentang gender dan pembangunan dan repong damar, penelitian ini mengkaji analisis gender di antara repong damar rumah tangga petani di Pemangku 3, Pekon Penengahan, Lampung Barat. Penelitian ini menemukan bahwa sistem patricarchy di tanah kepemilikan pengaruh akses, kontrol, partisipasi dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan repong damar. Dalam hal akses, perempuan menyumbang sekitar: sepertiga di setiap darak dan kebun Tanaman tahap muda, salah satu sebagainya dari kebun ketidak campuran, seperlima di damar muda dan sekitar sepersepuluh di produktif repong. Karena relatif kuat dari pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin pada kegiatan repong damar menyebabkan pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami sangat dominan, kecuali pada beberapa kegiatan budidaya padi dan hortikultura. Kecuali untuk program reproduksi domain (PKK dan Posyandu), secara umum, tidak ada lakilaki dan perempuan yang berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Manfaat tertinggi atau pendapatan yang diperoleh oleh petani repong damar berasal dari kebun Tanaman muda (sekitar Rp. 27,5 juta) dan pendapatan terendah berasal dari darak (sekitar Rp. 9,9 juta).

Berdasarkan jenis kelamin, manfaat tertinggi yang diterima oleh perempuan berasal dari repong muda, sedangkan terendah berasal dari darak. Situasi ini sama dengan yang relatif tinggi pada rata-rata anggota rumah tangga (enam orang per rumah tangga) dapat menyebabkan kesejahteraan petani akan menurun di masa depan. Karena ketidakadilan gender dan ketidaksetaraan di repong damar kegiatan tidak tercapai lagi, adalah penting untuk melakukan pelatihan kesadaran gender dengan melibatkan semua stake holder, seperti desa, pemimpin adat (adat) institusi, pemerintah daerah serta organisasi non-pemerintah .

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9393

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

The Effect of Gender Inequality on Household Survival Strategies of Poor Agricultural Labourer in Cikarawang

Muhammad Septiadi, Winati Wigna

 

Abstract

 

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup
pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini juga menganalis pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan, pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi, dan pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup. Pengamatan dilakukan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dan berpengaruh dengan jumlah strategi bertahan hidup, ketimpangan gender  berhubungan dan berpengaruh dengan tingkat kemiskinan, dan tingkat kemiskinan berhubungan dan berpengaruh dengan strategi bertahan hidup.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9394

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

Gender Analysis in Women’s Group Saving and Loans Program (SPP)

Novia Indah Lestari, Ivanovich Agusta

 

Abstract

 

Program simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) merupakan program pengembangan ekonomi
yang diimplementasikan bagi perempuan. Analisis gender yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik Analisis Harvard untuk menganalisis profil aktivitas atau curahan waktu kerja responden berdasarkan kegiatan produktif, sosial, dan reproduktif, dan menganalisis profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis curahan waktu kerja laki-laki dan perempuan serta pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha pada rumah tangga, mengetahui pengaruh karakteristik responden terhadap curahan waktu kerja dan pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha, menganalisis kondisi sosial-ekonomi rumah tangga peserta SPP sebelum dan sesudah mengikuti program, dan mengetahui pengaruh curahan waktu kerja serta pola pengambilan keputusan rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha peserta SPP terhadap kondisi sosial-ekonomi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan dalam peminjaman dan pengelolaan usaha didominasi oleh perempuan.

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9397

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

Gender Analysis Of Village Agribusiness Development Program (Case Dry-Area Farming Village Agribusiness Development Program Participants in Cikarawang Village, District Dramaga, Bogor Regency, West Java)

Pulung Anggi Yuwono, Nuraini W. Prasodjo

 

Abstract

 

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan strategi untuk mengatasi kemiskinan
dan membuat usahatani di desa, mengurangi kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, serta kesenjangan di antara sub-sektor. Tujuan penelitian adalah: (1) mengetahui tingkat akses, kontrol dan manfaat yang dinikmati peserta program dari komponen program pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (permodalan, pelatihan dan pendampingan), (2) menganalisis tingkat kesetaraan  gender dalam hal akses, kontrol manfaat yang dinikmati dari komponen program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (permodalan, pelatihan dan pendampingan), dan (3) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan rumah tangga peserta dengan tingkat akses, kontrol dan manfaat yang dinikmati dari komponen program pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (permodalan, pelatihan dan pendampingan). Peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dalam bentuk survei dan didukung dengan data kualitatif. Analisis gender adalah upaya untuk mengidentifikasi dan memahami pola pembagian kerja, distribusi otoritas (keputusan mengambil pola) antara laki-laki dan perempuan, baik pola hubungan sosial, dan pengaruh atau manfaat dari kegiatan pembangunan untuk pria dan wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga (luas lahan kering yang dikuasai) berhubungan nyata/signifikan (secara  negatif) dengan tingkat akses dari komponen program  PUAP. Hal ini berarti bahwa semakin sempit lahan kering yang dikuasai maka akan semakin akses terhadap program PUAP. Karakteristik rumah tangga (status ekonomi rumah tangga) berhubungan nyata/signifikan (secara positif) dengan tingkat kontrol dari komponen program  PUAP. Hal ini berarti bahwa semakin kaya (tidak miskin) maka semakin kontrol terhadap program PUAP. Individual karakteristik (tingkat pendidikan formal dan luas lahan kering yang dikuasai) tidak memiliki korelasi yang nyata/signifikan dengan tingkat akses, kontrol, dan manfaat menikmati komponen program dari PUAP. Karakteristik rumah tangga (luas lahan kering yang dikuasai) tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat kontrol dan menikmati manfaat dari komponen program PUAP. Selain itu, karakteristik rumah tangga (status ekonomi rumah tangga) tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat akses dan menikmati manfaat dari komponen program PUAP.

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9399

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

Gender Role in Fisheries’s Household in Tanjung Pasir Village, Teluknaga Subdistrict, Tangerang District

Siti Maulina Nuryani Karnaen, Siti Amanah

 

Abstract

 

Tanjung Pasir adalah salah satu daerah pantai di kecamatan Tangerang dimana mayoritas masyarakatnya
bekerja di bidang perikanan. Terdapat tiga aktivitas yang dilakukan oleh nelayan di Tanjung Pasir yaitu melaut, pengolahan, dan pembenihan oleh wanita dan laki-laki. Bermacam-macam program telah dilakukan, tetapi masalah gender dalam rumah tangga masih belum terselesaikan. Tujuan penelitian untuk mengetahui peran gender dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga perikanan. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam dengan anggota rumah tangga perikanan. Faktorfaktor karakteristik rumah tangga dan kondisi sosial ekonomi memiliki hubungan dengan peran gender dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga perikanan.

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9400

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 2 (2013)

 

Women’s Perception of Environmental and Waste Management Participation in Household (The Case of Babakan Village, District Dramaga, Bogor Regency, West Java Province)

Yulanda Chaesfa, Nurmala K. Pandjaitan

 

Abstract

 

Partisipasi perempuan dalam pengelolaan limbah domestik diperlukan untuk menciptakan kualitas
lingkungan yang baik. Namun, untuk membuat partisipasi efektif diperlukan informasi terkait persepsi mereka tentang lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui persepsi perempuan tentang lingkungan, mengidentifikasi partisipasi perempuan dalam kegiatan pengelolaan limbah domestik, dan mengidentifikasi hubungan antara persepsi perempuan tentang lingkungan dan partisipasi mereka dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Ada 30 orang di kampung yang menjadi responden penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi perempuan tentang lingkungan dalam tingkat baik. Persepsi mereka tentang lingkungan memiliki empat variabel yaitu definisi lingkungan, hubungan antara manusia dan lingkungan, posisi manusia dalam lingkungan, dan masalah lingkungan yang terjadi di sekitar responden. Tingkat partisipasi perempuan dalam pengelolaan sampah rumah tangga adalah rendah. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara semua variabel persepsi dengan tingkat partisipasi.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i2.9401

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 3 (2013)

 

Influencing Nature Tourism Park of Pangandaran to The Social Life of Local Communities

Dini Dhalyana, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

 

Penelitian ini dilakukan selama bulan April 2012 di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini, pertama mengidentifikasi  jenis-jenis pekerjaan yang tumbuh di TWA Pangandaran akibat adanya kegiatan pariwisata. Kedua, menganalisis kontribusi pekerjaan di sektor pariwisata dalam menyumbang pendapatan rumah tangga pelaku usahanya. Ketiga, menganalisis pengaruh kegiatan pariwisata terhadap kehidupan sosial penduduk lokal. Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Sekitar 63 responden rumahtangga yang diwawancarai berasal dari jenis pekerjaan yang berbeda. Selama pengambilan data dilakukan wawancara mendalam yang didukung dengan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan sektor pariwisata di Pangandaran telah menciptakan lapangan pekerjaan terutama terhadap total pendapatan rumah tangga penduduk lokal. Sementara pada pola kerjasama antar sesama pelaku usaha, keberadaan industri pariwisata mempererat hubungan diantara pelaku usaha. Namun disisi lain, aktivitas wisata di Pangandaran memberikan pengaruh lain kehidupan masyarakat, seperti perubahan gaya hidup dan perilaku menyimpang.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i3.9402

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 3 (2013)

 

Relationhip between Fishers in Jepara and Karimunjawa to Use Fisheries Resource in Karimunjawa Nasional Park

Fevrina Leny Tampubolon, Arif Satria

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis pengelolaan
sumberdaya perikanan oleh Taman Nasional Karimunjawa dan Pemerintah Lokal Jepara; (2) untuk mengidentifikasi dan menganalisis modal sosial menyambung antara nelayan di Karimunjawa dan Jepara; (3) untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis hubungan antara modal sosial dan pandangan konflik antara nelayan di Karimunjawa dan Jepara. Modal sosial menyambung terdiri dari tiga aspek,  jaringan diluar komunitas, keikutsertaan dan keanggotaan dalam kelompok diluar komunitas, dan tingkat kepercayaan terhadap komunitas luar. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial menyambung dan pandangan konflik. Rendahnya modal sosial menyambung antara nelayan Karimunjawa dan Jepara menyebabkan tingginya pandangan konflik diantara nelayan.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i3.9403

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 3 (2013)

 

The Influencing Factors of Access and Control Men and Women in Community Forest Resources Management

Fitria Rahmawati, Melani Abdulkadir-Sunito

 

Abstract

 

Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan  profil aktivitas laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduktif,
produktif dan sosial kemasyarakatan, mendeskripsikan profil akses dan kontrol laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan rakyat, membandingkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap akses dan kontrol laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan rakyat. Responden adalah petani rumah tangga dan buruh tani yang bekerja di hutan rakyat. Penelitian ini mengindikasikan bahwa dalam  kegiatan reproduktif, perempuan pada rumahtangga buruh tani memiliki curahan waktu lebih tinggi daripada perempuan pada rumah tangga petani dan dalam kegiata produktif laki-laki pada rumahtangga buruh tani memiliki curahan waktu lebih tinggi daripada laki-laki pada rumahtangga petani. Faktor penguasaan lahan rumahtangga,  keikutsertaan suami-istri dalam kegiatan kelompok dan pengetahuan lokal suami istri dalam budidaya tanaman di lahan hutan mempengaruhi akses kontrol pada rumahtangga petani terlebih pada laki-laki sedangkan pada rumahtangga buruh tani faktor-faktor tersebut tidak mempengaruhi akses dan kontrol atas sumberdaya dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i3.9404

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 3 (2013)

 

Conversion of Agricultural land and Farmer’s Attitude at Cihideung Ilir Village Bogor Counties

Hilda Nurul Hidayati, Rilus A. Kinseng

 

Abstract

 

Penelitian ini menunjukan bahwa pola konversi sebagian besar terjadi secara cepat dengan penggantian
penguasaan lahan ke lain pihak.  Konversi lahan pada umumnya digunakan untuk perumahan. Faktor-faktor yang memengaruhi konversi lahan dapat dikategorikan dalam faktor internal diantaranya kebutuhan ekonomi yang mendesak, dan keinginan untuk merubah nasib, dan faktor eksternal yakni pertumbuhan penduduk, dan kebijakan pemerintah. Dampak dari konversi lahan terhadap kondisi sosial ekonomi petani antara lain, berkurangnya hasil sawah, penurunan pendapatan petani, berkurangnya ketahanan pangan keluarga, berkurangnya peluang kerja dalam pertanian, sulitnya akses petani terhadap lahan, dan lainnya. Akan tetapi terdapat juga dampak positif dari konversi lahan yakni pembangunan perumahan bisa jadi menunjukan perkembangan ekonomi pedesaan. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian tidak memiliki hubungan dengan karakteristik individu, yakni jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga, tingkat pendapatan,  serta luas dan pengusaan lahan.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i3.9405

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 1 Nomor 3 (2013)

 

The Relationship between Role of the Stakeholders and Community participation in Agropolitan Program in Karacak Village, Leuwiliang Subdistrict, Bogor District

Siska Oktavia, Saharuddin .

 

Abstract

 

Agropolitan merupakan suatu program yang bertujuan untuk mengurangi perbedaan antara perkotaan dan
pedesaan. Program ini diterapkan melalui pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan pertanian, pengembangan modal dan peningkatan faislitas infrastruktur. Terdapat tiga tujuan pada peneltian ini yaitu, untuk menganalisis tingkat dan bentuk partisipasi masyarakat dalam program agropolitan, untuk menganalisis peran stakeholders dalam program agropolitan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, dan untuk menganalisis hubungan antara peraturan pengambil kebijakan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekata metode kuantitatif dan kualitatif dengan alat bantu kuesioner dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat secara keseluruhan program agropolitan berada pada tahap tokenisme yang memiliki kesempatan untuk berpendapat. Hasil dari pengujian klarifikasi hipotesis menunjukkan terdapat hubungan antara peran stakeholders dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program agropolitan. Sehingga, semakin tinggi tingkat peran stakeholders akan semakin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v1i3.9407

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

The Paguyuban Petani’s Movement Versus The State and The Impact to Sukamulya Community’s Welfare

Dinna Amalia Rahmah, Endriatmo Soetarto

 

Abstract

 

Konflik agraria terjadi karena perbedaan kepentingan antara dua atau lebih aktor terhadap sumber agraria. Konflik agraria yang terjadi di Desa Sukamulya karena perselisihan antara masyarakat dan perwakilan negara, Lanud Atang Sandjaya TNI-AU. Lanud Atang Sandjaya mengklaim dan mengambil alih tanah masyarakat dan membuat masyarakat harus berjuang kembali melalui gerakan Paguyuban Petani. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengembalikan hak atas tanah kepada masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat membuat Paguyuban Petani menjadi isu nasional seperti; kepemimpinan, kolektivisme, dan kegiatan Paguyuban Petani, serta dukungan dari orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tingkat Paguyuban Petani yang sukses dan kesejahteraan masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paguyuban Petani memiliki hubungan yang sangat lemah dengan kesejahteraan ekonomi masyarakat, tetapi memiliki hubungan yang cukup kuat dengan kesejahteraan sosial masyarakat di Desa Sukamulya.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9408

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

Status of Work on Farms Dairy Cattle and with Respect to the Level of Welfare

Eva Masrivah Febriani, Saharuddin .

 

Abstract

 

Sumber nafkah sebagian warga di Desa Situ Udik adalah berasal dari peternakan, hal tersebut didukung oleh adanya pengembangan kawasan usaha peternakan atau KUNAK KPS Bogor. Pada kawasan peternakan ini terdapat beragam status pekerjaan serta berbagai strategi nafkah yang rumah tangga pilih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Status pekerjaan serta strategi nafkah yang dipilih rumah tangga pada peternakan sapi perah ini bisa jadi ada hubungannya dengan ketersediaannya livelihood asset peternak yang berupa modal alam, modal fisik, modal manusia, modal finansial dan modal sosial. Berbagai status pekerjaan itu pula tentunya akan memengaruhi taraf hidup atau tingkat kesejahteraan rumah tangganya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status pekerjaan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga pada peternakan sapi perah kawasan usaha peternakan KPS Bogor. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif didukung dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan memengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga dan  tingkat kesejahteraan rumah tangga pada peternakan sapi perah ini tergolong tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9409

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

The Livelihood Reselience of Farmer Household In Rob Disaster-Prone Areas at Kampung Laut Subdistrict, Cilacap District

Sylsilia Trinova Sembiring

 

Abstract

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan adopsi resiliensi nafkah rumahtangga petani yang
dihubungkan dengan modal rumahtangga. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan bagaimana sector pertanian dan non pertanian dapat mempengaruhi strategi nafkah dan pendapatan rumahtangga di Desa Klaces dan Lampung pucuk. Penelitian ini menggabungkan pendekatan kuantitatif menggunakan metode kuesioner dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa modal rumahtangga yang dimanfaatkan petani di kedua desa sangat memengaruhi aktivitas rumahtangga mereka. Berdasarkan tiga bentuk aspek strategi nafkah, terdapat perbedaan antar kedua desa. Desa Klaces didominasi oleh sektor non-farm, Disisi lain Desa Lempong Pucung didominasi oleh sektor off-farm. Jumlah sumbangan terhadap sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan sektor non pertanian.

 

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9410

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

Agrarian Structure Change and Its Implications for Rural Farmers Movement (Character Analysis Jasinga Farmers Association Forum Post PPAN)

Sari Lestari, Heru Purwandari                                   

 

Abstract

 

Masyarakat Curug dan Tegal Wangi memiliki masalah yang berkaitan dengan pendudukan lahan. Dua
aspek yang berubah setelah penurunan pendudukan lahan adalah penurunan kepemilikan lahan dan tingkat pendapatan. Munculnya Forum Paguyuban Petani Jasinga merupakan bagian dari strategi mereka untuk menanggulangi masalah di atas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh agraria terhadap perubahan struktur karakter organisasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh perubahan status sosial ekonomi dengan dimensi gerakan petani. Di sisi lain, dimensi gerakan petani memiliki pengaruh dalam karakter petani gerakan.

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9411

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

The Influence of Economic Family State towards Motive of Early Marriage in Rural Area

Wulandari ., Sarwititi Sarwoprasodjo

 

Abstract

 

Pernikahan di bawah umur bagi wanita berhubungan dengan kondisi fisik sbagai tingkatan kesiapan mental
yang belum mencapai kematangan termasuk pembentukan identitas diri dan identitas sosial sebagai remaja yang notabene dalam masa pencarian identitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi motif dan faktor-faktor yang mempengaruhi aspek pernikahan dini yang terjadi, serta menganalisis hubungan ke arah pembentukan identitas. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan 30 responden. Pengujian pengaruh antara variabel faktor awal menikah terhadap motif awal menikah dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda sedangkan pembentukan identitas diuji melalui pendekatan deskripsi atau kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan dini terjadi dengan motif remaja untuk memenuhi keamanan, sosial, dan harga diri. Pembentukan identitas terkait pada masa remaja yang menikah dini adalah identitas pembentukan diri yang kuat dan identitas sosial formasi yang lemah.

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9412

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 1 (2014)

 

The Livelihood Resilience of Forest Community Farmer Household in Giriwoyo, Wonogiri

Yudhistira Saraswati, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Hutan rakyat merupakan pengelolaan hutan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologi tetapi juga
aspek ekonomi, hutan rakyat sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan pendapatan dan mengembangkan kesejahteraan petani. Rumah tangga petani hutan rakyat tidak hanya memanfaatkan modal alam dalam aktivitas penghidupan, tetapi juga menggunakan modal yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Metode yang digunakan yakni kombinasi dari pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesionerdan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk resiliensi yang diterapkan rumahtangga untuk membentuk modal (livelihood asset). Resiliensi diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk bertahan menghadapi guncangan atau krisis. Hasil dari penelitian ini adalah resieliensi dipengaruhi oleh kepemilikan modal dan pendapatan rumahtangga. Modal rumahtangga digunakan oleh rumahtangga petani sebagai strategi nafkah, hingga dapat membangun resiliensi rumahtangga.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i1.9413

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 2 (2014)

 

Social Network Analysis in Farmers Group (Gapoktan) of Tani Berkah

Asri Sulistiawati, Djuara P Lubis

 

Abstract

 

Penelitian ini menyajikan analisis jaringan sosial dalam kelompok tani. Tujuan dari penelitian ini adalah:
(1) Menganalisis struktur komunikasi dalam jaringan sosial gapoktan. (2) Mengidentifikasi jaringan komunikasi interpersonal dalam kelompok tani, dan (3) Menganalisis hubungan karakteristik individu dengan jaringan komunikasi interpersonal. Berdasarkan hasil uji korelasi dengan karakteristik individu dan jaringan komunikasi interpersonal, menunjukkan bahwa: (1) variabel karakteristik sumberdaya individu yang berhubungan secara nyata dengan derajat sentralitas meliputi umur, skala usaha dan tingkat kepemilikan media massa. Sementara itu, tingkat pendidikan formal, status bekerja dan lama usaha tidak berhubungan secara nyata dengan derajat sentalitas. (2) Varibel karakteristik sumberdaya individu yang berhubungan nyata dengan tingkat kedekatan, meliputi umur dan tingkat kepemilikan media massa. (3) Variabel karakteristik sumberdaya individu yang berhubungan nyata dengan tingkat kebersamaan antara lain, umur, tingkat pendidikan formal dan tingkat kepemilikan media massa.

 

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.9415

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 2 (2014)

 

Actor Ideology and Public Perception of Sand Mining Impacts on Rural Galunggung Mountain

Faris Rahmadian, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Pasca erupsi, kawasan Gunung Galunggung  merupakan  salah satu kawasan yang  menjadi arena  besar pertarungan kepentingan antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Objek pasir yang berlimpah menjadikan pertambangan skala besar hadir dan berimplikasi secara esensial terhadap kehidupan masyarakat lokal yang tidak  hanya  berada  dekat  dengan  kawasan  pertambangan,  namun  juga  berada  jauh  dengan  lokasi pertambangan. Terlebih diketahui bahwa ideologi masyarakat yang menekankan pada kesejahteraan dan populisme, berbanding terbalik dengan ideologi swasta dan pemerintah yang menekankan pada profit dan pembangunan.  Dampak  negatif  dan  positif  aktivitas  pertambangan  mulai  secara  nyata  dirasakan  oleh masyarakat, diantaranya seperti degradasi kualitas air, tingkat pendapatan atau konflik yang secara krusial merepresentasikan  respons  masyarakat  terhadap  keberadaan perusahaan pertambangan  pasir  yang  telah hampir tiga puluh tahun mengeruk kawasan ini.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.9416

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 2 (2014)

 

Bussiness and Job Opportunities Due to The Presence of Tourist in Tugu Community

Melly Amalia, Titik Sumarti

 

Abstract

 

Kehadiran wisatawan Arab di Tugu adalah untuk mengisi waktu luang mereka. Tanpa disadari, kehadiran
wisatawan Arab dalam masyarakat Tugu memiliki dampak pada peluang bisnis dan peluang kerja di masyarakat pedesaan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penelitian, seperti 1) bagaimana kehadiran wisatawan Arab di Tugu Desa, 2) apa perubahan dalam aktivitas mata pencaharian ke commnity Tugu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peluang bisnis dan peluang kerja di masyarakat pedesaan, karena kehadiran turis Arab, seiring dengan perkembangan industri pariwisata. Responden terdiri dari aparat desa, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat Tugu. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi. Lokasi penelitian di Desa Tugu Cisarua sub, Kabupaten Bogor – Jawa Barat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Pada akhirnya, Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Arab Tourist memberikan peluang usaha dan lapangan kerja, mengakibatkan perubahan tingkat ekonomi di masyarakat.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.9417

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 2 (2014)

 

Impacts of Megapolitan Development on Socio-Economic and Ecological Change of the Local Community

Rimarty Anggun Widiatri, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

Skema perencanaan pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan perkotaan seperti kota Mamminasata jelas mempengaruhi perubahan sosial dalam masyarakat setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis dampak pembangunan Mamminasata menjadi sosio-ekonomi, sosio-budaya dan sosio-ekologis pada masyarakat setempat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) konversi lahan dan transaksi lain dan komposisi dalam mengambil hunian di perkotaan dengan masyarakat lokal Samata dan Borongraukang memiliki peningkatan masing-masing. (2) Masyarakat lokal dari Samata lebih dipengaruhi oleh keberadaan penduduk perkotaan lebih dari Borongraukang, yang bisa membawa deklinasi kolektivitas antara masyarakat setempat. (3) Perubahan Sosial ekologi akibat dari konversi lahan, gangguan penyaluran air irigasi dan proses kering gabah (padi) adalah bentuk keterasingan terhadap masyarakat setempat (4) Ketergantungan pada sisi lain telah menyebabkan negara keterbelakangan dalam perbedaan sosial, munculnya komunitas individu (Gesselschaft), difusi lembaga perkotaan dan ketergantungan akses permodalan di daerah perkotaan.

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.9418

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 2 (2014)

 

The Role of Paguyuban in Rural Development

Zessy Ardinal Barlan, Lala M. Kolopaking

 

Abstract

 

Balikpapan merupakan daerah dengan masyarakat yang multietnik. Konsekuensi dari masyarakat beragam tersebut tentunya berdampak pada cukup banyak muculnya paguyuban etnis. Masingmasing paguyuban etnis ini memiliki norma dan nilai yang mempengaruhi individu dalam berprilaku dan mengambil keputusan. Oleh sebab itu penting untuk melihat bagaimana pengaruh paguyuban etnis dalam mendorong terbentuknya pilarisasi masyarakat dan dampaknya pada pembangunan desa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian dekriptif dan eksplorasi. Kehadiran paguyuban pada dasarnya memperkuat identitas etnik dan mendorong terjadinya pilarisasi masyarakat. Selain itu paguyuban etnis juga mendorong pembangunan kawasan desa melalui elit-elit yang tergabung di paguyuban tersebut untuk kepentingan etnisnya dan menjadi sarana pengaman bagi masyarakat miskin yang tidak bisa menerima manfaat langsung dari pembangunan kawasan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i2.9419

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

Influencing of Organizational Climate Communication to Job Performance in Situ Udik Rural Government

Ahmad Fauzi, Sarwititi Sarwoprasodjo

 

Abstract

 

Permintaan terhadap pelayanan umum guna memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini semakin menjadi isu
yang semakin berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis iklim komunikasi organisasi, menganalisis praktik penerapan tata kelola pemerintahan yang baik, kinerja aparatur, dan  menganalisis
pengaruh iklim komunikasi terhadap kinerja aparatur di lingkungan Pemerintahan Desa Situ Udik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif untuk 69 responden melalui metode penelitian sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iklim
komunikasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur, terutama pada variabel kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas. Aspek penerapan tata kelola pemerintahan yang baik berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur pada seluruh variabel (keterbukaan, tanggung jawab, dan hukum). Berdasarkan hasil uji analisis regresi statisti, nilai alpha < 0.05 yang menunjukkan bahwa iklim komunikasi organisasi berpengaruh 33.8 persen terhadap kinerja aparatur dan praktik peneraan tata kelola yang baik berpengaruh 16.9 persen terhadap kinerja aparatur

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9420

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

Relationhip Between a Type of Leadership Head of Village with The Quality of Village Service

Bebby Olivianti, Lala M. Kolopaking

 

Abstract

 

Gaya kepemimpinan direktif dan konsultatif diterapkan oleh kepala desa dan disesuaikan untuk
permasalahan. Tipe direktif digunakan ketika melimpahkan tugas kepada petugas desa. Tipe konsultatif digunakan dalam mengarahkan pekerja ketika memberikan pelayanan publik. Tujuan penelitianini adalah menganalisis hubungan antara tipe kepemimpinan kepada desa dengan kualitas pelayanan publik. Metode penelitian yang digunakan adalah accidental sampling dengan total responden sebanyak 60 orang. Pengolahan data menggunakan uji korelasi rank-spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultatif dapat meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat. Hal ini dibuktikan  sebesar 80 persen responden menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan konsultatif dengan kualitas pelayanan publik.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9421

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

Community Based Ecotourism influence the condition of Ecology, Social, and Economic Batusuhunan village, Sukabumi

Emma Hijriati, Rina Mardiana

 

Abstract

 

Ekowisata adalah perjalanan wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat setempat. Peran aktif dalam mengelola potensi ekowisata ini penting karena pengetahuan alam dan potensi budaya memiliki nilai jual sebagai daya tarik ekowisata. Perkembangan ekowisata mempengaruhi masyarakat pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis  perubahan  kondisi  ekologi, sosial, dan ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran ekowisata berbasis masyarakat Batusuhunan memberikan perubahan bagi masyarakat terutama dalam aspek ekologi dan sosial. Pada aspek ekologi, penduduk telah memiliki kesadaran untuk melindungi lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya dan mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Dalam aspek sosial, terjadi peningkatan kerjasama masyarakat terutama di bidang ekowisata. Kegiatan sosial di masyarakat sering diadakan sejalan dengan perkembangan ekowisata. Pada ekonomi, kesempatan kerja yang berasal dari sektor ekowisata bisa menjadi penghasilan tambahan bagi keluarga. Namun, perubahan dalam standar hidup tidak dapat dirasakan oleh masyarakat Batusuhunan karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan selama sekitar 3 tahun.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9422

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

Effectiveness of Social Media for Social Movements of Environmental Conservation

Dea Rizki Kapriani, Djuara P Lubis

 

Abstract

 

Media sosial telah menjadi salah satu media untuk kampanye gerakan sosial pelestarian lingkungan.
Organisasi KeSeMaT sebagai organisasi pelestarian mangrove yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melalui aktivitas online dengan menggunakan @KeSEMaTdan aktivitas offline. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlibatan followers akun @KeSEMaT dalam media sosial dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya, untuk mendeskripsikan efektivitas akun @KeSEMaT dalam menyebabkan perubahan perilaku followers dan analisis hubungannya dengan keterlibatan dalam media sosial, dan menganalisis keterlibatan followers akun @KeSEMaT dalam kegiatan offline dan analisis hubungannya dengan perubahan perilaku. Fokus penelitian ini adalah follower akun @KeSEMaT. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingginya keterlibatan dalam media sosial dapat mempengaruhi partisipasi dalam kegiatan KeSEMaT.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9423

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

Relationship Between The Principles Implementation Level of Community Development with The Success of CSR Programs PT Pertamina

Mutmainna ., Titik Sumarti

 

Abstract

 

Penerapan (CSR) merupakan suatu keharusan bagi perusahaan sebagai ungkapan kepeduliannya terhadap
kehidupan sosial dan lingkungan atas pencapaian keuntungan ekonomi. Salah satu bentuk penerapan CSR adalah pemberdayaan ekonomi lokal. Penelitian ini untuk menganalisis hubungan tingkat penerapan prinsip pengembangan masyarakat dengan keberhasilan program CSR PT Pertamina. Penerapan prinsip tingkat pengembangan masyarakat diperhitungkan melalui indikator kesesuaian program dengan kebutuhan peserta, bimbingan program dan partisipasi dalam program pengembangan ekonomi lokal. Indikator pencapaian Penerapan prinsip pengembangan masyarakat dalam program pemberdayaan ekonomi lokal, dilihat dari: tingkat partisipasi peserta dalam KUB, tingkat pendapatan peserta program dalam setahun dan tingkat keragaman nafkah peserta program. Penelitian dilakukan di Desa Balongan dan Majakerta, Indramayu menggunakan metode survey dengan 60 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) tingkat penerapan prinsip pengembangan masyarakat berada pada tingkat medium; (2) tingkat partisipasi non peserta dalam KUB masih rendah; tingkat pendapatan individu berada pada tingkat pendapatan rendah dan menengah; keberagaman tingkat pendapatan masih tinggi; (3) tingkat penerapan prinsip pengembangan masyarakat berhubungan positif dengan tingkat partisipasi di KUB; berhubungan negatif dengan tingkat pendapatan individu; berhubungan negatif dengan keragaman tingkat pendapatan peserta program.

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9424

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

The Leadership Role of Farmer Groups and Effectiveness of the Farmers Empowerment

Rika Mutmainah, Sumardjo .

 

Abstract

 

Ketidakberdayaan petani disebabkan karena petani tidak cukup mampu untuk menggunakan peralatan

produksi secara optimal. Ketidakberdayaan juga disebabkan oleh kurang kompetensinya petani dalam memasarkan produk pertaniannya. Melalui kelompok tani, pemerintah telah melakukan proses pengajaran yang potensial dan pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas hidup petani. Dalam proses pemberdayaan kelompok tani ini, membutuhkan peran pemimpin untuk mendorong aktivitas pemberdayaan. Pemimpin memiliki peran yang penting untuk mempengaruhi dan memotivasi petani untuk mencapai tujuannya secara bersama-sama melalui kelompok tani. Tujuan penelitian ini. yaitu untuk menganalisis hubungan antara kepemimpinan dengan proses pemberdayaan kelompok tani, menganalisis hubungan antara proses pemberdayaan dengan tingkat pemberdayaan, juga menganalisis hubungan antara faktor pribadi dan faktor lingkungan dengan proses pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah survey yang didukung  pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam kepada narasumber. Hasil penelitian ini diolah menggunakan Rank Spearman dan Chi-Square. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Bina Sejahtera di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Bogor dan Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif  nyata antara kepemimpinan dengan proses pemberdayaan, sementara proses pemberdayaan tidak berhubungan positif nyata dengan tingkat pemberdayaan. Beberapa faktor pribadi menunjukkan hubungan positif nyata dengan tingkat pemberdayaan.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9425

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 2 Nomor 3 (2014)

 

The Local Institutional Effectiveness in the Democratic’s Practice at the Desa Kelangdepok, Pemalang, Central Java

Sofi Nur Ariyati, Sofyan Sjaf

 

Abstract

 

Efektivitas kelembagaan desa dalam praktik pemilihan kepala daerah dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
faktor kelembagaan, faktor anggota kelembagaan, faktor sarana/fasilitas pendukung, dan faktor sosialmasyarakat. Pada efektivitas kelembagaan, faktor mana yang lebih berpengaruh pada tingkat efektivitas. Kemudian, pada masing-masing tingkatan dan keseluruhan praktik pemilihan kepala daerah, akan terlihat faktor yang paling dominan. Akan terlihat bahwa keanggotaan kelembagaan adalah faktor yang paling efektif diantara anggota formal dan informal. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor anggota kelembagaan mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap tingkat efektivitas. Pada tahap persiapan, faktor yang memiliiki pengaruh paling signifikan adalah faktor sarana/fasilitas pendukung. Sementara itu, pada tahap penerapan. Keempat faktor tersebut tidak berpengaruh signifikan. Untuk keseluruhan praktik, faktor sarana/fasilitas pendukung merupakan faktor yang paling berpengaruh sama seperti pada tahap persiapan. Kinerja anggota yang lebih efektif pada keseluruhan praktik adalah anggota formal. Berdasarkan hasil penelitian, anggota informal diperkirakan menjadi lebih dilibatkan lagi dan anggota formal kinerjanya lebih ditingkatkan.

 

 

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v2i3.9426

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

The Influence of Livelihood Assets in Livelihood Resilience Farm Household at Sukabakti Village, Bekasi

Fatimah Azzahra, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

 

The purpose of this study was to analyze the use of livelihood assets by farm household and their influence o n  th e leve l o f fa rm  h o u seh o ld ’s res ili en ce a t S u kab a kti villa g e.  Fa rm  h o u seh o ld  wa s d i vid e d  in to  t wo  a rea s  that was farm household in the flood area and farm household in the not flood area. In addition, the research also view structure a living that on farm, off farm, and non farm built by farm household in two areas. This study combined quantitative approach using questioner method and qualitative approach using depth interview method. The result of these study explained livelihood asset used by farmers in Sukabakti village highly influencin g  th eir resil ien ce ’s le vel.   There are significant differences between the two areas where farm household in the flood area are dominated in non farm sector, while in the not flood area are d o m ina ted  o n  fa rm  an d  o ff fa rm  secto r.  T h e lev el o f h o u seho ld ’s resil ien ce in  th e n o t flood  a rea  is h igh er  than farm household in the flood area.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9427

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

The Changes of Social Culture and The Level of Migrant Welfare Batak Who Worked in The Informal Sector in Bogor

Fuad Habibi Siregar, Rilus A. Kinseng

 

Abstract

 

The purpose of this research is to analyze the changes of social culture and the level of migrant welfare Batak who worked in the informal sector in the city of Bogor. This research provides a combination of qualitative and quantitative approaches. The qualitative approach is obtained from the results of the indepth interviews. Quantitative survey method using approaches that take the 35 respondents. There is no society which does not suffer changes Migrant Batak is no exception. Changes that occur on the migrants include Batak culture and social change in the level of well-being. Social change include the interactions he does as well as relations with his family before and after becoming migrants. Culture change includes the values of religion, customs and mindset towards material and individualist attitudes. The welfare changes include income levels, access to medical services as well as housing conditions and ownership of the valuables owned by migrant Batak before and after become migrants in the informal sector.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9428

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

Mining and Structural Poverty of Islet Community (A Case Study of Community Sarakaman, Kotabaru, South Kalimantan)

Lukman Hakim, Rilus A. Kinseng

 

Abstract

 

This research was conducted in the village of Sarakaman, District of Sebuku Island, Kotabaru, South Kalimantan. There are two mining industry corporations in Sebuku Island. They are PT Bahari Cakrawala Sebuku (PT BCS) and PT Sebuku Iron Lateritic Ores (PT SILO). PT BCS was established since 1997 and PT SILO was established 2004. In 2010 PT BCS and PT SILO expand the exploitation area in Sarakaman. Sarakaman community was the subject of this research. The purpose of this research were: (1) To analyze the process of mining industrialization in Sebuku Island and (2) To analyze the dynamics of the community poverty as the impact of mining industrialization in Sebuku Island. The data were collected through participant observation, indepth interviews, focus group discussions, the study of literature/documents and participation in community activities. This research concluded: (1) permits of mining industry corporations given by local government without local communities agreement, (2) compensation of land acquisition and residential communities conducted by mining industry corporations was fairly large, but not comparable to the community socio-economic sustainability, (3) Acquisition of land and residential communities by mining industry corporations reduce the accessibility of resources agrarian society, (4) in limited of agrarian resource access, the community survive with their livelihood strategies, (5) environmental damage as the effect of the mining industry activities make difficult the activity and subsistence of communities.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9429

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

Power Influence Towards Society Protest Behavior Around The Extractive Petroleum Industry

Nyimas Nadya Izana, Nurmala K. Pandjaitan

 

Abstract

 

One of the extractive petroleum industries that are currently present in Indonesia is the PCI Industry which cooperates with Pertamina. PCI Industry is located in Bojonegoro, East Java and established in 2002. Ever since the presence of the extractive petroleum industry, conflict with society is started to begin. The method used in this study was a quantitative method that was supported by quantitative data. Qualitative data were obtained by observations and in-depth interviews. Quantitatif data using questionnaires were obtained from two  villages  with  100  respondents.  Respondents  were  divided  into  two  geoups:  responden  who  did  non participate in the protest and respondents who participated in the protest.This study aims to analyze the root problem of public protest occurence towards the PCI Industry, analyze the presence of PCI Industry that raises a certain protest behavior of society and analyze the effect of local leaders power on the dynamics and behavior of the society protest. The result showed that the  root problem of public protes occurence towards the PCI Industry  is an opportunities to work in the PCI Industry, CSR funds, environmental demanding.  The protest behavior of local people due to the presence of the PCI Industry is in accordance with the theory of planned behavior which mentions that attitude is not enough to determine behavior, but there are subjective norms and perceived behavioral control. The effect of local leader power on the dynamics and behavior of the society protest is appreciable.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9430

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

Mining Industrialization and Deagrarianization in Rural Community (A case Study of Community Embalut and Bangunrejo, Tenggarong Seberang District, Kutai Kartanegara Regency, East Kalimantan)

Rajib Gandi, Satyawan Sunito

 

Abstract

 

East Kalimantan province has issued a mining license (IUP) reached 1,192 pieces, until August 2014. Kutai Kartanegara is a county that issued the largest IUP is 407 companies, which 218 companies have been involved in the production, while the remaining 189 are still in the exploratory stage. Embalut village and village Bangunrejo which become part of the administration Tenggarong Seberang Sub-District, Kutai Kartanegara, is a village that has more than 30 years was associated with the mining industry, PT. Kitadin. The results showed that: (1) the mining industrialization has changed the structure of land in the village Embalut and village  Bangunrejo where land holdings in both villages have concentrated on coal mining companies. (2) mining Industrialization increasingly encourage people to work or livelihood in outside agriculture (deagrarianization). This study used qualitative methods, with in-depth interview techniques, group discussions, observation, and study of literature / documents.

 

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9431

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

Process of Minang’s Women Migration in Jakarta

Sinta Oktavi, Titik Sumarti

 

Abstract

 

T h e p u rpo ses o f th is  s tu d y we re  to  a n a lyze th e m ig ra tio n  p ro cess  o f M in a n g ’s wo m en .  T h e  stu d y sh o w th a t (1 ) sin ce 1 9 80  M ina ng ’s wo m en  ten d  to  m igra te in  d irect wa y to  th e d est in a tio n  a rea  wh i ch  th ey h a ve  ch o o se a nd  in  th e ca se o f M in an g ’s wo m en  in  Ja ka rta  it’s m ea n  th a t th ey wen t to  Ja ka rt a  d irectly,  wh il e  transit trend in the other destination area  seldom practiced. The trend of direct migration pattern to Jakarta also supported by the improvement of the transportations facilities. Along with it, women migration flo w  b e co m es m o re o p en  sin ce  th e M in a n g ’s wo m en  m ig ra tio n  wa s ch a in  m ig ra tio n  ba sed o n  kin sh ip  wh o  have migrate first (2)Although Minang women migrant have stay in destination area for 5 (five) years or more,  they keep coming back to their origin area even once in a while.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9433

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 1 (2015)

 

Socio-agrarian Conditions of Paddy Field in Sukabumi City

Yuda Hidayat Mansur, Endriatmo Sutarto

 

Abstract

 

Paddy field, the paddy planted area, is a very important land since it produces staple food –  rice. Nevertheless, the contradictory condition occurs when agricultural land converted into non-agricultural land. Agricultural land that is not protected is proned to the land conversion, especially in urban areas or the growing city. The study aimed to figure out the strategies for protecting paddy field by identifying the spatial pattern of social quality of paddy field farmers. the research methodology used mixed concurent method by using qualitative and quantitative data and it was analized by cluster analysis. The research analysis used cluster analyisis in order to show the farmer similarity characteristics of each sub-districts. T h e resu lts sh o wed ,  th e fa rm er s’s so cia l rela t io n s g rou p  is fo rm ed  o f six typ e s co m m u n ity,  n a m ely : (1 )  th e farmer owners, (2) the farmers owner also tenant, (3) the farmer owners concurrent collector (middlemen), (4) peasant (5) peasant also farm laborer, and (6) a laborer. Labor, farmers regeneration, and land tenure fragmentation influenced to land use change. The strategies can be implemented to protect sawah in S u kab u m i,  n a m ely: (1 )  b y in crea sin g  th e fa r m er’s  a g rib u sin ess ca p a c ity, (2) Formulating the action plan for regenerating young farmers, (3) by controlling the permission regarded to change of land use, (4) Sukabumi municipal buys the productive ricefields. For further, It seem should be conducted assessment on studying of the study on the Agropolis and Agroedutourism concept in Sukabumi.
Keyword: farmer community, paddy field protection strategy, social quality, sosio-agrarian

PENDAHULUAN Latar Belakang  Pendekatan pembangunan selama ini mengedepankan
pada pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan mengesampingkan faktor-faktor sosial dan hal yang mendasar. Wiradi (2000) menyatakan bahwa pembangunan a la Orde Baru menganut paradigma modernisasi. Paradigma modernisasi bertumpu pada pandangan bahwa secara global, pembangunan itu terdiri dari empat proses, yaitu: (1) penanaman modal untuk meningkatkan produktivitas, (2) proses alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang dalam rangka penerapan iptek bagi kegiatan produksi dan jasa, (3) proses munculnya negara-negara, dan organisasiorganisasi politik dan ekonomi skala besar, dan (4) proses urbanisasi (Wiradi 2000).

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i1.9434

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

The Impact of Pasir Putih Beach’s Tourism, Situbondo, on Job and Business Opportunities

Afiefah Muthahharah, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

 

The objective of this research is to analyze the impact of Pasir Putih Beach’s tourisms on job and business opportunities. The results show that, first, tourism at Pasir Butih Beach strongly promote job and business opportunities for local i.e. hotel and homestay, boat rental, restaurants, peddlers, retailers, and packman. Second, with regards to full job in tourism sector, the economic contribution of tourism to total household income is quite significant. The average monthly income of the rental boatman could reach 69.3 percent (or Rp 859 700) of the total monthly income. Meanwhile for the peddler the contribution of tourism sector to the total household income reach 73.1 percent (or Rp 544 400). As for merchandise, the contribution from tourism reaches 50.3 percent (or Rp 455 500) out of the total household income.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11335

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

Fisher’s Adaptation Strategiesinsmall islandsto the Impactsof Climate Change (A case study in Pulau Panjang Village, Subi District, Natuna Regency, Riau Island)

Ari Wibowo, Arif Satria

 

Abstract

 

This study aime to analyzethe effect ofclimate change onsocio-economic conditionsof fisher, as well as to identifyadaptation and mitigation strategies related to climate change. The method inthis study usingquantitative and qualitative methods. The results showed thattheeffectof climate changeonsocio-economic aspects offishing. Influenceonsocio-economic aspects ofthesearenotnecessarilythe calendarseason, the loss ofsome of the animalsthat becamea markerdeterminationseason, andincreased intensity of stormsat seawhichinterfere withthe activityof fisher catching. Therefore, the right strategy is needed to transform fisher’s adaptation on adjusting with climate change. The types of adaptational strategy are divided into: the diversification of economic activities; the investment on fishing technology; maintaining good relationship with other fishers; finding new catchment areas; and utilizing social relationship and mobilizing members of the family.

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11336

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

Socio Economic Suitability of Land Preservation Program in Kuningan Regency

Danang Pramudita, Arya Hadi Dharmawan, Baba Barus

 

Abstract

 

Economic development in Indonesia since 1980s is dealing with conversion of agricultural land to industry, housing, and other sector in city and its periphery. Land conversion have a great impact to food production rather than the impact from technical problem (drought and pest problem). Government need to preserve agricultural land in order to maintain food production. Thus government made a mandatory approach byissued Law No. 41 year 2009. The aim of this research are to identify an actual socioeconomic characteristics in the area of land preservation program (LP2B) in Kuningan Regency, to identify farmers perception on LP2B and to analyze socioeconomic suitability in the areaof LP2B program. Data were analyzed by descriptive statistics and likert scale. Based on the result, there are nine socioeconomic indicator on land preservation program (LP2B) in Kuningan Regency, namely; land conversion rate, food balance, disparity between farm and non-farm income, agriculture households, agriculture labor, farmers’ groups, spatial planning policies and farmers perceptions. Farmers have a positive perception on LP2B program. Land preservation program (LP2B) priority should be donein Cilimus sub district due to low support of socio economic characteristic. Meanwhile Ciawigebang and Cibingbin sub district become a next priority of preservation.

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11337

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

The Effect of Community Plantation Development to the Empowerment and the Investment Forest Village Community

Dheva Sari Silaban, Saharudin .

 

Abstract

 

Community Plantation (not incorporated) are plantations held or managed by planters for small businesses grouped in smallholder tree crops and plantation household business people. In its management, smallholder plantations can affect the level of empowerment and investment communities working on forest villages. The purpose of this study is to analyze the role of government in encouraging or influencing the empowerment of farmers to invest in plantations. The approach used to analyze the effect is the quantitative approach with survey method that is supported by the relevant qualitative data. The results showed the level of government’s role does not affect the level of empowerment of forest villagers. However, the level of the role of government affect the rate of integration of commodity farm forest villagers. At the level of investment, the implementation of people’s plantation management does not affect the level of community investment significantly.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11338

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

Effectiveness of Community Based Forest Managementas Forest Resources Conflict Resolution

M Imam Arifandy, Martua Sihaloho

 

Abstract

 

Community Based Forest Management (CBFM) is a system of state forest management that conducted Perhutani joinly with community forestry forest villages. CBFM include: drafting plans, utilization of forest resources, and protection of forest resources. CBFM regulated the rights and obligations of all stakeholders involved. Conflict of interest in the management of forest resources can lead to conflicts beetwen any stakeholders. This research aim to determine (1) history and sources of forest resources conflict in the Kalimendong village, (2) conflict resolution mechanism that were implemented based on the CBFM, (3) effectiveness CBFM as conflict resolution in forest resources management. The result of this study found that the conflict in Kalimendong village occured since 1998 that comes from the differences in perception, interest, and ownership beetwen the public and Perhutani. CBFM then can be conflict resolution of forest resources management, but CBFM can then generate a new conflict when the interests of stakeholder can not be accomodated. The analysis shows that characteristic of number of dependents has negatively correlation related to the effectiveness of CBFM as conflict resolution.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11339

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

Livelihood Strategy of Coastal Women to Fishermen Family Income

Nina Evi Nur Laila, Siti Amanah

 

Abstract

 

The livelihoods of fishery households are highly vulnerable to fishery sources due to their nature-depending catchments, fishery households in SendangBiru coastal for example. This study focused to analyse the livelihood strategy and contribution of coastal women in SendangBiru to improve their family income. Descriptive and explanatory methods using questionnaire instrument and purposive sampling were used. The responden samples are coastal women who were productively doing activities to obtain extra income for their family. Coastal women of SendangBiru have important roles to improve their family income by spending a lot of time to do productive and reproductive activities. Coastal women’s income contributions bring about significant effects on fishery families’ financial security. Most of coastal women contributions meet half of their family needs.

 

 

 

 

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11340

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 2 (2015)

 

STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT NEWMONT NUSA TENGGARA DIKABUPATEN SUMBAWA BARAT

Syamsul Bakhri, Ekawati Sri Wahyuni, Pudji Muljono

 

Abstract

 

This research aims at (1) studying the microfinance program run by and the organization of Yayasan Olat Parigi/ Olat Parigi Foundation (YOP) as part of PT Newmont Nusa Tenggara’s Corporate Social Responsibility; (2) formulating the development strategy for the organization and microfinance program for self-reliance and sustainability. This study employs qualitative approach and supported by quantitative approach. The study shows that: Firstly, theorganizational management of YOP constitutes two periods of services namely YOP Part I and YOP Part II. In comparison, the organizional management and program run by YOP Part II is better than YOP Part I as demonstrated by a number of improvements in some aspects including management of administration, human resources, budgeting, microfinance program and business unit strategic. However, this study has identified weaknesses in the area of self-reliance, resilience, and sustainability as shown in high dependency of the foundation to PTNNT (both in financing and facilitation). The Microfinance program has been implemented as per applicable SOP where clients are facilitated to obtain easy access and capability to fulfill the requirements, simplified procedures, right on target, up to date, consistent with characteristics of the locals and most importantly it provides more benefits for the locals.A number of challenges identified in running the microfinance program include high number of Non-Performing Loan, limited financing scheme, and inadequate assistance and/or capacity to the program beneficiaries. Secondly, the development strategy for organizational and microfinance programs shall be improved to reach a self-reliance, resilience, and sustainability of the program through implementation of bounding, bridging, and creating/ networking strategies.

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.11341

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Pattern of Ecological Adaptation and Household Livelihood Strategies in Rural Pangumbahan

Ahmad Choibar Tridakusumah, Mira Elfina, Dyah Ita Mardiyaningsih

 

Abstract

 

Desa Pangumbahan memiliki dinamika sosial masyarakat dengan adanya kegiatan ekonomi skala makro
dalam bentuk konsesi perkebunan kelapa serta alternatif ekonomi baru untuk pengembangan industri
ekowisata ini. Tujuan penelitian ini mencoba untuk melihat seberapa jauh pola adaptasi ekologi dan
struktur rumah tangga yang tinggal dalam masyarakat desa Pangumbahan yang ada saat ini. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola adaptasi ekologi Pangumbahan desa antara lain ditentukan oleh adanya konsesi
perkebunan dan konservasi penyu yang membatasi kehadiran budaya masyarakat desa Pangumbahan.
Keterbatasan sumber daya alam, manusia dan rumah tangga kekuatan keuangan untuk melakukan berbagai
strategi untuk bertahan hidup. Strategi yang dilakukan warga desa pendapatan rumah tangga Pangumbahan
bervariasi. Dalam satu rumah tangga dapat menerapkan dua atau lebih jenis strategi penghidupan.

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10638

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Scheme of Community Forest (HKm) as a Collaborative Solution Conflict Resolution Management of Natural Resources in the Forest Sesaot, West Lombok

Ali Yansyah Abdurrahim

 

Abstract

 

Ditetapkannya Hutan Sesaot menjadi kawasan Taman Hutan Rakyat (TAHURA) melalui SK Menteri Kehutanan
Nomor 244/Kpts-II/1999 dan Nomor 598/Menhut-II/2009 menimbulkan konflik di antara berbagai pihak
yang berkepentingan. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini ingin (1) memetakan persoalan (dinamika)
akses, properti, kekuasaan, dan kewenangan atas SDA di Hutan Sesaot sebelum dan sesudah penetapan; (2)
menganalisis struktur dan tahapan konflik serta relasi (kumpulan dan jaring-jaring) kekuasaan para aktor
yang terlibat; (3) merekomendasikanskema pengelolaan kolaboratif sebagaisolusi penyelesaian konflik.
Hasil penelitian menemukan bahwa konflik pengelolaan sumber daya alam di hutan Sesaot bersumber dari
perebutan akses dan hak pengelolaan antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan masyarakat
lokal yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Dengan relasi,
kumpulan, dan jaring kekuasaan yang dimilikinya, Pemprov NTB mendukung skema TAHURA, sedangkan
Pemkab Lombok Barat mendukung skema HKm (Hutan Kemasyarakatan). Pihak ketiga berhasil meredakan
konflik dengan keputusan mengembalikan status fungsi hutan Sesaot dengan skema HKm dan memindahkan
lokasi TAHURA ke wilayah lain di luar kawasan hutan Sesaot. Namun, tidak semua pihak puas dengan
keputusan ini. Untuk menghindari konflik terjadi lagi di masa yang akan datang, penulis menyarankan
modifikasi skema HKm menjadi Hkm kolabaratif yang mampu menampung kepentingan semua pihak.
 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10639

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Conflict Management Resource in Village Pangumbahan, Sukabumi

Darmin Haji Hasim, Budi Sahabu, Muhammad Asri

 

Abstract

 

Tulisan ini mencoba untuk mengangkat beberapa fakta dari pengamatan yang dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat. Fakta-fakta ini menjadi indikasi awal dari konflik pengelolaan sumber daya di desa Pangumbahan,
Kecamatan Ciracap, Sukabumi, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desa telah menjadi arena
perjuangan masyarakat Pangumbahan yang melibatkan berbagai aktor dan kepentingan. Konflik terjadi di
kawasan konservasi ruang sumber daya penyu, areal konsesi perkebunan kelapa dan daerah pesisir digunakan
sebagai kawasan wisata pantai Pangumbahan. Jenis konflik yang berlangsung di ruang sumber daya umumnya
adalah konflik makna, konflik dan konflik atas wilayah otoritas bahkan konflik agraria. Konflik menyebabkan
ketegangan antara aktor dan konflik mengakibatkan warga berada dalam posisi yang tidak seimbang.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10640

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Coastal Agrarian Problem (Case Study of Coastal Communities Dusun Ujung Genteng and Sukabumi)

Fahrunnisa a, Habibi Azhar, Humayra Secelia Muswar

 

Abstract

 

Nelayan adalah profesi utama di Dusun Ujung Genteng, di mana komposisi mata pencaharian nelayan sebesar
80% dan sisanya adalah PNS, pedagang, dan pengusaha. Tapi di musim lainnya, profesi mereka dapat berubah
begitu juga dengan nelayan. Tipologi pantai Dusun Ujung Genteng yang berbentuk teluk membuat perairan
ini memiliki lumpur lebih dari pantai selatan pulau Jawa. Salinitas di perairan ini cenderung rendah dan
ada banyak terumbu karang sehingga Ikan Layur (Trichiurus leputurus) ditemukan di wilayah ini. Layur
sejenis ikan emas banyak dipancing di Dusun Ujung Genteng. Tingginya permintaan Layur ikan dari Jepang
dan Korea juga meningkatkan nilai ekonomi komoditas ini. Ikan Layur mampu terjual dengan harga yang
lebih tinggi daripada ikan lainnya. Lingkungan nelayan terkadang menjadi hal yang sering diabaikan.
Dusun Ujung Genteng memiliki luas 89 hektare untuk seluruh jangkauan, tetapi semuanya tanah sengketa.
Terjadi saling klaim antara pihak Atang Sanjaya Angkatan Udara pangkalan udara, masyarakat setempat,
dan calon kebijakan mengenai wilayah pesisir ekowisata. Makalah ini menunjukkan bahwa masalah yang
terjadi di masyarakat pesisir tidak hanya terkonsentrasi pada isu-isu kelautan. Wilayah tempat tinggal dan
kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di wilayah pesisir (bukan maritim) juga memiliki gesekan.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10641

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Strategy Living Miners Sand Dusun Citerate, Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java

Hilda Nurul Hidayati, Ibnu Phonna Nurdin, Bayu Budiandrian

 

Abstract

 

Keberadaan sumber daya alam di daerah tersebut untuk memberikan keputusan bagi orang-orang untuk
menggunakannya sebagai sebuah bisnis. Selain itu, jika ditemukan bahwa mata pencaharian utama tidak cukup
untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga hal itu dilakukan memanfaatkan sumber daya yang ada. Situasi ini juga
terjadi di lokasi studi lapangan yang ada di Desa Ujung Genteng Ciracap Kabupaten Sukabumi tepatnya
di Dusun Citerate. Berdasarkan keadaan sumber daya yang telah dijelaskan, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bentuk strategi penghidupan yang diadopsi oleh masyarakat, stratifikasi sosial terbentuk sebagai
hasil dari strategi mata pencaharian, dan strategi untuk bertahan hidup atau ketahanan sebagai hasil dari
perubahan lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Pengumpulan
informasi dilakukan dengan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat setempat. Studi ini menunjukkan
bahwa bentuk strategi mata pencaharian yang dilakukan adalah diversifikasi dan migrasi (Scoones 1998).
Strategi penghidupan stratifikasi sosial yang akhirnya membentuk lapisan atas pasir ditempati oleh penambang
yang memiliki area seluas 2 hektar, lapisan tengah ditempati oleh lahan tambang pasir tidak terlalu lebar
dan terletak di sebelah rumah, sedangkan lapisan bawah pasir ditempati oleh pekerja. Ketahanan diambil
ketika perubahan lingkungan yang membuat variasi dan bergerak (migrasi) (Chambers dan Conway 1991).

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10642

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Landscape Ecological Changes and Farm Household Livelihoods Resilience Around Forest In East Kalimantan

Rizka Amalia, Arya Hadi Dharmawan, Eka Intan Kumala Putri

 

Abstract

 

Ekspansi perkebunan kelapa sawit menghasilkan lanskap perubahan ekologi, deforestasi, hilangnya daerah
tanaman dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ini memberikan dampak pada sistem mata pencaharian rumah
tangga di wilayah tersebut. Selain itu, pertanian keluarga yang hidup di sekitar hutan yang tergantung pada lahan
dan hutan. Ini berarti bahwa perkebunan kelapa sawit rentan terhadap kaus kaki pada sistem kehidupan rumah
tangga pertanian. Rumahtangga pertanian mencoba untuk mengurangi kerentanan oleh beberapa strategi yang
menggunakan lima modal (keuangan, fisik, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sosial). Jika rumah
tangga pertanian dapat mengurangi rentan sehingga rumah tangga pertanian membangun ketahanan penghidupan
berhasil. Pertanyaan penelitian adalah (1) Bagaimana perubahan ekologi lanskap mempengaruhi ketahanan
rumah tangga pertanian? (2) Bagaimana dampak perubahan ekologi lanskap pada struktur kehidupan rumah
tangga pertanian ?. Penelitian dilakukan di Desa Merapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan
Timur. Metode ini menggunakan metode survei. 30 responden seleksi melalui random sampling. Hasil dari
penelitian ini adalah faktor-faktor ketahanan rumah tangga pertanian adalah jenis kelamin kepala rumah tangga,
jumlah anggota rumah tangga, tingkat modal, pendapatan rumah tangga dan tingkat kepercayaan pada jaringan.

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10643

Jurnal Sodality SKPM, Volume 3 Nomor 3 (2015)

 

Living Strategy and Pattern of Household Decision Making Craftsmen Coconut Sugar Study in Ujung Genteng Village, Ciracap District, Sukabumi, West Java

Rokhani i, La Ode Rauda A.U.Manarfa, AT. Alkhudri

 

Abstract

 

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan strategi penghidupan dan pola pengambilan rumah tangga membuat
produsen gula kelapa. Analisis ini dibangun atas dasar teori dari 5 modal atau aset, ada modal manusia, Sumber,
keuangan, fisik, dan sosial. Di produsen gula kelapa rumah tangga membuat keputusan-dianalisis dengan kerangka
analisis gender yang terdiri dari: pola pembagian kerja, pengambilan keputusan dan manfaat, penggunaan sumber
daya. Dalam metodologi, penelitian ini didasarkan pada pendekatan kualitatif. Dari analisis manajemen lima modal
atau aset rumah tangga, modal manusia (human capital) masih perlu ditingkatkan. Keluarga dan masyarakat produsen
gula kelapa sumber dari individu dan keluarga di ibukota kelima memanfaatkan (manusia, Sumber, fisik, keuangan,
dan sosial) sehingga resiliace yang besar dalam menghadapi perubahan lingkungan (fisik dan sosial), terutama
menghadapi tuntutan dan memanfaatkan kewajiban -liability perusahaan. Dari pembagian kerja dan pengambilan
keputusan, jenis kelamin, produsen gula aren rumah tangga cenderung seimbang antara peran laki-laki (suami) dan
perempuan (istri). Tidak hanya dilihat dari alokasi waktu, tetapi juga penggunaan uang dari penjualan gula.

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i3.10644

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

Collectivity Dilemma of Coffee Farmers: Perspective from Weberian Sociology (Case of Nagori Sait Buttu Saribu, Pamatang Sidamanik District, Simalungun Regency, North Sumatera)

Rokhani ., Titik Sumarti

 

Abstract

The aims of this study was to analyze the process of the emergence of collectivity dilemma and efforts to overcome and to analyze the characteristics of farmer groups to facilitate collective action to face the export market. Collective actions with regard to the moral and cultural values are in contrast to rational actions based on individual choices. Collective action is interpreted as a voluntary action taken by the group to achieve a common goal. The discussion of the collective actions is closely related to social capital. Social capital is the factor which seriously becomes the cause and result of collective action. The linkage of the theory of collective action and social capital is the elements of social capital (trust, networks and institutions) which become the frame as well as requirements for collective action. This research is a life history study. Some studies showed that the dilemma arises when individual interests are more dominant than the interests of the group. Dilemma collectivity can be tamed by the trust between individuals in the farmer groups. Collective action in the form of the institution of farmers groups can support farmers to meet the strick requirements required by the export market. Characteristics of farmer groups which can be use to facilitate the collective actions are small number of members, the group is formed on neighborhood ties, head of the group is a farmer as well as a trader and there are some incentives to individuals that involved actively in the group.
Keywords: collective action, moral, culture, social capital, export markets, dilemma collectivity

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses munculnya dilemma kolektivitas dan upaya mengatasinya dalam kelembagaan kelompok tani serta menganalisis karakteristik kelompok tani untuk menfasilitasi tindakan kolektif dalam menghadapi pasar ekspor. Tindakan kolektif berkenaan dengan moral dan budaya, berbeda dengan tindakan rasional yang didasari oleh pilihan-pilihan individu. Tindakan kolektif dimaknai sebagai tindakan sukarela yang diambil oleh kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pembahasan mengenai tindakan kolektif erat kaitannya dengan modal sosial. Modal sosial menjadi faktor yang menjadi penyebab dan hasil tindakan kolektif. Keterkaitan teori tindakan kolektif dan modal sosial adalah unsur-unsurmodal sosial (kepercayaan, jaringan dan institusi) yang menjadi kerangka sekaligus syarat bagi tindakan kolektif. Penelitian ini merupakan studi riwayat hidup.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilemma kolektivitas petani muncul apabila kepentingan individu lebih dominan dibandingkan kepentingan kelompok. Dilema kolektivitas petani dapat “dijinakkan” dengan kepercayaaan antar individu yang tergabung dalam kelompok tani. Tindakan kolektif dalam bentuk kelembagaan kelompok tani dapat membantu petani untuk memenuhi persyaratan ketat yang diajukan oleh pasar ekspor. Karakteristik kelompok tani yang dapat menfasilitasi tindakan kolektif adalah: jumlah anggota kecil , kelompok dibentuk atas iktan ketetanggaan, ketua kelompo ksekaligus menjadi pedagang dan ada pemberian insentif pada individu yang tergabung dalam kelompok.

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14400

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

Involvement of The Actors in Conversion Control of Agricultural Land (Case Study in Tabanan District, Bali Province)

Widhianthini ., Arya Hadi Dharmawan, Noer Azam Achsani

 

Abstract

The purpose of this research is to know how the role of government actors, private or investors and indigenous institutions (Subak and Pakraman) in the management of land resources (including water) so that the conversion of agricultural land can be prevented. The study was conducted in Tabanan, Bali Province. Depth interview techniques and stakeholder analysis as an approach of this research. A stakeholder analysis is instrumental to understand the social and institutional context of a program or project activities. The purpose of stakeholder analysis is to determine interests and their authority in preventing the conversion of agricultural land. The results showed that there are two forces actors (stakeholders) in the management of land resources (including water). The government in collaboration with investors and has a role as a player, while Subak and Pakraman have a role on the position of the object. Power relations are played by actors of government is still dominant compared to indigenous institutional Subak and Pakraman. Investors who have the capital strength and enthroned as the ‘king’ always pave the spatial plannings are on ‘profit-seeking’ biggest for himself. Power is seen as a mechanism of domination which is a form of power against the other in a relationship dominated by dominated or powerfull by the powerless. The duality of land governance (including water) between actors is the dualism solution. The duality that lies in the fact, that he could be seen as rules that a principle for action in a wide range of space and time, while it is the result (outcome) and means looping action thus overcoming space and time. Duality of land governance (including water) shows that in the future that is necessary is to put Subak and Pakraman in a position of political strength parallel to desa dinas and other government institutions.
Keywords: indigenous institutions (Subak, Pakraman), conversion of agricultural land, stakeholder analysis, duality of land governance

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana peran aktor pemerintah, swasta atau investor, dan kelembagaan lokal (subak dan desa pakraman) dalam pengelolaan sumber daya lahan (termasuk air) sehingga konversi lahan pertanian dapat dicegah. Penelitian dilakukan di Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Teknik wawancara yang mendalam dan analisis stakeholder sebagai pendekatan penelitian ini. Analisis stakeholder merupakan instrument untuk memahami konteks social dan kelembagaan dari program atau kegiatan proyek. Tujuan dari analisis stakeholder adalah untuk menentukan minat dan kewenangan mereka dalam mencegah konversi lahan pertanian. Hasil memperlihatkan bahwa terdapat dua kekuatan aktor (stakeholder) dalam pengelolaan sumberdaya lahan (termasuk air). Pemerintah berkolaborasi dengan investor dan memiliki peran sebagai pemain, sedangkan subak dan desa pakraman memiliki peran pada posisi objek. Relasi kuasa yang dimainkan oleh aktor pemerintah masih bersifat dominan dibandingkan kelembagaan lokal subak dan desa pakraman. Aktor investor yang memiliki kekuatan modal dan bertahta sebagai ‘raja’ selalu melicinkan perencanaan-perencanaan tata ruang yang memberikan ‘profit seeking’ terbesar bagi dirinya. Kekuasaan dipandang sebagai mekanisme dominasi yang merupakan bentuk kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang berkuasa dengan yang tidak berdaya. Dualitas tata kelola lahan (termasuk air) antar para aktor merupakan pemecahan dualism tersebut. Dualitas itu terletak dalam fakta, bahwa ia bisa dipandang sebagai aturan yang menjadi prinsip bagi tindakan di berbagai ruang dan waktu, sekaligus ia merupakan hasil (outcome) dan sarana perulangan tindakan yang karenanya mengatasi ruang dan waktu. Dualitas tata kelola lahan (termasuk air) ini menunjukkan bahwa kedepan yang diperlukan adalah menempatkan subak dan desa pakraman pada posisi kekuatan politik yang sejajar dengan desa dinas dan kelembagaan pemerintah lainnya.

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14403

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

Analysis of Institutional and Sustainability Eha Laut and Mane’e as Community Based Coastal Resource Management

Khoirunnisak ., Arif Satria

 

Abstract

 

Eha is the rule managing the harvest of crops both from marine and terrestrial. Mane’e is the fish harvest ceremony using sammi ropes after one year period of the Eha Laut. Both traditions have been carried out since immemorial time as an attempt to keep the preservation of natural resources and accustom people to live together. This study aimed to analyze the institutional elements of Eha Laut and Mane’e, the Eha Laut and Mane’e sustainability level in community-based coastal resources management. Based on this research, it is known that the performance of the Eha Laut and Mane’e in coastal resource management has been effective and run well. However, there are 3 (three) indicators which are still in the low level management. They are people’s participation in the local management, conflict resolution mechanisms and networks with external agencies. The Eha Laut and Mane’e sustainability level includes in the category of perfection. The level of sustainability assessed in three dimensions; economic, social and environmental dimensions. Dimension that needs more attention is the environmental dimension.
Keywords: sustainable, institutional, community, coastal resources management

ABSTRAK
Eha adalah aturan pengelolaan panen tanaman baik dari laut dan darat. Mane’e adalah upacara panen ikan menggunakan tali sammi setelah periode satu tahun Eha Laut. Kedua tradisi telah dilakukan sejak zaman dahulu sebagai upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan orang membiasakan untuk hidup bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur-unsur kelembagaan Eha Laut dan Mane’e, yang Eha Laut dan Mane’e tingkat keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya pesisir berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kinerja Eha Laut dan Mane’e dalam pengelolaan sumber daya pesisir telah efektif dan berjalan dengan baik. Namun, ada 3 (tiga) indikator yang masih dalam manajemen tingkat rendah. Mereka adalah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lokal, mekanisme resolusi konflik dan jaringan dengan lembaga-lembaga eksternal. The Eha Laut dan Mane’e tingkat keberlanjutan termasuk dalam kategori kesempurnaan. Tingkat keberlanjutan dinilai dalam tiga dimensi; ekonomi, sosial dan lingkungan dimensi. Dimensi yang perlu perhatian lebih adalah dimensi lingkungan.

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14404

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

International Lifestyle Migration and Social marginalization on the Tourism Village

Lala M Kolopaking

 

Abstract

By conducting qualitative research that supported with quantitative data analysis, it has founded that international lifestyle migration which committed by Middle East citizens (Saudi Arabian and Qatar) at South Tugu Village, Cisarua in East Java Indonesia as the destination for village tourism – have been raising social unequality. International lifestyle migration process on this village had occured along with international refugee resettlement from Asian country (Pakistan, Afganistan, Morocco,Myanmar ) which is inevitable became as a source of social change. It was begin by the growth of livelihood and economic behavior of local community itself that keenly more dependent on the tourism enterprises. The change of house building and settlement patterns were also followed by the transformation of land occupation and ownership. Moreover, it is identified by manner of speech, eating habits and also public order and security. However, apparently those changes are not enganging with the presence of social welfare equality. On the contrary, such development has been precisely marginalizing the poor community on the village.
Keywords: international lifestyle migration, social change, inequality and social marginalization.

ABSTRAK
Dengan melakukan penelitian kualitatif yang didukung dengan analisis data kuantitatif, diketahui bahwa migrasi gaya hidup internasional yang dilakukan oleh warga Timur Tengah (Arab Saudi dan Qatar) di bagian selatan Desa Tugu, Cisarua di Jawa Timur Indonesia sebagai salah satu tujuan untuk pariwisata – telah membesarkan sosial unequality. Proses migrasi gaya hidup internasional di desa ini telah terjadi seiring dengan datangnya turis internasional dari negara Asia (Pakistan, Afganistan, Maroko, Myanmar) yang tidak bisa dihindari menjadi sumber dari perubahan sosial. Itu dimulai dengan pertumbuhan mata pencaharian dan perilaku ekonomi masyarakat setempat itu sendiri yang menjadi lebih tergantung pada perusahaan pariwisata. Perubahan bangunan rumah dan pola pemukiman juga diikuti oleh transformasi pendudukan lahan dan kepemilikan. Selain itu, dapat diidentifikasi dari cara bicara, kebiasaan makan dan ketertiban umum serta keamanan. Namun, rupanya perubahan tersebut tidak mengikutsertakan dengan kehadiran kesetaraan kesejahteraan sosial. Sebaliknya, pembangunan tersebut telah meminggirkan masyarakat miskin di desa.

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14405
Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

Socio-Economic Empowerment of Farmers on Large Scale Plantation: Case Study in Kisaran Subdistrict, North of Sumatra

Sismudjito .

 

Abstract

 

Indonesia has quite enormous potentials in plantation region, one of them is the Province of North Sumatra. The plantations in North Sumatra are distributed in some regions, one of them is Asahan Regency, especially in Kisaran Sub-District. There are two kinds of plantations i.e. the large-scale plantation and the PIR (Estate Smallholders). PIR consists of large scale plantation as nucleus and tradisional smallholders as plasma which allocates their lands manually and is labor intensive. The budidaya of land by traditionally has been inherited from generation to generation so that their farming activities have become routines and has not been able to achieve the maximum production. The efforts to improve the production should be accompanied by a development in human resources by means of empowerment. Supporting factors including providing capital togetherness, Science and Technology, guidance to all citizens as a means to increase production.. Therefore, the development in human resources is meant to improve the plantation production through the society empowerment that goes simultaneously with the improvement in motivation.
Keywords: contract-farmaing, smallholder empowerment

ABSTRAK
Indonesia memiliki potensi di bidang perkebunan yang cukup tinggi, salah satunya adalah wilayah Provinsi Sumatera Utara. Perkebunan di wilayah Sumatera Utara tersebar di beberapa daerah,salah satunya adalah daerah Kabupaten Asahan, khususnya di wilayah Kecamatan Kisaran. Ada dua jenis perkebunan yakni perkebunan berskala besar dan Perkebunan Inti Rakyat(PIR). Jenis perkebunan inti rakyat bersifat tradisional dan padat karya. Pembudidayaan lahan secara tradisionalyang diwariskan dari satu generasi ke generasi penerusnya, sehingga aktivitas mereka bertani atau berkebun bersifat rutinitas dan belum dapat mencapai produksi yang maksimal. Dalam upaya meningkatkan produksi harus diiringi dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pemberdayaan. Faktor-faktor pendukung diantaranya memberikan modal kebersamaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), bimbingan kepada para warganya sebagai sarana untuk meningkatkan produksi. Dengan demikian, peningkatan sumber daya manusia ini berfungsi untuk meningkatkan produksi perkebunan melalui pemberdayaan masyarakat yang berjalan seiring dengan meningkatnya motivasi.

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14407

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

Climate Change Adaptation Strategy of Upland Farmers (Study of Farmers in Dieng Plateau, Banjarnegara Regency)

Turasih ,, Lala M Kolopaking

 

Abstract

Climate change in the Dieng Plateau area is characterized into five local climatic phenomenon: (1) extreme rainfalls, (2) drought in agriculture, (3) hurricans, (4) extreme temperature, and (5) the unpredictable season. Farmers adaptation strategy towards those adverse impacts is identified by occupation of agriculture land. This land occupation also determines access to capital and intensity level of climate change vulnerability. If a farmer household occupies larger lands, so the access to capital is also more and the intensity level of climate change vulnerability becomes lower. On the contrary, smaller lands occupied leaves farmer households with low access to capital and high climate change vulnerability.
Keywords: climate change, adaptation strategy, vulnerability, farmer household

ABSTRAK
Perubahan iklim di Dataran Tinggi Dieng ditandai oleh lima fenomena iklim lokal yaitu: (1) curah hujan yang semakin ekstrem, (2) kekeringan yang melanda pertanian, (3) angin ribut, (4) suhu ekstrem, dan (5) musim yang sulit diprediksi. Strategi adaptasi untuk menghadapi kondisi iklim tersebut dilakukan oleh rumah tangga petani berdasarkan tingkat penguasaannya terhadap lahan pertanian. Luas lahan pertanian yang dikuasai oleh rumah tangga menentukan akses terhadap modal dan intensitas tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim. Semakin luas lahan yang dikuasai oleh rumah tangga petani maka nilai akses terhadap modal relatif lebih tinggi dan tingkat kerentanannya terhadap perubahan iklim semakin rendah. Sebaliknya, Semakin luas lahan yang dikuasai oleh rumah tangga petani maka nilai akses terhadap modal akan semakin rendah dan tingkat kerentanannya terhadap perubahan iklim semakin tinggi.

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14408

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

Rural Poverty, Population Mobility, And Agrarian Change: A Historical Overview

Martua Sihaloho, Ekawati Sri Wahyuni, Rilus A. Kinseng

 

Abstract

To overcome some economic difficulties, especially poverty, most poor people in the rural area decide to adopt a migration strategy (especially going to foreign countries). The decision to become international migrants contributes to the national economy (foreign exchange) at the macro level and their nuclear family (remittance) at the micro level. The remittance or cash money, in turn, enables them to meet their needs and even accumulate some assets (e.g. land and house) to be used as capital, resulting in a transformation of local agrarian structure. Some studies showed that the welfare of migrants’ families has increased significantly. Such an improved welfare of poor rural families has made rural community more dynamic in the vertical social mobility, including the efforts to extend their contract and motivate family members and the community to become international migrants (theory of cumulative causes, poverty-agrarian proposition, and poverty-migration proposition). This study has four initial hypotheses, namely: (1) change in agrarian structure affects poverty condition, (2) poverty (agrarian) affects population mobility, (3) population mobility (resulted remittance) affects agrarian structure, and (4) structural change in agraria causes new poverty. The diverse management and utilization of agrarian resources (poverty condition and the choice of population mobility —international migration) imply changes in the local agrarian structure which in turn produces new poverty and new agrarian classes.
Keywords: agrarian structure, poverty, population mobility, persistence

ABSTRAK
Masyarakat miskin pedesaan pada akhirnya memilih menjadi pelaku migran dalam upaya mengatasi sejumlah kesulitan ekonomi (mengatasi masalah kemiskinan) yang dihadapinya. Pelaku migrasi mengambil keputusan dan berangkat menjadi migran pada akhirnya berkontribusi secara nasional (devisa negara) di aras makro dan terlebih di aras mikro (keluarga inti) pelaku migran-berupa remiten. Hasil remiten (khususnya ekonomi-uang) pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan mampu mengakumulasi asset (misal lahan dan rumah) untuk dijadikan modal bahkan ke arah perubahan struktur agraria lokal. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kesejahteraan keluarga pelaku migrasi. Perubahan kesejahteraan masyarakat miskin ini menjadi makin baik pada akhirnya mendinamisasi masyarakat pedesaan misalnya mobilitas sosial vertikal naik, termasuk upaya-upaya untuk melanjutkan kontrak menjadi pelaku migran, mendorong anggota keluarga dan komunitas menjadi pelaku migran (teori penyebab kumulatif, proposisi kemiskinan-agraria, proposisi kemiskinan-migrasi).Tiga hipotesis pengarah sebagai gagasan awal adalah (1) perubahan struktur agraria mempengaruhi kondisi kemiskinan; (2) kemiskinan (agraria) mempengaruhi laju gerak penduduk; (3) gerak penduduk (menghasilkan remiten) mempengaruhi perubahan struktur agraria, dan (3) perubahan struktur agraria menghasilkan kemiskinan baru. Ragam implikasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria (kondisi kemiskinan dan pilihan gerak penduduk-migrasi internasional) berimplikasi pada perubahan struktur agraria dan selanjutnya menghasilkan kemiskinan baru dan golongan kelas baru.

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14406

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

Catabolism of Space and utilization of community as A Survival Strategy of Pesantren

Yudha Heryawan Asnawi, Endriatmo Soetarto

 

Abstract

 

 

Through out in history of pesantren is not a stagnant entity. Pesantren has undergone various linkages from early history to this present. Initially pesantren is an institution with simple spaces which are turned into an institution with the complexity of space. Consider from the physical structure, initially, pesantren has three buildingsor facilities that are the mosque, majlis-taklim and house of Kyai. The third building is a building for education space. Along with the development in the peripheral of pesantren environment currently emerging business space.This paper discusses the development of pesantren space, using the conditions of pesantren in the late 19th century to the present. The discussion using an arrangement of the history and growth of pesantren space by taking the case at Sidogiri Pesantren, Pasuruan, East Java.This paper uses a constructivist approach that is hermeneutic and dialectical where the individual social construction can acquire and known through interactions between researcher and actors of research. In addition, this study also emphasizes empathy and dialectic interaction between researchers and informants in order to reconstruct the social reality under study with qualitative methods. The survey results of the research revealed that the emerging new spaces at the pesantren that is the internal business space and external business collaboration space that complements the mosque, majlis taklim and house of Kyai who had been already there. The new of economy spaces (business spaces), and with the community formed can be a tool for survival strategy of Pesantren. Even to this day pesantren persist with the principles of Islamic, but remains on the threat of consequences: without the moral control of religion, and the charisma of kyai, Pesantren can be a greedy capitalist machine as generally.
Keywords: transformation, economic space, pesantren

ABSTRAK
Sepanjang sejarahnya pesantren bukanlah entitas stagnan. Pesantren telah mengalami berbagai kebersinggungan dari awal sejarahnya hingga saat ini. Pesantren yang pada awalnya adalah sebuah lembaga dengan ruang-ruang yang sederhana kini berubah menjadi lembaga dengan kompleksitas ruang. Dilihat dari struktur fisik, pada awalnya pesantren mempunyai tiga bangunan atau fasilitas yaitu masjid, majlis taklim dan rumah Kyai. Ketiga bangunan tersebut merupakan bangunan untuk ruang pendidikan. Seiring dengan perkembangan, saat ini di lingkungan pesantren muncul ruang-ruang bisnis. Tulisan ini membahas mengenai perkembangan ruang pesantren, menggunakan kondisi pesantren pada akhir abad 19 hingga saat ini. Pembahasan menggunakan Setting sejarah dan pertumbuhan ruang pesantren dengan mengambil contoh kasus di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan Jawa Timur. Tulisan ini menggunakan pendekatan konstruktivis yang bersifat hermeunetikal dan dialektikal dimana konstruksi sosial individu dapat diperoleh dan diketahui melalui interaksi antara peneliti dan tineliti. Di samping itu, penelitian ini juga menekankan empati dan interaksi dialektif antara peneliti dan informan dalam rangka merekonstruksi realitas sosial yang diteliti dengan metode kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa muncul ruang-ruang baru di pesantren yaitu ruang usaha internal dan ruang kolaborasi bisnis eksternal yang melengkapi ruang masjid, majlis taklim dan rumah kyai yg selama ini sudah ada.Ruang-ruang ekonomi baru (ruang bisnis) dan pembentukan komunitas telah menjadi sebuah alat dan strategi kebertahanan pesantren. Sekalipun sampai saat ini pesantren bertahan dengan prinsip keislaman, namun tetap pada ancaman konsekuensi: ketika terjadi pelemahan pada kontrol moral dari pengajaran agama,

dan kharisma kyai yang dimilikinya, maka pesantren dapat menjadi mesin kapitalisme yang serakah sebagaimana umumnya.

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14409

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

Subsistence Ethics of Smallholder Coffee Grower: Understanding the Dynamics of Agroforestry Development in the Upland of South Sumatra

Edwin Martin, Didik Suharjito, Dudung Darusman

 

Abstract

 

The importance of agroforestry for smallholder farmers has been the discourse and policies of many parties worldwide. However, agroforestry development through land rehabilitation, reforestation and community forests for traditional coffee growers in the uplands has not shown success yet. In fact, some of the innovations that come from the outside can be received by farmers. The study aims to describe the innovation adoption experienced by traditional coffee farmers in Semende, with a focus on the development of agroforestry program. The research was conducted with descriptive phenomenological approach. The research findings indicate that the cautious attitude of farmers in accepting the innovation brought by the government congruent with the concept of Scott’s subsistence ethics, but in a different context. For coffee farmers, subsistence ethics is a perspective on collateral sufficiency cash income to meet the needs of food and other necessities of life, so it does not depend on other people and socially can follow the life of the village, not only a security for could still life. Traditional coffee farmers in Semende just planted a few trees in the garden to avoid risks that could reduce the guarantee to live independently. We suggest that the policy of land rehabilitation, reforestation and agroforestry in coffee plantations plateau (upstream) as in Semende designed based on the principles that strengthen the self-reliance of farmers.
Keywords: agroforestry, land rehabilitation, coffee farmers, subsistence ethics

ABSTRAK
Nilai penting agroforestri bagi petani kecil telah menjadi wacana dan kebijakan banyak pihak di seluruh dunia. Namun, pengembangan agroforestri melalui program rehabilitasi lahan, penghijauan dan hutan rakyat bagi petani kopi tradisional di dataran tinggi belum menunjukkan keberhasilan. Pada kenyataannya, beberapa inovasi yang datang dari luar dapat diterima petani. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan adopsi inovasi yang dialami petani kopi tradisional di Semende, dengan fokus terhadap program pengembangan agroforestri. Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan fenomenologis deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sikap hati-hati petani dalam menerima inovasi yang dibawa oleh pemerintah sebangun dengan konsep Scott tentang etika subsistensi, namun dalam konteks yang berbeda. Bagi petani kopi, etika subsistensi adalah perspektif tentang jaminan kecukupan pendapatan tunai untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan hidup lainnya, sehingga tidak tergantung kepada orang lain dan secara sosial dapat mengikuti kehidupan desa, bukan sekedar jaminan untuk tetap dapat hidup. Petani kopi tradisional di Semende hanya menanam sedikit pohon dalam kebun untuk menghindari resiko yang dapat mengurangi jaminan hidup mandiri. Kami menyarankan agar kebijakan rehabilitasi lahan, penghijauan dan agroforestri di kebun kopi dataran tinggi (hulu DAS) seperti di Semende dirancang berdasarkan prinsip yang menguatkan keswadayaan petani.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14410

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 1 (2016)

 

PENGENDALIAN EMISI KARBON DAN PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI: ANALISIS SOSIOLOGI NAFKAH

Arya Hadi Dharmawan, Lilik Budi Prasetyo, Fredian Tonny Nasdian

 

Abstract

The development of carbon-based society is one of the contemporary issues that offers a form of environmental and human collaboration respirokal also functional in controlling the risks of climate change.However, its not easy to introduce the issue of carbon to the livelihood systems of rural communities. In it, found a variety of problems, from technical aspects to non-technical. This study was constructed to answer these issues in the wider framework to mitigate climate change by carbon credits in two different locations, namely in the Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) and Jambi. For the case of DIY, carbon trading scheme, which is based on the Voluntary Carbon Market (VCM) still pose a constraint on the aspect of “legalization” and “market”. Besides the licensing process and the disharmony between institutions vertically led to increasingly complex problems. As for the case in Jambi Province, the forest is seriously threatened by forest fires and property issues (tragedy of the common), the lack of public knowledge about the functioning of Forest Park (TAHURA) causes some people consider the forest and the free open access to be entered.In another side, the TAHURA is one potential area that has a large enough carbon stocks as the area of climate change mitigation. This research is ultimately going to map out the problems and calculate the economic contribution obtained by the public, as well as changes in the structure of living in two locations with two carbon initiatives of community-based schemes are different.
Keywords: mitigation of climate change, carbon emissions, the development of community-based carbon, a living structure, sociology of rural living

ABSTRAK
Pengembangan karbon berbasis masyarakat merupakan salah satu isu kontemporeryang menawarkan bentuk kolaborasi manusia dan lingkungan yang respirokal juga fungsional dalam upaya pengendalian resiko perubahan iklim.Namun, tidak mudah memperkenalkan isu karbon ke dalam sistem penghidupan masyarakat pedesaan. Di dalamnya,ditemukanberbagai permasalahan, dari aspek teknis hingga non-teknis. Penelitian ini dikonstruksikan untuk menjawabberbagai persoalan tersebut dalam kerangka besar mitigasi perubahan iklim via kredit karbon di dua lokasi yang berbeda, yakni di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Jambi. Untuk kasus di DIY, skema perdagangan karbon yang berlandaskan pada Voluntary Carbon Market (VCM) masih menimbulkan kendala pada aspek “legalisasi” dan “pasar”. Selain itu proses perizinan dan disharmoni antar lembaga secara vertikal menyebabkan persoalan semakin kompleks. Sedangkan untuk kasus di Provinsi Jambi, hutan pada saat ini sangat terancam dengan kebakaran hutansertapersoalan properti (tragedy of the common), minimnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi Taman Hutan Raya (TAHURA) menyebabkan sebagian masyarakat menganggap kawasan hutan tersebut open access dan bebas untuk dimasuki.Di sisi lain, kawasan TAHURA merupakan salah satu kawasan potensial yang memiliki cadangan karbon yang cukup besar sebagai kawasan mitigasi perubahan iklim. Penelitian ini pada akhirnya hendak memetakan permasalahan dan mengkalkulasikan kontribusi ekonomi yang diperoleh oleh masyarakat, serta perubahan struktur nafkah di dua lokasi dengan dua skema inisiatif karbon berbasis masyarakat yang berbeda.

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i1.14411

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

 

The Vicious Circle of Poverty in Rural Society, Case Study of Tobacco Farmers in the Rural Area of Lombok Island

Muhammad Nurjihadi, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

Poverty is the cause of hunger, marginalization, neglectand the other social problems. Rural area, which most of its people work in agriculture, generally have more poor people than urban area. Lombok Island in NTB Province as one of the main producers of tobacco in Indonesia is one of the region with higher poor people percentage comparing to national percentage of poor people. This research aimed to know the pattern of vicious circle of poverty in tobacco farmers in Lombok Island. This research used qualitative method with descriptive approach. The number of respondents in this research are a hundred persons which were choosed by random sampling. While the research areas were choosed by purposive method. The research result revealed that the tobacco farmers in rural Lombok experienced the new pattern of vicious circle of poverty. Since the farmers had low level of capital, it encourage the farmers to make a collaboration with Tobacco Company which was create the dependence of farmers to tobacco commodity and Tobacco Company. Dependence on Tobacco Company make bargaining positions of farmerslowin transaction processwhich cause the farmers income become low. Low income lead the tobacco farmers to the ‘debt trap’ and low capital.
Keywords: poverty, rural, farmers, tobacco, Lombok

ABSTRAK
Kemiskinan adalah penyebab dari kelaparan, marginalisasi dan keterlantaran serta fenomena-fenomena negatif sosial lainnya. Kawasan pedesaan yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian umumnya memberikan sumbangan yang lebih besar dalam hal jumlah penduduk miskin dari pada kawasan perkotaan. Pulau Lombok di NTB sebagai penghasil utama tembakau di Indonesia adalah salah satu daerah dengan prosentase penduduk miskin lebih tinggi dari pada prosentase penduduk miskin nasional. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pola lingkaran setan kemiskinan pada petani tembakau di Pulau Lombok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Responden berjumlan seratus orang dipilih secara random sampling di wilayah penelitian yang ditentukan secara purposive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani tembakau di pedesaan Pulau Lombok mengalami lingkaran setan kemiskinan dengan pola baru. Rendahnya tingkat modal petani mendorong petani untuk bermitra dengan perusahaan tembakau, kemitraan ini kemudian menciptakan ketergantungan petani pada komoditas tembakau dan perusahaan mitra, ketergantungan itu membuat posisi tawar petani lemah dalam proses transaksi yang mengakibatkan rendahnya pendapatan petani, pendapatan yang rendah membuat petani terjebak pada debt trap dan tidak mampu mengakumulasi modal, dengan demikian petani kembali memiliki modal yang sangat rendah.

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13372

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

Land use Conflict in Gunung halimun Salak National Park Lebak District

Nurman Hakim, Kukuh Murtilaksono

 

Abstract

Development for conservation, agriculture and settlements have equal importance for humankind. Reality showed, conflict is occured because of each goal use its own knowledge and values. The conflict was found in the forest area of Gunung Halimun Salak National Park. The study aimed to identify the landuse conflict between conservation with agriculture, settlement, include mining, and identify the strategic issues that arised from the conflict. This study was conducted in Gunung Halimun Salak National Park at Lebak regency. The study using qualitative and quantitative approach. Spatial multicriteria analysis was employed to identify the areas of conflict. List of issue derived from three sources: observing landuse conflict map, discussion with the expert and stakeholder’s strategic document. The strategic issues is classifyed based on level of agreement among experts.The result showed that conflict which had been occurred between conservation and agriculture of 22,061.11 ha (49%); between conservation and settlement of 1,830.36 Ha (4%); and between conservation and mining of 26,007.86 Ha (58 %). Analysis of strategic issues leads to 11 issues were grouped to three agendas, namely (1) Tenure and environmental damage, (2) disaster mitigation and food security, and (3) infrastructure development for agriculture and settlement.
Keywords: Gunung Halimun Salak district Lebak, landuse conflict, landuse preferences, multicriteria analysis.

ABSTRAK
Pembangunan untuk tujuan konservasi, pertanian dan permukiman memiliki nilai penting yang setara demi kesejahteraan manusia. Kenyataan menunjukan bahwa ketiga tujuan tersebut kerap berbenturan dan menimbulkan konflik karena masing-masing menggunakan pengetahuan dan nilainya sendiri-sendiri. Konflik tersebut dijumpai di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konflik penggunaan lahan antara konservasi dengan pertanian, permukiman termasuk pertambangan, serta mengidentifikasi isu strategis yang muncul dari konflik yang terjadi. Penelitian dilakukan di kawasan hutan Taman nasional Gunung Halimun salak di Kabupaten Lebak. Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis spasial multikriteria digunakan untuk mendeskripsikan area-area yang mengalami konflik. Isu-isu digali dari pengamatan peta konflik, wawancara narasumber ahli dan kajian dokumen strategis. Perumusan isu strategis didasarkan pada tingkat kesepakatan diantara para narasumber. Hasil penelitian memperlihatkan terjadi konflik penggunaan lahan antara konservasi dengan pertanian seluas 22.061,11 ha (49%); antara konservasi dengan permukiman seluas 1.830,36 Ha (4%); dan antara konservasi dengan pertambangan seluas 26.007,86 Ha (58 %). Terdapat 11 isu strategis yang dirumuskan menjadi 3 kelompok isu dan diajukan sebagai agenda bersama pengelolaan konflik penggunaan lahan, yaitu: (1) Isu lingkungan dan penyelesaian tenurial, (2) Isu mitigasi bencana dan ketahanan pangan, dan (3) Isu pengembangan infrastuktur pertanian dan permukiman.

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13377

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

 

Analysis of Potential Spatial Conflicts at Coastal and Marine Zones : Integration of the Spatial Planning of Land and Coastal Water

Mujio ., Luky Adrianto

 

Abstract

 

Analysis of potential conflict mapping that will be studied and discussed is part of one of the analyzes performed in the study of Spatial Planning Model Coastal Area With Spatial Approach Connectivity.The purpose of this study is the mapping of potential conflicts between activities in the coastal zone Bontang City’s. Identification of potential conflicts is very necessary in preparing coastal spatial planning. Management and control of the conflict will facilitate allocation of space by considering the interests of various parties
Keyword: conflic, zoning, spatial planning, zone, coastal

ABSTRAK
Analisis potensi konflik yang akan dikaji dan dibahas ini merupakan bagian dari salah satu analisis yang dilakukan dalam penelitian mengenai Model Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pesisir dengan pendekatan keterkaitan spasial (Spatial Connectivity). Tujuan Penelitian ini adalah memetakan potensi konflik antar kegiatan di kawasan pesisir Kota Bontang.Identifikasi potensi konflik sangat diperlukan dalam menyusun recana tata ruang pesisii. Pengelolaan dan pengendalian konflik akan memudahkan pengambilan keputusan dalam memutuskan alokasi ruang yang mempertimbangkan kepentingan antar pihak.
Kata kunci: konflik, zonasi, tata ruang, kegiatan, Pesisir

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13379

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

Contestations Access to Agrarian Resources in Forest Area of Dodo Jaran Pusang, Sumbawa District, NTB

Fahrunnisa ., Endriatmo Soetarto

 

Abstract

Control and management of forests by the Government often gives rise to conflicts with communities, especially those that still utilize forest resources for their lives. This condition also occurs in forest area of Dodo, Jaran Pusang (RTK. 64) in Sumbawa, West Nusa Tenggara. Conflicts in forest area of Dodo involve community in Lawin village and Lebangkar village, sub-district Ropang, local government and the PT Newmont Nusa Tenggara who gained the concession of mining around forest area of Dodo. This research was qualitative research with a descriptive case study strategy. This research explains that the Lebangkar and Lawin community still can access forest of Dodo, indicated by a pattern of economic relations, socio-cultural and ecological of the communities with forest. The community also is constantly working to build power through FKDEL, YEP, SPPT, and SKPT movement to maintain access in the forest of Dodo. On the other hand, the Government of Indonesia, Newmont Nusa Tenggara, Society Ropang, Ranan, Lebin and Johnny wanted to access the forest of Dodo. Every actor has a different way to get access. The difference in the strength of the actor causing relationship tension between concerned actors.
Keywords: agrarian contestations, access, Forest of Dodo, Lebangkar, Lawin

ABSTRAK
Kontrol dan pengelolaan hutan oleh pemerintah sering menimbulkan pertentangan dengan masyarakat, terutama yang masih memanfaatkan sumber daya hutan untuk kehidupan mereka. Kondisi ini juga terjadi di Kawasan Hutan Dodo, Jaran Pusang (RTK.64) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Konflik di Kawasan Hutan Dodo melibatkan masyarakat di desa Lawin dan desa Lebangkar, kecamatan Ropang, pemerintah daerah dan PT Newmont Nusa Tenggara yang memperoleh konsesi pertambangan sekitar Kawasan Hutan Dodo. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan startegi studi kasus deskriptif. Penelitian ini menjelaskan bahwa masyarakat Lawin dan Lebangkar masih dapat mengkases hutan Dodo yang ditunjukkan dengan pola hubungan ekonomi, sosial-budaya dan ekologi masyarakat dengan hutan. Masyarakat juga terus berupaya membangunpower melalui gerakan FKDEL, YEP, SPPT, dan SKPT untuk mempertahankan akses di hutan Dodo. Di sisi lain, pemerintah Indonesia, Newmont Nusa Tenggara, masyarakat Ropang, Ranan, Lebin dan Lantung ingin mengakses hutan dodo. Setiap aktor memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan akses. Perbedaan kekuatan aktor menyebabkan ketegangan hubungan antara aktor-aktor berkepentingan.

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13381

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

The Impact of Climate Variability and Adaptive Mechanisms of Community Farmers in Dry Climates Areas (The Case In Village Boronubaen And Taunbaen Timur Villages, Timor Tengah Utara District, East Nusa Tenggara)

Eka Intan Kumala Putri, Nurmala K Pandjaitan

 

Abstract

Climate variability led to a number of risks to the agricultural production process and the risk of shocks to the livelihood systems, which ultimately impat on the resilience of households farmer. The purpose of the research: (1) identify the impact of climate variability on regional farms and farmer households, 2) the ways to anticipate and type of adaptive response of households farmer as effort to survive, 3) the direction change of the socio-economic, institutional and socio-ecological that accompany the adaptation process at household and community farmerslevel, and 4) to formulate suggestionthe adaptation mechanisms of households farmerin response the climate variability, which impacts on food security temporarily. The results showed in 2015, 2nd study areas is long drought.The Changes in productivity of rice crops due to climate variability in the Taunbaen Timurvillagehigher than Boronubaenvillage. The condition is supported by calculations Livelihood Vulnerability Index (LVI) showed household farmers in the Taunbaen Timur is more vulnerable than Boronubaen village household farmers. Food insecurity in the two villages is not only due to drought and pests, but also due to the high dependence on rice, making farming community poorer. To improve food security and resilience of householdfarmers income, need to increase public physical capital.
Keywords: climate variability, vulnerability, resilience, food insecurity, livelihood.

ABSTRAK
Variabilitas iklim menyebabkan sejumlah risiko terhadap proses produksi pertanian dan risiko guncangan pada sistem penghidupan, yangakhirnya berdampak pada resiliensi rumahtangga petani. Tujuan penelitian yaitu (1) mengidentifikasidampak variabilitas iklim pada kawasanusahatani dan rumahtangga petani, 2)cara-cara mengantisipasi dan tipe respons adaptif rumahtangga petani dalam upaya bertahan hidup, 3) arah perubahan sistem sosio-ekonomi, kelembagaan dan sosio-ekologi yang menyertai proses adaptasi di tingkat rumahtangga dan komunitas petani, dan 4) memformulasi usulan mekanisme adaptasi rumahtangga petani dalam merespon variabilitas iklim, yang berdampak terhadap ketahanan pangan temporer. Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2015, ke-2 desa penelitian, mengalami kekeringan yang cukup panjang. Perubahan produktivitas tanaman padi akibat variabilitas iklim di Desa Taunbaen Timur lebih tinggi daripada di Desa Boronubaen. Kondisi tersebut didukung oleh perhitungan Livelihood Vulnerability Index (LVI) menunjukkan petani di Desa Taunbaen Timur lebih rentan dari pada petani Kelurahan Boronubaen terhadap variabilitas iklim. Kerawanan pangan di dua desa penelitian bukan hanya disebabkan oleh kekeringan dan hama penyakit, tetapi juga akibat ketergantungan beras yang tinggi, membuat komunitas petani semakin miskin.Untuk meningkatkan ketahanan pangan dan resiliensi nafkah rumahtangga petani, perlu peningkatan modal fisik yang bersifat publik.

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13383

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

Ecotourism,livelihood System and Decoupling Sustainabilty in Wakatobi, Southeast Sulawesi

Kasmiati ., Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

This study was conducted in Wakatobi Southeast Sulawesi Province. Wakatobi overall administrative region is a national park established by decree of the Ministry Forestry No.7651/KPTS-II/2002 dated August 19 Wakatobi National 2002. Wakatobi National Park was the second largest marine park was owned by Indonesia and became one of the national tourism destination. It was the latest Indonesian biosphere reserves established by UNESCO in the 24th session of the ICC-MAB program in 2012, Paris.Wakatobi geostrategic position in the center of the world’s coral led to an area that has a very rich biodiversity and have the beautifully and exotic underwater scenery. The superiority of location (geographical advantage) being the reason for local governments to establish ecotourism as a paradigm of Wakatobi regional development. This study examines the livelihood systems and the level of household resilience after ecotourism developed in Wakatobi through “Sustainable Livelihood Aproach”.In this study, it can be concluded that the development of ecotourism in the region has not given more contribution thus hamper the achievement of regional development based on ecotourism as nature conservation was maintained and well-being of local communities. However, the development of ecotourism still was inclusive so that people who are able to access such availability was top class household groups. Ecotourism basically can increase the economic resilience of households.
Keywords: regional development, ecotourism, livilihood, resilience, decoupling sustainability

ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara keseluruhan wilayah adminstrasi Wakatobi merupakan taman nasional yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No.7651/KPTS-II/2002 tanggal 19 Agustus tahun 2002.Taman Nasional Wakatobi merupakan taman laut terbesar kedua yang di miliki Indonesia dan menjadi salah satu Daerah Tujuan Wisata nasional. Merupakan cagar Biosfer terbaru Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO melalui sidang ke-24 ICC-MAB program pada tahun 2012 di Paris. Posisi Geostrategis Wakatobi di tengah pusat karang dunia, menyebabkan daerah ini sebagai wilayah yang memiliki keanekaragamn hayati yang sangat tinggi dan mempunyai pemandangan alam bawah laut yang indah dan eksotik. Keunggulan lokasi (geographical advantage) menjadi alasan Pemerintah Daerah menetapkan Ekowisata sebagai paradigma pembangunan wilayah Wakatobi. Penelitian ini bertujuan melihat sistem penghidupan dan tingkat resiliensi rumahtangga setelah ekowista dikembangkan di Wakatobi menggunakan pendekatan “Sustainable Livelihood aproach”. Hasil kesimpulan penelitian ini adalah kegiatan ekowisata belum berkontribusi besar dalam pembangunan wilayah karena terjadi persoalan ”Decoupling Sustainability”, hal ini menghambat tercapainya tujuan pembangunan wilayah yang berbasiskan ekowisata yaitu kelesetarian alam terjaga dan masyarakat lokal memperoleh manfaat. Tetapi yang terjadi adalah pembangunan ekowisata yang belum inklusif sehingga hanya lapisan rumahtangga atas yang mampu mengakses peluang yang tersedia. Ekowisata pada dasarnya dapat meningkatkan resiliensi ekonomi rumahtangga.

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13391

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

Institution and Change on Community Access Right in Mangrove Forest Management in East Sinjai, South Sulawesi

Sri Suharti, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho, Leti Sundawati

 

Abstract

Mangrove forests in Tongke-tongke is an example of success story of natural resources self governing. The research aims to describe the dynamic of local institution development and its effectiveness in mangrove management growing on accretion land in Tongke-tongke village, East Sinjai, South Sulawesi. This is a qualitative research by using case study method. The results showed that even without government support, collective action in mangrove management can be realized through various rules and agreements formulated collectively by local institution. Achievement of its management was evaluated by using design principles of Ostrom. Norms and rules agreed by the community has functioned as guideline in mangrove management following enforcement of sanctions for noncompliance. Accretion land under Act No. 16 of 2004 is state property but due to late support and government attendance has caused state property status becomes illegitimate. Ambiguity in tenurial status causing property typology of mangrove forests in East Sinjai can not be classified strictly. This then instigate multilayer property status for different types of products and services produced impying changes in access right to mangrove forest. The success of communities to manage mangrove sustainably in Eastern Sinjai should be supported with the provision of legal access to the public.
Keywords: acccess right, accreting land, institution, mangrove, property status,

ABSTRAK
Hutan mangrove di Tongke-tongke merupakan success story kemandirian masyarakat dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan dinamika perkembangan serta efektivitas kelembagaan lokal dalam pengelolaan mangrove yang tumbuh pada tanah timbul di Desa Tongke-tongke, Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun tanpa dukungan pemerintah, aksi kolektif untuk menanam mangrove dapat diwujudkan melalui berbagai aturan dan kesepakatan yang dirumuskan secara kolektif melalui kelembagaan lokal yang dievaluasi menggunakan desain prinsip Ostrom. Norma dan aturan yang disepakati telah berperan menjadi patokan tindak masyarakat dalam menjaga tegakan mangrove berikut upaya penegakan sangsi bagi yang melanggar. Meskipun tanah timbul secara de jure menurut Undang-undang No 16 Tahun 2004 berstatus lahan negara (state property), namun negara yang terlambat hadir menyebabkan status state property menjadi tidak legitimate. Ambiguitas dalam status property menyebabkan tipologi property hutan mangrove di Sinjai Timur tidak dapat diklasifikasikan secara tegas sehingga menghasilkan status property yang berlapis (multilayer property) untuk berbagai jenis produk dan jasa yang dihasilkan yang kemudian berimplikasi pada perubahan hak akses masyarakat terhadap hutan mangrove. Keberhasilan masyarakat dalam mengelola mangrove secara lestari di Sinjai Timur perlu didukung dengan pemberian akses secara legal kepada masyarakat..

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13392

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

“Crown for Women on Empowerment Program”: Studies of Important Position of Women in Poverty Alleviation Program in Banyumas

Dwiyanto Indiahono

 

Abstract

Women in rural areas with low education and experience are feared to be problems on poverty alleviation programs. Research forwomen position in poverty alleviation programs based onPNPM-Mandiri Perdesaan (rural empowerment) thus becomes strategic. This research seeks to find out, how the role of women in poverty programs?; and how important is the position of women in poverty alleviation programs?. Qualitative research has been carried out by conducting in-depth interviews and focus group discussion (FGD) to the members of women’s groups, activists, actors and managers of PNPM-Mandiri Perdesaan in Banyumas Regency. Triangulation and interactive data analysis has been carried out strictly and carefully. The results showed that social capital of women groups has proven to be a major force to support the success of the poverty alleviation program.This makes the position of women is very important in this program.The important position is characterized by a strong social capital, unity of purpose, solidarity of groups, an excellent adaptation to change, and internalization of the program so that the objectives can be achieved.This study believes that the inclusion of women in poverty alleviation programs in rural areas is one of the best ways.
Keywords: development, empowerment, poverty, social capital, and women.

ABSTRAK
Perempuan di daerah pedesaan dengan pendidikan dan pengalaman yang rendah dikhawatirkan menjadi masalah pada program pengentasan kemiskinan. Penelitian tentang posisi penting perempuan dalam program pengentasan kemiskinan berbasis PNPM-Mandiri Perdesaan (pemberdayaan pedesaan) menjadi strategis. Penelitian ini mengungkapkan, bagaimanakah peran perempuan dalam program pengembangan pengentasan kemiskinan?; dan seberapa pentingkah posisi perempuan dalam program pengentasan kemiskinan?. Penelitian kualitatif telah dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) dengan anggota perempuan kelompok, aktivis, aktor dan manajer kegiatan PNPM-Mandiri Perdesaan di Kabupaten Banyumas. Triangulasi dan analisis data interaktif telah dilakukan secara ketat dan hati-hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial kelompok perempuan telah terbukti menjadi kekuatan utama yang mendukung keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Hal ini membuat posisi perempuan sangat penting dalam program ini. Posisi penting ini ditandai dengan modal yang kuat sosial, kesatuan tujuan, solidaritas kelompok, adaptasi yang sangat baik untuk perubahan, serta internalisasi program sehingga tujuan dapat dicapai. Penelitian ini percaya bahwa melibatkan perempuan pedesaan dalam program pengentasan kemiskinan di akar rumput pedesaan adalah salah satu cara terbaik.
Kata kunci: pembangunan, pemberdayaan, kemiskinan, modal sosial, dan perempuan.

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13393

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

Perspective on Institutional Legitimacyof Sea-ranching at Seribu Island-Jakarta

Taryono ., Kadarwan Soewardi

 

Abstract

The main problem of shallow water fisheries is overfishing. To improve fishing capacity of overfished fisheries is potentially by implementing sea ranching. Sea ranching isa process of releasing juvenile to certain enclose marine water under process of put-grow-take system. Two crucial aspects for implementing sea-ranching system are space management and access control of fishermen to fisheries resources. Implementation of this concept needsstrong legitimated institution. This paper is aimed to analysis legitimation issues of sea ranching institution at Semak Daun shallow water in Seribu Island-Jakarta base on legitimacy theory both of legal-substantial and sociopolitic-cognitive perspective.Legitimacy is heavily perception matter, which is assumed that institution body is allowed to take expected, proper and right actions. The legitimated sea ranching institutionrequires a powerful authority to develop regulations and to take enforcement actions. For doing so, itmust meet political, regulative, scientific and morality reasons. For complementary that institution also needs to be supported by institutional pillars including regulative, normative and cognitive perspectives. Results of this analysis will be one of references to develop implementing institution of sea ranching at study site.
Keywords: institutional legitimacy, overfishing, sea-ranching, shallow water

ABSTRAK
Problem utama perikanan perairan dangkal adalah tangkap lebih.Untuk meningkatkan produktivtas perikanan yang tangkap lebih dapat dilakukan dengan menerapkan sea ranching. Sea ranching adalah pelepasan juvenil yang dibudidayakan ke lingkungan laut tertutup dalam sistem lepas-tumbuh-panen. Dua aspek krusial penerapansea-ranching adalah tata ruang dan pengendalian akses nelayan pada sumberdaya. Implementasi sea ranchingmemerlukan kelembagaan yang mempunyai legitimasi kuat. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis isu-isu legitimasi kelembagaan sea ranching pada perairan dangkal Semak Daun di Kepulaun Seribu-Jakarta dalam pandangan teoritis baik dalam perspektif legal-substansial dan sosial politik-koginitif. Legitimasi lebih merupakan persoalan persepsi, yang diasumsikan bahwa lembaga diijinkan untuk melakukan suatu tindakan yang yang diharapkan, tepat dan benar. Lembaga pengelola sea ranching yang legitimatif membutuhkan kewenangan yang kuat untuk menyusun peraturan dan melakukan tindakan penegakannya. Untuk itu, kelembagaan sea ranching harus memenuhi alasan politis, regulatif, ilmiah, dan moralitas. Untuk melengkapinya, kelembagaan tersebut juga membutuhkan dukungan pilar-pilar kelembagaan yang mencakup perspektif regulatif, normatif dan kognitif.Hasil analisis ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk membangun kelembagaan implementasi sea ranching di lokasi studi.
Kata kunci: legitimasi kelembagaan, perairan dangkal, sea-ranching, tangkap lebih

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13394

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 2 (2016)

 

The Dynamics of Organic Farming Institution Towards Sustainable Development

Hana Indriana, Rilus A Kinseng, Galuh Adriana

 

Abstract

 

The development of organic agriculture is significant both at local, national, regional, and global in the last two decades and organic farming has matured enough to offer lesson. In the process, these developments characterized by a variety of internal and external conflicts such as conflict of interest, the data conflicts, resource conflicts, and structural conflicts. Products from various conflicts between the actors who are related, ultimately forming institutional arrangements. This study aims to explain the mechanisms that made the actors involved in organic farming in managing conflicts by placing community as an important actor. This study uses a constructivist paradigm that seeks to understand the meaning construction management of conflicts of various actors. The study was conducted in three locations namely Tasikmalaya District, West Java, Boyolali, Central Java, and Malang in East Java. Conflict management model that has been built by the institutional organic farming in Tasikmalaya, Boyolali, and Malang a lesson learned for other lowland rice farming locations that could potentially be the location of the development of organic rice. In the development phase, while this institutional organic farming that have been built are encouraged to ensure food security where production is not only oriented to meet export demand, but also meet the needs of organic food at the local and national levels.
Keywords: conflict management, organic farming, sustainability, food security

ABSTRAK
Perkembangan pertanian organik cukup signifikan baik di level lokal, nasional, regional, maupun global dalam dua dekade terakhir ini dan organic farming has matured enough to offer lesson. Pada prosesnya, perkembangan tersebut diwarnai oleh beragam konflik baik internal maupun eksternal berupa konflik kepentingan, konflik data, konflik sumber daya, maupun konflik struktural. Produk dari beragam konflik diantara aktor-aktor yang terkait tersebut, pada akhirnya membentuk aturan-aturan kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme yang dilakukan para aktor yang terlibat dalam pertanian organik dalam melakukan manajemen konflik dengan menempatkan komunitas sebagai aktor penting. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yang berupaya untuk memahami konstruksi makna manajemen konflik dari berbagai aktor. Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, dan Kabupaten Malang Jawa Timur. Model manajemen konflik yang telah dibangun oleh kelembagaan pertanian organik di Tasikmalaya, Boyolali, dan Malang menjadi pembelajaran bagi lokasi pertanian padi sawah lainnya yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan padi organik. Pada fase pengembangan sementara ini, kelembagaan pertanian organik yang berhasil dibangun didorong untuk menjamin ketahanan pangan dimana produksi bukan hanya diorientasikan untuk memenuhi permintaan ekspor namun juga dapat memenuhi kebutuhan pangan organik di tingkat lokal dan nasional.

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i2.13652

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

NGO’s Roles and Strategies in the Environmental Politic Arena

David Ardhian, Soeryo Adiwibowo, Ekawati Sri Wahyuni

 

Abstract

NGOs have played increasingly prominent roles and strategies in the environment politic arena. The study was carried out using qualitative approach at national and local to elaborate Indonesia NGOs roles and strategies in responding land and forest fires. The Study reveals that NGOs were be able to take advance of collective deprivations and political opportunities to develop mobilization structure, framing process and various form of actions in responding land and forest fires. NGOs political strategies are directly influence key stakeholders,develop pressure to governmnet using transnational advocacy networks, enhancing market and sustainability standart to private sectors, influencing capital flow, mobilizing elits and promoting best practices at local as alternative solutions. NGOs plays as social movement organization in the frame of new social movement to enhance the equality of power relations, through influencing policies, law enforcement, market and private sectors behaviour, and promoting community-based peatland management model at local, toward better governance of natural resources management in Indonesia.
Keywords : NGO, social movement, political ecology, land and forest fire

ABSTRAK
Oganisasi Non Pemerintah (ORNOP) memainkan peran dan strategi penting dalam arena politik lingkungan hidup. Studi dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan peran dan strategi ORNOP di Indonesia pada tingkat nasional dan lokal dalam menanggapi kasus kebakaran hutan dan lahan. Studi mengungkap bahwa ORNOP mampu memanfaatkan keluhan kolektif dan struktur kesempatan politik untuk membangun struktur mobilisasi, proses framing dan bentuk-bentuk aksi. Strategi Politik ORNOP diwujudkan dengan cara mempengaruhi secara langsung pihak-pihak kunci, meningkatkan tekanan politik terhadap pemerintah dengan menggunakan jaringan advokasi lintas negara, mendorong standar keberlanjutan pasar, mempengaruhi aliran kapital, mobilisasi dukungan elit dan mempromosikan praktik-praktik terbaik sebagai solusi tandingan. ORNOP mampu memainkan peran sebagai organisasi gerakan sosial untuk mendorong kesetaraan relasi kuasa, dengan mempengaruhi kebijakan, penegakan hukum, perilaku pasar dan sektor swasta, serta mempromosikan pengelolaan lahan gambut berbasis masyarakat pada tingkat lokal, dalam rangka penguatan tata kelola sumberdaya alam di Indonesia.

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14429

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

Water Resource Management Discourse in Indonesia (Case Studi 2002-2015)

Dwi Agus Susilo, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Basita Ginting

 

Abstract

The discourse of water resources management that occurred in Indonesia for more than a decade involving governments and civil society be interesting to watch. The purpose of this study is to interpret and analyze the discourse and argumentation conflicting parties in the public sphere in water resource management in Indonesia in 2002-2015. Benefits of theoretical research is to increase the variety of discourse analysis method. This critical research paradigm using the theory of Communicative Action Habermas who developed the concept of discourse. Using the method of DHA Wodak as a method of discourse rooted in the critical theory of Habermas researchers managed to see the interests behind the making of Law No. 7 of 2004 on Water Resources and arguments used to use legal rationality and everyday language. Water Resources Law 2004 born of global importance that took the interests of katas ha of water and water privatization. Through discourse with distortion-free communication, guarantees the rationality, where the best reliable arguments to challenge oppressive power and hegemonic ideology.
Keywords: argumentation, critique, discourse, privatization, public sphere, water right

ABSTRAK
Diskursus pengelolaan sumber daya air yang terjadi di Indonesia lebih dari satu dekade yang melibatkan pemerintah dan masyarakat sipil menarik untuk diamati. Tujuan penelitian ini adalah menafsirkan dan menganalisis diskursus dan argumentasi pihak-pihak yang berkonflik di ruang publik dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia tahun 2002-2015. Manfaat penelitian secara teoretis adalah untuk menambah variasi   metode analisis diskursus. Penelitian berparadigma kritis ini menggunakan teori Tindakan Komunkatif Habermas yang mengembangkan konsep diskursus. Menggunakan metode DHA Wodak sebagai metode diskursus yang berakar pada teori kritis Habermas peneliti berhasil melihat kepentingan di balik pembuatan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan argumentasi yang digunakan menggunakan rasionalitas hukum dan bahasa sehari-hari. UU SDA lahir dari kepentingan global yang membawa kepentingan hak atas air dan privatisasi air. Melalui diskursus dengan komunikasi bebas distorsi menjamin lahirnya rasionalitas, dimana argumentasi terbaik dapat diandalkan untuk menantang kekuasaan yang menindas dan ideologi yang hegemonik.

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14430

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

Analysis of Actors in Promoting Recognition of Indigenous Peoples Policy Post Constitution Court Rulling No.35 (Study on AMAN’s and the Network’s Role in Promoting the Recognition of Indigenous Peoples Through Village Law and Recognition and Protection of

Idham Arsyad, Satyawan Sunito, Haryadi Kartodiharjo

 

Abstract

The judicial review allegation conducted by the Nusantara Indigenous Peoples Alliance (AMAN) against Act No. 41/1999 on Forestry has resulted Constitutional Court Rulling No.35 (Putusan MK 35) which sucessfully excluded indigenous forests from the state forest. This ruling has implications for the process of new policy formulation related to the recognition and protection of indigenous people and their customary land. Therefore this study aims to look at the influence of the Putusan MK 35 on the formulation of the Village Law and Recognition and Protection of Indegenous People Bill (RUU PPMHA)through the role of actors and discourses. This study found that; The Putusan MK 35 affect the substance of the Village Law with the inclusion of the indegenous village nomenclature within the law. A common discourse and political interests among actors made the Village Law formed quickly. However the rulling did not succeed in promoting PPMHA Law given the conflict of the actors was very high and the discourse about social unit of indegenous people was unclear at that time
ABSTRAK
Gugatan judicial review yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terhadap UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menghasilkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.35 (Putusan MK 35) yang mengeluarkan hutan adat dari hutan negara. Kebijakan ini berimplikasi pada proses pembentukan kebijakan baru terkait dengan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Putusan MK 35 terhadap Undang-Undang tentang Desa dan Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (RUU PPMHA) melalui analisis aktor dan diskursus yang berkembang. Penelitian menemukan bahwa Putusan MK 35 mempengaruhi subtansi Undang- Undang Desa dengan masuknya nomenklatur desa adat dalam undang-undang. Diskursus dan kepentingan yang saya sama dari aktor membuat undang-undang ini terbentuk secara cepat. Namun tidak berhasil dalam RUU PPMHA karena konflik para aktor sangat tinggi dan diskursus mengenai unit sosial masyarakat hukum adat tidak jelas.

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14431

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

Embeddedness of Moral and Culture Institutions with Embroidery Entrepreunership in Tasikmalaya

Joharotul Jamilah, Arya Hadi Dharmawan, Nurmala K. Panjaitan,, Didin S. Damanhuri

 

 

Abstract

In the Era of Global Economy, in general the business world is controlled by the formal economic ethics. This means that the businesses with modern economic system dominates the behaviours of enterpreuneurs in his economic acts. Production relation that is constructed between the enterpreuners and the employers is rational formal relationship, such as the employment contract should be clear above “black and white”, and the SOP (Standard Operational Procedure) which has been determined from beginning or formal legal nature. However, there is still found the businessman with moral economic ethics as the basis of their behaviours may persist, including the businessman of embroidery industry in Tasikmalaya.This research is aimed to reveal the business strategy that is undertaken by the embroidery enterpreuners in order to survive in the modern economy which is based on capitalist economic ethics with formal rational, and how the moral values and formal underlying the relation of production between the businessman and the workers.The methode used in this research is case study, with 12 embroidery enterpreuners, according to the criteria of Legilation No. 20 Yr. 2008 about UMKM, in Tasikmalaya. The data collecting uses deep interview and observation, while the technique of data analysis is used descriptive qualitative analysis. The result of the study is there is an embeddedness of Islamic and Sundanese values in the economic acts of the embroidery enterpreuners in Tasikmalaya with difference of embeddedness level. i.e: (1) Strong embeddedness on the Islamic values and weak Sundanese ethics traditions, call as Islamic-Sundanese Entrepreneurs (2) Strong embeddedness on the Sundanese tradition and weak Islamic Ethics, call as Sunda-Islamic Entrepreneurs, and (3) Strong embeddedness on the modern economic ethics but weak on the Islamic and Sundanese ethics, call as Capitalist Entrepreneurs.

ABSTRAK
Pada era ekonomi global, dunia bisnis pada umumnya dikendalikan dengan etika ekonomi formal. Hal ini berarti bisnis dengan sistem ekonomi modern mendominasi perilaku wirausahawan dalam tindakan ekonominya. Hubungan produksi yang terbangun antara pengusaha dengan pekerja bersifat rasional formal, seperti dengan adanya kontrak kerja yang harus jelas di atas ‘hitam putih’, dan SOP yang sudah ditentukan dari awal atau bersifat legal formal. Tetapi masih ditemukan pelaku bisnis dengan etika ekonomi moral sebagai dasar perilakunya dapat bertahan, diantaranya pengusaha industri bordir di Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap strategi bisnis yang dilakukan pengusaha bordir sehingga dapat tetap survive dalam ekonomi modern yang berlandaskan pada etika ekonomi kapitalis dengan rasional formal, serta sejauhmana nilai-nilai moral dan formal melandasi hubungan produksi antara pengusaha dengan pekerjanya berdasarkan tipologi pengusaha. Metode yang digunakan adalah studi kasus, pada 16 pengusaha bordir, sesuai kriteria UU no 20 tahun 2008 tentang UMKM di Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data melalui deep interview dan observasi sedangkan teknik analisis data melalui analisis deskriptif kualitatif. Hasil yang didapatkan adalah adanya keterlekatan nilai Islam dan Sunda dalam tindakan ekonomi para pengusaha bordir di Tasikmalaya yang berbeda-beda derajat kelekatannya yaitu (1) keterlakatan kuat pada nilai Islam dan lemahetika budaya Sunda, disebut sebagai tipe Pengusaha Islami-Sundanis, (2) keterlakatan kuat pada nilai budaya Sunda dan lemah pada nilai Islam, adalah tipe Pengusaha Sunda-Islami, dan (3) terlekat kuat pada etika ekonomi modern dan lemah pada etika Islam dan Sunda, sebagai tipe Pengusaha Kapitalis
 

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14432

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

Local Wisdom of the Community in Handling Mental Retardation People ( A Case Study of “Kampung Idiot” in Sidoharjo Village, Jambon District, Ponorogo Regency)

Muhammad Hanif

 

 

Abstract

Sidoharjo village, in Jambon is one of villages in Ponorogo Regency, called as ‘Kampong Idiot’, since there are many villagers having mental retardation. They also have many disabilities, as a matter of fact they can survive and live quite longer. It certainly happens in accordance with the local wisdom of other villagers, the normal people who live in their surrounding. The research, therefore, aims to analyze and describe local wisdom of the community “Kampung Idiot” Sidoharjo Jambon Ponorogo in handling mental retardation people of Kampung Idiot in Sidoharjo village, Jambon district, Ponorogo regency. The research used descriptive-qualitative. The informants comprised of village officers, socialite, religion leader, youth and all family members of mental retardation people. Data were collected by using in-depth interview, observation, and documentation. Source triangulation was excuted in an effort to validate data and then the data were analyzed by using Strauss and Corbin’s Coding model.The local wisdom of Sidoharjo community in handling mental retardation people is a result of relationship among the people in the community, the people and their God, and the people and nature in their surrounding. The local wisdom can be seen from the community’s attitudeaccepting mental retardation people as the parts of the community and they are willing to help the mental retardation people do their personal, household and social activities. The local wisdom of the community seems to happen for (1) a belief in the existence of the mental retardation people is tribulation sent by God, providing deep meaning and boon that need to be faced, (2) they are social ethics and responsible moral for the social environment, (3) the norms include advices, prohibition, punishment, and wise words about life.
Keywords: local wisdom, attitude, mental retardation people

ABSTRAK
Desa Sidoharjo Jambon merupakan salah satu kampung di Kabupaten Ponorogo yang disebut “kampung idiot” karena banyak warganya yang mengalami retardasi mental. Warga retardasi mental di kampung ini memiliki banyak keterbatasan namun dapat melangsungkan hidupnya dalam kurun waktu yang relatif lama. Hal itu tentunya terkait dengan sikap arif warga masyarakat di lingkungan sekitarnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan kearifan lokal masyarakat Sidoharjo dalam menyikapi warga retardasi mental di “kampung idiot” Sidoharjo Jambon. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Informan terdiri dari pejabat pemerintah desa, tokoh; masyarakat, agama, dan pemuda, serta keluarga warga retardasi mental. Pengambilan datanya menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan pencatan dokumen. Validasi data dengan triangulasi sumber dan analisis datanya dengan model coding Strauss dan Corbin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal masyakat dalam menyikapi warga retardasi mental merupakan hasil dari relasionalitas diantara warga masyarakat, masyarakat dengan Tuhan dan alam. Masyarakat menerima warga retardasi mental sebagai bagian dari dirinya dan berusaha membantunya agar mampu menjalankan aktivitas pribadi, keluarga, dan sosial. Kearifan lokal masyarakat tersebut dipredisposisi oleh; (1) keyakinan bahwa warga retardasi mental merupakan ujian Tuhan yang harus disikapi karena mengandung arti serta hikmah, (2) etika sosial dan tanggungjawab secara moral terhadap lingkungan

sosial, (3) norma-norma yang berupa anjuran-anjuran, larangan-larangan, sanksi, dan ungkapan kebijaksanaan akan kehidupan.
Kata kunci: kearifan lokal, sikap, warga retardasi mental

 

 

 

 

 

 

 

 

Link:    http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14433

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

The Expansion of Palm Oil Plantation and Changes of Rural Social Ecology

Nursantri Hidayah, Arya Hadi Dharmawan, Baba Barus

 

Abstract

The biggest threat to Indonesian forest is the rise of new palm oil plantation. Indonesia ranked the top by the quantity and rate of expansion of oil palm cultivation. Riau ranked first with a contribution of 29 percent of the total national production of palm oil. The rate of expansion of oil palm plantations such as by land use change forest area, land of community, and farmland. Demand for land to the expansion of oil palm plantations in Riau Province continues to increase is so that has triggered high rates of conversion of land into oil palm plantations, this expansion HAS ALSO led to a conservation area. Many cases of illegal land conversion is done as occurs in protected areas and conservation. Tesso Nilo National Park is one of the National Park in Riau province precisely in Pelalawan and Indragiri Hulu does not escape from the activity of land conversion for oil palm plantations. Oil palm expansion has led to various effects such as changes in the landscape, the relocation of land and natural resources, changing economic and social. This research was conducted with the aim of identifying changes in land use landscape surrounding Tesso Nilo National Park, the changes livelihoods of local communities and the vulnerability of farm Households. Studies conducted in the village conservation area affected by oil palm expansion. Data were Analyzed descriptively by using spatial analysis and livelihood systems. From the results of the research Noted that oil palm expansion in Tesso Nilo has the caused massive degraded forests, forest cover is left now only about 20 percent. The pattern of the community living around the area turn out to be are relatively homogeneous with one source of income is from oil palm plantations. This causes people to be vulnerable to a crisis when palm oil prices declined. The high food consumption from the dependent communities will complicate the supply from outside the community when revenues decline. For the sustainability of the region need more intensive management area so that the destruction of the forests as a result of actions of this expansion can be overcome and potential conflicts between the oil palm and food crops in the future must be anticipated so there is no economic vulnerability of farm households.
Keywords: ecology landscape changes, expansion of oil palm, livelihood systems

ABSTRAK
Ancaman terbesar terhadap hutan Indonesia adalah maraknya pembukaan perkebunan kelapa sawit baru. Indonesia menduduki peringkat teratas berdasarkan kuantitas perluasan perkebunan dan laju penanaman kelapa sawit. Riau berada di peringkat pertama dengan kontribusi sebesar 29 persen terhadap total produksi minyak sawit nasional.Laju perluasan perkebunan kelapa sawit diantaranya dengan jalan mengalihfungsikan kawasan hutan, kebun rakyat, dan lahan pertanian. Permintaan lahan untuk ekspansi perkebunan sawit di Provinsi Riau terus meningkat sehingga telah memicu tingginya angka konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, ekspansi ini juga sudah mengarah ke kawasan konservasi. Banyak kasus konversi lahan dilakukan secara illegal seperti yang terjadi pada kawasan lindung dan konservasi. Taman Nasional Tesso Nilo  (TNTN) adalah salah satu Taman Nasional di Provinsi Riau tepatnya di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu yang tidak luput dari aktivitas konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Ekspansi kelapa sawit telah menimbulkan berbagai dampak seperti terjadinya perubahan bentang alam, relokasi tanah dan sumber daya alam, perubahan ekonomi dan perubahan sosial. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan disekitar lanskap Taman Nasional Tesso Nilo, perubahan sistem naflah masyarakat lokal dan kerentanan rumah tangga petani. Studi dilakukan di desa sekitar kawasan konservasi yang terkena dampak ekspansi kelapa sawit. Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis spasial dan analisis sistem penghidupan. Dari hasil penelitan diketahui bahwa ekspansi kelapa sawit di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo telah menyebabkan hutan terdegradasi secara masif, tutupan hutan yang tersisa saat ini hanya sekitar 20 persen. Pola nafkah masyarakat sekitar kawasan berubah menjadi cenderung homogen dengan satu sumber nafkah yaitu dari perkebunan kelapa sawit. Ini menyebabkan masyarakat menjadi rentan terhadap krisis ketika harga kelapa sawit menurun. Tingginya konsumsi pangan masyarakat yang tergantung pasokan dari luar akan menyulitkan masyarakat ketika pendapatan mengalami penurunan.Bagi keberlanjutan pengembangan wilayah perlunya pengelolaan kawasan yang lebih intensif sehingga kerusakan hutan akibat tindakan ekspansi ini bisa diatasi dan potensi konflik antara pihak perkebunan kelapa sawit dan pertanian tanaman pangan kedepan harus diantisipasi sehingga tidak terjadi kerentanan ekonomi rumah tangga petani.
Kata kunci: perubahan lanskap ekologi, ekspansi kelapa sawit, sistem penghidupan

 

 

 

 

 

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14434

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

The Dynamics of Sasi in Kaimana: the Institutional Change over Traditional Marine Resource Management

Ratna Patriana, Soeryo Adiwibowo, Rilus A. Kinseng, Arif Satria

 

Abstract

Sasi, as a regime of common (pool) resource management, has long been trusted as one of the most efficient traditional practices in maintaining the sustainability of resources in coastal areas. However, the practice of Sasiwas highly influenced by adat, customary laws set by feudal system that have been replaced by the modern state. This research intended toexamine (1) how the practice of Sasi has changed along with the ecological, social, and economic changes that happened within the society, and (2) what was the impact of this change to the mechanism of the distribution of wealth within the localcommunity. Field research was conducted inthe Kaimana District, West Papua Province,from November – December 2015, using qualitative methods and progressive contextualization strategy.The results indicated that the economic changes were the main driving factor of the dynamic of Sasi in Kaimana. The commercialization of Sasi by village elites hasreplaced this tradition of marine conservation and its orientation with the mechanism ofsurplus accummulation. It degraded the social security mechanism, affectedthe income of the community in general,and developed intimate exclusionsof the sub-ordinate groups,includingwomen.
Keywords: coastal resource, social change, social security, intimate exclusion.

ABSTRAK
Sasi, sebagai suatu rezim pengelolaan sumberdaya alam milik bersama, telah lama dipercaya sebagai salah satu praktek tradisional yang efisien dalam memelihara kelestarian sumberdaya di wilayah laut. Namun demikian, praktek Sasi ini sangat dipengaruhi oleh adat yang didirikan oleh sistem feodal, suatu sistem yang kini telah digantikan oleh pemerintahan modern. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan (1) bagaimana praktek Sasi telah berubah sejalan dengan perubahan ekologi, sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat, dan (2) bagaimana dampak perubahan tersebut terhadap mekanisme distribusi kemakmuran di dalam komunitas. Studi lapangan dilakukan pada November – Desember 2016 di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, dengan menggunakan metode kualitatif dan strategi penelitian progressive contextualization. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ekonomi adalah yang paling berpengaruh terhadap dinamika Sasi di Kaimana. Komersialisasi Sasi oleh elit desa telah menggeser tradisi konservasi laut serta orientasinya dengan mekanisme akumulasi surplus bagi rumah tangga. Hal ini menyebabkan tergedradasinya mekanisme jaminan sosial masyarakat secara umum, dan menimbulkan intimate exclusion terhadap kelompok sub-ordinat, termasuk perempuan.
Kata kunci: sumberdaya laut, perubahan sosial, jaminan sosial, eksklusi karib.

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14435

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

The Impact of Zoning and Whale Shark Attraction Tourism Toward Kwatisore Community

Rehastidya Rahayu, Soeryo Adiwibowo, Arif Satria

 

Abstract

The establishment of a conservation area, especially the area became a national park is not without a problem. Many research has been done in the area of conservation with the result of people who have long lived in the conservation area be marginalized mainly due to the zoning applied to conservation and tourism. Therefore, this study is intended to explore the impact of zoning and tourism to the marginalization of people living in the national park. This research was conducted in Cenderawasih Bay National Park, especially located in the Kwatisore Village, Nabire District of Papua Province. The method used is qualitative method with data collection technique through in-depth interviews. The research finds, first, zoning do not disturb Kwatisore community access toward resources. Second, tourism gained additional income for the local community by selling souvenir, renting boat, and ritual ceremony for tourist attraction. Third, floating capture fisheries and floating net cage changes fisheries technology and gain additional income. So it can be concluded that zoning, and tourism are not marginalized the Kwatisore community.
Keywords: conservation, zoning, tourism, marginalization, community Kwatisore

ABSTRAK
Pembentukan kawasan konservasi, khususnya kawasan yang ditetapkan menjadi taman nasional bukanlah tanpa masalah. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pembentukan suatu kawasan menjadi taman nasional berdampak pada terjadinya marginalisasi terhadap masyarakat terutama masyarakat yang telah lama bermukim di kawasan konservasi karena penetapan zonasi dan pariwisata. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh dampak dari zonasi dan pariwisata terhadap marginalisasi masyarakat yang telah bermukim lama di dalam taman nasional. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih khususnya di Kampung Kwatisore, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, implementasi zonasi di kawasan Perairan Kwatisore tidak mempengaruhi akses komunitas Kwatisore terhadap sumber daya alam. Kedua, adanya pariwisata memberikan penghasilan tambahan terhadap komunitas Kwatisore. Tambahan penghasilan berasal dari penjualan souvenir, penyewaan perahu, dan pengadaan upacara adat penyambutan tamu. Ketiga, dilapangan juga ditemukan bahwa keberadaan bagan dan Keramba Jaring Apung (KJA) memberikan perubahan terhadap teknologi penangkapan sekaligus juga memberikan tambahan pendapatan bagi komunitas Kwatisore. Jadi implementasi zonasi, keberadaan pariwisata, bagan dan KJA tidak menyebabkan terjadinya marginalisasi terhadap komunitas Kwatisore.
Kata kunci: konservasi, zonasi, pariwisata, marginalisasi, komunitas Kwatisore

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14436

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

Impact of Gold Mining on Farmers’ Livelihood in Bombana

Sitti Rahma Ma’mun

 

Abstract

This study was aimed to analyze the impact of gold mining on livelihoods of farmers in rural area of Bombana District. The research used sustainable livelihoods approach which focus on vulnerability context faced by farmers around gold mine site and ownership of and access to capital assets which were influenced by mining activity, which in the end lead to increasing or decreasing livelihood outcome of farmers in the area. The study was done in three villages around the gold mine site. Data was gathered through combination of quantitative and qualitative method using sample survey, in-depth interview and focus group discussion. The result showed that there was declining on rice production due to decreasing of farm land and land degradation as a result of draught season that affected the area. Watu-Watu village was the worst in terms of the loss of natural assets compare to other villages. Policy, institution and process which were represented by government and mining companies have added local communities’ exposure to vulnerability context they already faced. Livelihood diversification was chosen as coping strategy out of livelihood crisis due to the loss of productive assets caused by mining activities.
Keywords: gold, mining, farmers, livelihood, Bombana

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dampak kegiatan peambangan emas terhadap capaian penghidupan masyarakat di wilayah pedesaan kabupaten BombanA, dengan menggunakan pendekatan penghidupan yang berkelanjutan, yang menekankan pada konteks kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat petani di sekitar wilayah penambangan serta pola kepemilikan dan akses terhadap aset-aset penghidupan yang dipengaruhi oleh kegiatan penamanbangan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuannya dalam memperoleh capaian penghidupan yang lebih baik. Penelitian ini akan dilakukan di tiga desa di loaksi penambangan. Metode penelitian menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif melalui Participatory Rural Appraisal (PRA), fokus grup diskusi dan wawancara mendalam, dan metode kuantitatif dengan menggunakan sample survey. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan produksi pertanian di lokasi penelitian yang disebabkan berkurangnya lahan pertanian dan kerusakan lahan akibat kekeringan yang melanda lokasipenelitian. Desa Watu-Watu merupakan desa yang terparah dalam hal kehilangan aset penghidupan dibandingkan kedua desa lainnya. Keberadaan kebijakan, kelembagaan dan proses yang diwakili oleh pemerintah dan perusahaan penambangan merupakan faktor yang semakin menekan posisi masyarakat setempat dalam konteks kerentanan yang dihadapinya. Upaya masyarakat untuk keluar dari krisis penghidupan akibat berkurang akses terhadap aset penghidupan melahirkan diversifikasi sumber nafkah sebagai bentuk coping strategy, dan tidak semata-mata tergantung pada sektor pertanian, tetapi juga pada sektor non pertanian.
Kata kunci: tambang emas, penghidupan, petan, Bombana.

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14437

Jurnal Sodality SKPM, Volume 4 Nomor 3 (2016)

 

Adaptive capacity of coastal community to food insecurity due to climate change-a case of village in West Java

Nurmala K. Panjaitan, Galuh Adriana, Ratri Virianita, Nanda Karlita, Renita Intan Cahyani

 

Abstract

Climate change provokes various problems on coastal community’s life such as reduction in the quantity and quality of the catch, sea-water flood, storms, tidal waves, and drought. Many impacts of climate change will not lead to the vulnerability of coastal communities when a community has sufficient adaptive capacity. The purpose of this study was to analyze the adaptive capacity of coastal communities to food insecurity as the impacts of climate change. Mix method approach such as survey, in-depth interviews, focus group discussions and observation was applied to collect the data. The unit analysis was community level (n = 100 poor fishery households, beneficiaries of government’s poor rice program). The adaptive capacity of communities to food insecurity is relatively low due to low institutional memory, unable to conduct innovative learning and especially the lack of connectedness with others outside the community. There is no Collective action to cope with food insecurity due to poverty, community’s culture and lack of local leadership.
Keywords: Climate change, adaptive capacity, coastal community, food insecurity

ABSTRAK
Perubahan iklim menimbulkan banyak masalah pada kehidupan komunitas pesisir seperti penurunan kualitas dan kuantitas tangkapan, rob, badai, gelombang pasang dan kekeringan. Berbagai dampak perubahan iklim tidak akan menyebabkan kerentanan komunitas pesisir bila komunitas itu mempunya kapasitas adaptasi yang memadai. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa kapasitas adaptasi komunitas nelayan untuk melihat kesiapan komunitas dalam menghadapi kerawanan pangan akibat perubahan iklim. Pendekatan survei, wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi digunaan untuk mengumpulkan data. Unit analisa adalah pada tingkat masyarakat dengan sumber data 100 rumahtangga nelayan miskin yang merupakan penerima program raskin. Kapasitas adaptasi masyarakat terhadap kerawanan pangan tergolong rendah karena rendahnya institutional memory, tidak mampu melakukan innovative learning dan kurangnya connectedness terutama dengan pihak lain di luar komunitas. Aksi kolektif dari komunitas untuk mengatasi kerawanan pangan tidak ada yang disebabkan oleh kemiskinan,budaya komunitas dan kurang berfungsinya kepemimpinan lokal.
Kata kunci: Perubahan iklim, kapasitas adaptasi, pantai komunitas, kerawanan pangan

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14736

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

Gender Relation in Tea Plucking Workers: A Case Study of Gender Division of Labour and Gender Relation in Gambung Tea Plantation, West Java

Kralawi Sita, Erna Herawati

 

Abstract

 

Men and women’s participation in tea plucking have been divided based on gender and strongly patriarchy-influenced. This division of labor cause a gender relation describes specific case of their relations in tea plantation. This study aims to describe the gender relation among the tea plucking workers at Gambung Tea Plantation, analyzed by qualitative approach, particularly treated as a case study. Data collected by in-depth interviews, observation, focus group discussion, and documentation. It was triangulated and analyzed using Harvard Analytical Framework and Gender Balance Tree in Gender Action Learning System approaches. The result shows that both men and women have equal access employment in plucking tea but their participation divided based on gender and patriarchy-influenced. Women have large participation in manual job description while men dominates on mechanic. Manual labor requires longer working-hour. It cause women have longer on working-hour than men. It is also enhance their burdern, eventhough generally they have double roles. As the consequences, women must work harder on their both roles. However, women’s participation in productive works enable women to generate income that makes them gaining better position within the household, such as a decision maker. It makes them able to access skill capacity.
Keywords: gender relation, tea pluckeig worker, tea plantation, Harvard Analytical Framework, Gender Action Learning System

ABSTRAK
Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pemetikan teh dibagi berdasarkan gender dan dipengaruhi kuat oleh patriarki. Pembagian kerja ini menimbulkan relasi gender yang menggambarkan kasus tertentu hubungan laki-laki dan perempuan di perkebunan teh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan relasi gender pada kegiatan pemetikan teh di Perkebunan Teh Gambung, dengan pendekatan kualitatif, dalam studi kasus tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam, observasi, diskusi grup terpusat, dan dokumentasi. Data ditriangulasi dan dianalisis menggunakan Harvard Analytical Framework dan Gender Balance Tree dalam Gender Action Learning System. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik laki-laki dan perempuan mempunyai akses yang sama dalam pemetikan tetapi partisipasi mereka dibagi berdasarkan gender dan dipengaruhi patriarki. Perempuan mempunyai partisipasi besar dalam pemetikan manual sedangkan laki-laki mendominasi mekanisasi mesin petik. Manual membutuhkan waktu yang tinggi yang menyebabkan perempuan mempunyai waktu kerja yang lebih banyak dari laki-laki dan hal ini menambah beban perempuan yang secara general mempunyai beban ganda. Sebagai konsekuensinya, perempuan harus bekerja lebih keras. Namun, partisipasi perempuan dalam pekerjaan produktif memungkinkan perempuan untuk menghasilkan pendapatan yang memberikan perempuan posisi yang lebih baik dalam rumah tangga, seperti kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan posisi tawar dalam mengakses peningkatan kapasitas keterampilan.
Kata kunci: relasi gender, pemetik teh, perkebunan teh, Harvard Analytical Framework, Gender Action Learning System

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16266

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

Indonesia`s Palm Oil Industrialization: The Resistance of Tanjung Pusaka Villagers, Central Kalimantan Against Palm Oil Industry

Ica Wulansari

 

Abstract

Indonesia`s Palm oil industry is the greatest export commodity in the world. Palm oil industry has been developed since Soeharto`s administration with World Bank`s initiative. Indonesia`s development pattern is modernization which is fully supported by global capitalist agent. Furthermore, the government of Indonesia has issued policies to support this industry and the ease of accessibilty for investor to build in Indonesia. Most of the policies focus on economic interest with lack of attention to social and environmental issues. The paper applies qualitative method to analyze through literature studies and depth interview. As a result, the writer attempt to discuss the relationship of various concepts and theories regards to Resistency, Modernization and The Modern World-System theory. In fact, Indonesia as palm oil producer do not have bargaining power to determine the price due to global politic has structured to limit profit. Meanwhile, Central Kalimantan has the negative impact of environment and society that caused by palm oil industry. Tanjung Pusaka villagers refuse their region to be transform as palm plantation because they believe that their life is better now that being part of plantation. The purpose of this paper is to explain how villagers have capability of resistance for the sake of social life and environmental preservation.
Keywords: Palm, Indonesia, industry, policies, Central Kalimantan

ABSTRAK
Industri minyak sawit Indonesia merupakan komoditas ekspor terbesar di dunia saat ini. Industri minyak sawit telah dibangun sejak kepemimpinan Soeharto yang didukung oleh Bank Dunia. Pola pembangunan Indonesia adalah modernisasi yang disokong oleh agen kapitalis global. Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendukung industri minyak sawit dan memberikan kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di sektor ini. Kebijakan-kebijakan tersebut hanya fokus terhadap kepentingan ekonomi dan minimnya perhatian terhadap isu sosial dan lingkungan hidup. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasilnya, penulis berusaha mendiskusikan hubungan antara beragam konsep dan teori mengenai Resistensi, Modernisasi dan Teori Sistem Dunia. Faktanya, Indonesia sebagai produsen minyak sawit tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga karena politik global yang telah dibentuk untuk membatasi keuntungan yang didapatkan. Sementara itu, provinsi Kalimantan Tengah mengalami dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial yang disebabkan oleh industri minyak sawit. Warga Dusun Tanjung Pusaka menolak wilayahnya dijadikan perkebunan sawit karena mereka yakin hidupnya akan lebih baik dibandingkan menjadi bagian dari perkebunan sawit. Tujuan penulisan ini paper ini untuk menjelaskan bagaimana masyarakat desa mampu melakukan upaya resistensi demi kepentingan sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Kata kunci: Sawit, Indonesia, industri, kebijakan, Kalimantan Tengah

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16267

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

Structural Analysis of Food Choice Practices for Children under Five Years Old at Rural Communities West Java

Nuraini W. Prasodjo, Nurmala K. Pandjaitan,, Rilus A. Kinseng, Ali Khomsan

 

Abstract

The surge in malnutrition prevalence of underweight children under five from 17.9% to 19.6% in the 2007-2013 period, indicates that Indonesia is facing problems in terms of public health. Previous studies showed that the nutritional status and the health of children are concerned with the social practices of their food choices. The purpose of this study is to identify the forms of social structure and analyze the structures that play a role as inhibitors or activators social practices of food choice for children. This study involved 200 people of the main organizer of family food from the two communities in West Java province. Communities chosen have characterized the local community of highland and lowland agriculture. The results show that the structures that play a role as inhibitors or activators social practices of food choice in the highland community are the selection of food supplied from outside the community (structure of domination), income (structure of domination), and access to means of transportation (structure of domination). Meanwhile , at the community of lowland , structural inhibitors and activators social practices of food choice were identified as the food regulation for children who suffer from pain (structure of legitimacy), norms of parenting (structure of legitimacy ), a selection of food supplied from outside the community (structure of domination) and family support (structure of domination).
Keywords: social practices, food choices, structure

ABSTRAK
Melonjaknya prevalensi gizi underweight anak balita dari 17.9% menjadi 19.6% pada tahun 2007-2013 menandai Indonesia sedang menghadapi masalah dalam hal kesehatan masyarakat. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa status gizi dan kesehatan anak mempunyai kaitan dengan praktik sosial pilihan pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi bentuk struktur sosial dan menganalisis struktur sosial yang berperan menghambat dan mengaktifkan praktik sosial pilihan pangan untuk anak. Kajian ini melibatkan 200 individu pengelola utama pangan keluarga dari dua komunitas di propinsi Jawa Barat. Komunitas yang dipilih mencirikan komunitas lokal pertanian dataran tinggi dan komunitas lokal pertanian dataran rendah. Hasil penelitian menemukan bahwa struktur yang berperan sebagai penghambat atau pengaktif praktik sosial pilihan pangan pada komunitas dataran tinggi adalah pilihan pangan yang disediakan dari luar komunitas (struktur dominasi), biaya/penghasilan (sumberdaya alokatif-struktur dominasi), dan akses sarana transportasi (sumberdaya alokatif-struktur dominasi). Sementara itu, pada komunitas dataran rendah, struktur penghambat dan pengaktif praktik sosial pilihan pangan yang teridentifikasi adalah aturan pangan untuk anak yang menderita sakit (aturan-struktur legitimasi), norma pengasuhan anak (aturan-struktur legitimasi), pilihan pangan yang disediakan dari luar komunitas (struktur dominasi) dan dukungan keluarga (struktur dominasi).
Kata kunci: praktik sosial, pilihan pangan, struktur

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16268

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

Women and Livelihood Resilience of Household: Analysis of Oil Palm Expansion Impact in Jambi

Fatimah Azzahra, Arya Hadi Dharmawan, Nurmala K. Pandjaitan

 

Abstract

Indonesia is the greatest producer of oil palm in the world. Despite providing economic benefits, oil palm plantations cause significant environmental and social impacts. Environmental impacts such as deforestation, loss of biodiversity, forest fires and drought. The social impact of oil palm expansion changes women works in livelihood resilience. The purpose of this study are to analyze the influence of oil palm plantations to the livelihood structure and working changes in women and men at smallholder household in Jambi. The method used is mix method using questionnaire and in-depth interviews. The results are the expansion of oil palm plantations cause structural changes such as the shift subsistence living from rubber plantations into oil palm plantation and on lower household changes women from domestic work into the public work as oil palm labours. This is done to increase income of the household in order to remain economically resilient when a crisis situation. However, the environment is very vulnerable, causing drought and exacerbated by forest fires
Keywords: oil palm, livelihood, women, resilience, household

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Meskipun memberikan manfaat ekonomi, perkebunan kelapa sawit menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang signifikan. Dampak lingkungan seperti deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga bencana kebakaran hutan dan kekeringan. Dampak sosial perkebunan kelapa sawit yaitu mengubah pekerjaan perempuan dalam resiliensi nafkah. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis sejauh mana ekspansi perkebunan kelapa sawit mempengaruhi struktur nafkah dan kerja nafkah laki-laki dan perempuan pada rumahtangga petani di Provinsi Jambi. Metode yang digunakan yaitu metode campuran dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini yaitu ekspansi perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan struktur nafkah berupa pergeseran sumber nafkah dari perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Selain itu, pada rumahtangga lapisan bawah terjadi perubahan kerja perempuan dari domestic menjadi ke ranah publik yaitu sebagai buruh kelapa sawit. Hal tersebut dilakukan untuk menambah penerimaan rumahtangga agar tetap resilien secara ekonomi ketika terjadi krisis. Namun, lingkungan menjadi sangat rentan sehingga menimbulkan kekeringan dan diperparah dengan kebakaran hutan.
Kata kunci: kelapa sawit, nafkah, perempuan, resiliensi, rumahtangga

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16269

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

Extraction of Natural Resources and Community Livelihoods Systems Change Region of the Cycloop Nature Reserve in Jayapura Papua

Risky Novan Ngutra, Eka Intan Kumala Putri, Arya Hadi Dharmawan,, Dudung Darusman

 

Abstract

This study aims to analyze the pattern of community life of the Cycloop Nature Reserve based livelihoods.In  addition, this  study also analyzes the perception  of  the issues contained in the Cycloop  Mountains, nature  reserve, and analyze the management policy Cycloop Nature Reserve area. The results of the study noted that the pattern of use of forest resources  in  Cycloop Nature Reserve area in the form of social interaction of economic relations of society to meet the needs of everyday life, such as harvest forest products such as food, firewood, building materials and home, fodder, medicinal plantsand services and the results of other forest types. Perception noted there are four the most frequently encountered problems and facing communities, namely floods, forest fires and land (agriculture and illegal plantations), logging (illegal logging), as well as a decrease in the value of biodiversity in the area Cycloop Nature Reserve. The policy needs to be taken is the need for the empowerment of indigenous peoples through indigenous knowledge on the management of natural resources in the nature reserve. Additionally still conducted socialization activities for the community, then the pattern of routine patrols and security operations with indigenous peoples.Affirmation for customary land which is in the nature reserve area Cycloop Nature Reserveso that each of indigenous peoples supervise the activities of the society.
Keywords: community interaction, perception, empowerment, indigenous knowledge

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas kehidupan masyarakat di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop berdasarkan mata pencaharian. Selain itu penelitian ini juga menganalisis persepsi mengenaiberbagai permasalahan di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop dan menganalisis kebijakan pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis SWOT yang mengarahkan untuk kebijakan pengelolaan kawasan cagar alam. Hasil penelitian mencatat bahwa pola pemanfaatan sumberdaya hasil hutan pada kawasan Pegunungan Cycloops berupa hubungan interaksi sosial ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti kegiatan pemungutan hasil hutan berupa bahan pangan, kayu bakar, bahan rumah dan bangunan, pakan ternak, tanaman obat dan hasil jenis jasa hutan lainnya. Persepsi mencatat ada empat persoalan yang paling sering dijumpai dan dihadapi masyarakat, yakni banjir, kebakaran hutan dan lahan (pertanian dan perkebunan ilegal), pencurian kayu (illegal logging), serta penurunan nilai keanekaragaman hayati di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Kebijakan yang perlu diambil adalah perlu adanya pemberdayaan masyarakat adat melalui pengetahuan adat tentang pengelolaan sumberdaya alam di kawasan cagar alam. Selain itu tetap dilakukan kegiatan sosialisasi bagi masyarakat, kemudian pola pengamanan patroli rutin dan operasi secara bersama masyarakat adat. Penegasan bagi tanah adat yang berada di kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops sehingga setiap masyarakat adat tetap mengawasi kegiatan masyarakatnya.
Kata kunci: interaksi komunitas, persepsi, pemberdyaan, kearifan lokal

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16270

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

Socio Economic Characteristics and Patterns of Decision Making Women’s Fishermen in the City Bengkulu

  1. Mustopa Romdhon, Ketut Sukiyono

 

Abstract

The role of women in the household is a very complex fishermen from productive activity, domestic, and social. Decisions taken fisherman’s wife to engage in such activities is largely determined by socio – economic characteristics of households of fishermen. These characteristics will determine the pattern of decisions taken. How big is women involvement in fishermen decision making.The analytical method used was descriptive analyses. This study indicated social characteristics are age, ethnics, education, number of family members. Economic characteristics, including the distance to the workplace, length of stay, the allocation of working time and the wife revenue contribution to total household income of fishermen. Those characteristics have to consider among household decision making. Currently, their role in the decision making were equal.Current decision-making patterns have an incentive to reduce the dominance of the head of household to monopolize decisions in the household.
Keywords: decision making pattern, woman, social – economic characteristics

ABSTRAK
Keterlibatan wanita pada kegiatan produktif didorong oleh keinginan mereka untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Keputusan wanita nelayan terlibat pada aktifitas produktif, domestik dan sosial sangat ditentukan oleh karakteristik sosial ekonomi wanita nelayan. Apa saja karakteristik wanita nelayan dan seberapa besar perannya dalam pengambilan keputusan rumah tangga di Kota Bengkulu. Peran wanita nelayan pada ketiga aktifitas dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian mengindikasikan karakteristik sosial antara lain umur, etnis, pendidikan,jumlah anggota keluarga. Karakteristik ekonomi antara lain lama usaha, jarak ke tempat kerja, lama bermukim, alokasi waktu serta kontribusi pendapatan wanita terhadap pendapatan rumah tangga. Secara umum, peran isteri setara dengan peran suami pada pengambilan keputusan rumah tangga nelayan di Kota Bengkulu.Model pengambilan keputusan akan mendorong untuk mengurangi dominasi suami atau pihak tertentu untuk memonopoli keputusan dalam rumah tangga.
Kata kunci: model pengambilan keputusan, wanita, karakteristik sosial-ekonomi

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16271

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

The Role of Local Institutions on Strengthening Gambir Agricultural Market

Wedy Nasrul

 

Abstract

Agricultural market gambir is often injurious farmers so important strengthening through the role of institutions local. Local institutions so far have power and proximity to the community, storing knowledge and skills and sensitive with needs of the society where exchange happened. This research uses the method the qualitative study. This research in Lubuak Alai Village, Kapur IX, Lima Puluh Kota District the Province of West Sumatra. Lubuak Alai Village is agricultural gambir centers. Local institutions involved in the market gambir is institutional farmers, gatherers, Kerapatan Adat Nagari (KAN) and village administration. The role and the existence of local institutions involved in the market gambir, is important to process the transaction as well as strengthen and sustain agricultural markets gambir in Lubuak Alai Village.
Keywords: local institutions, market, Gambir

ABSTRAK
Pasar pertanian gambir sering merugikan petani sehingga penting dilakukan penguatan melalui peran kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal yang berkembang di masyarakan selama ini mempunyai kemampuan, kedekatan, pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah masyarakat dimana kelembagaan lokal tersebut berada. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan sanakan di Desa/nagari Lubuak Alai Kec. Kapur IX Kab. Lima Puluh Kota. Lubuak Alai adalah nagari sentra pertanian gambir. Kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat pada pasar gambir adalah kelembagaan petani, pengumpul, lembaga adat (KAN) dan pemerintahan nagari. Peran dan keberadaan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat pada pasar gambir penting untuk proses transaksi serta memperkuat dan menjaga keberlangsungan pasar pertanian gambir di Nagari Lubuak Alai.
Kata kunci: kelembagaan lokal, pasar, Gambir

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16272

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

The Socio-Economics Dynamics at Distribution of Small Scale Bananas Comodity in West Java

Fasih Vidiastuti Sholihah, Rilus A. Kinseng, Satyawan Sunito

 

Abstract

The pattern of the commercial banana farm rise the socio-economic dynamics in the value chain banana distribution. In West Java, the exposure to market information make banana farmers get access to the market directly but they have to encounter a domination of big seller (Bandar). This study aimed to analize the types of value chain and the relationships among the actors. This research was conducted in Cugenang, Cianjur, West Java by using qualitative methods of case approach. The results showed seven types of value chain in the banana distribution among the farmers to the consumer which realization the cooperation relationship of information flow, production inputs, and finance. The chain was build based on kinship, relationship farmer groups, relationship capital, and direct access to the market. Farmers related to middlemen for sorting and packing bananas, while relations with Bandar done by middlemen in capital bond. Farmer groups member had relationship with marketers group (BPK) which do grading the quality of bananas. Relations with capital loans bonding between farmer-middleman-Bandar made value chain grew longer and farmers increasingly passive in determining the price. Competition occured between sections of middlemen at the local level because of the dominance Bandar who controlled the market access. BPK independently sell commodities had compete with Bandar who has a network of cooperation in the middleman.
Keywords: actor, competition, coorperation, market, value chain

ABSTRAK
Pola pertanian pisang yang komersil memunculkan dinamika hubungan sosial-ekonomi dalam rantai nilai pendistribusian pisang. Di Jawa Barat, terbukanya informasi mengenai pasar membuat petani pisang mendapatkan akses langsung ke pasar namun masih terdapat dominasi penguasa modal besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis value chain (rantai nilai) dan relasi antar aktor pada sistem rantai nilai dalam pemasaran komoditas pisang. Penelitian ini menggunakan desain metode kualitatif yaitu studi kasus di Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tujuh tipe value chain pada distribusi pisang antara petani sampai ke konsumen akhir yang merupakan perwujudan relasi kerjasama aliran informasi, input produksi, dan keuangan. Rantai tersebut dibangun berdasarkan hubungan kekerabatan, hubungan kelompok tani, hubungan permodalan, dan akses langsung ke pasar. Petani berelasi dengan tengkulak dalam hal sortir dan packing, sedangkan relasi dengan Bandar dilakukan oleh tengkulak dengan ikatan modal. Kelompok tani yang masih aktif menjalin relasi dengan bagian pemasar kelompok (BPK) yang melakukan grading kualitas pisang. Relasi ikatan pinjaman modal antara petani-tengkulak-bandar menjadikan rantai nilai semakin panjang dan petani semakin pasif dalam menentukan harga. Persaingan terjadi antar bagian tengkulak pada tingkat lokal daerah karena dominasi akses pasar luar dikuasai oleh Bandar pisang. BPK yang menjual komoditasnya secara mandiri harus bersaing dengan dominasi Bandar yang memiliki jaringan kerjasama di tengkulak.
Kata kunci: aktor, kerjasama, persaingan, relasi, value chain

 

 

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16273

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

Field Activited on Land Accumulation Property Right by Ethnic Buginese in Overseas

Helmi Ayuradi Miharja, Saharuddin ., Sofyan Sjaf

 

Abstract

This study aims to observe the most dominant arena which more influential effect on the accumulation of land ownership from the Bugis ethnic actors in the Village of East Mamburungan. Based on post positivist paradigm and theoritical field by Pierre Bouerdieu, perocessing by mixed method approach. The Object of this research, is Bugis ethnic actors who consist by 50 respondents. The results indicate that the economic field is the most dominant used by the actor than social field. The economic field by the actor also using as a patron-client system, land leases and the land transaction as a part of land accumulation process in order to support their social activities and establish their settlements (ethnic-based) in the Village of East Mamburungan.
Keywords: field, ethnicity, actor, Buginese, land property right

ABSTRAK
Riset ini bertujuan untuk mengobservasi pilihan arena aktor yang lebih dominan berpengaruh terhadap akumulasi kepemilikan lahan oleh aktor etnik Bugis di Kelurahan Mamburungan Timur. Pendekatan riset ini menggunakan teori arena Bourdieu dengan paradigma penelitian yaitu post positivis, dimana data data kualitatif sebagai pendukung data kuantitatif, dimana aktor etnik Bugis yang dinilai sebanyak 50 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pilihan arena yang dominan berpengaruh yaitu arena ekonomi dibanding arena sosial terhadap akumulasi kepemilikan lahan. Arena ekonomi yang ditandai dengan sistem patron-klien, jual-beli lahan dan sewa lahan, sering digunakan untuk merebut pengaruh agar mempermudah aktor mengakumulasi kepemilikan lahan dalam mendukung aktivitas sosialnya dan membangun perkampungan berbasis etnik di Kelurahan Mamburungan Timur.
Kata kunci: arena, etnisitas, aktor, Bugis, akumulasi kepemilikan lahan

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16274

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 1 (2017)

 

Cohesivity Fisheries Community in the Face of Climate Change on the Coast of Western Java

Galuh Adriana, Nurmala K. Pandjaitan, Arya Hadi Dharmawan

 

Abstract

The conditions of fishermen is very dependent with nature. Climate change that happening makes nature more difficult to predict. That can make the living of fishermen more vulnerabel. Communities that have a strong cohesiveness will have a collective action to deal with climate change. The purpose of this study is to see the level of cohesiveness fisherman in the face of climate change. The method used is mix method using questionnaire, observation and in-depth interviews. The number of respondents was 100 people. The selection of respondents was done by simple random sampling technique, where the study population are members of “raskin” program from government. The results are fisheries community have a strong social capital, sense of community and community collective efficacy, which is produced strong cohesiveness. However, in reality what is perceived is not necessarily reflected in everyday life. Collective action found only in activities that support public facilities. However, collective action for the economic interests only occurs in certain interest groups. According the results can be argued that the level of fishing community cohesiveness is high, but only produce preparadness for climate change.
Keywords: social cohesion, collective action, fisheries community

ABSTRAK
Kehidupan nelayan sangat bergantung dengan alam. Perubahan iklim yang terjadi membuat alam semakin sulit untuk diprediksi. Kondisi tersebut membuat kehidupan nelayan semakin vulnerabel. Komunitas yang memiliki kohesivitas yang kuat akan memiliki aksi kolektif untuk menghadapi perubahan iklim. Penelitian ini bertujuan untuk melihat derajat kohesivitas komuitas nelayan dalam mengahadapi perubahan iklim. Metode yang digunakan adalah mix method dengan menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara mendalam. Jumlah responden adalah 100 orang. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik simple random sampling, dimana populasi penelitian adalah anggota komunitas penerima program beras raskin dari pemerintah. Hasil penelitian adalah komunitas nelayan memiliki modal sosial, sense of community dan community collective efficacy yang kuat, yang akan menghasilkan kohesivitas yang kuat. Akan tetapi, apa yang dirasakan belum tentu tercerimin pada kehidupan sehari-hari. Aksi kolektif hanya terdapat pada kegiatan yang mendukung fasilitas umum. Akan tetapi aksi kolektif untuk kepentingan ekonomi hanya terjadi pada kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Berdasarkan hasil dapat dikatakan bahwa tingkat kohesivitas komunitas nelayan tinggi, tetapi hanya menghasilkan kesiapan untuk menghadapi perubahan iklim.
Kata kunci: kohesivitas, aksi kolektif, komunitas pesisir

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i1.16275

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

 

Struggle for Resources Water: Analysis Conflict and Politics of Spatial Planning

Agus Lukman Hakim, Lala M Kolopaking, Hermanto Siregar, Eka Intan Kumala Putri

 

Abstract

Implementation of local government regulation on spatial planning in Pandeglang Regency faced many obstacles, such as conflict between residents and companies in the Village Cadasari, Pandeglang Regency. The purpose of this research is to identify struggle for resources and the involved parties as well as to analyze the failure factors of Pandeglang Local Government to implement the spatial policy.   This study used a qualitative descriptive approach. The results of the study illustrated that there were conflicts between company’s pros and cons. company’ cons, led by kiyai (Islamic priest), were citizens and students whom negatively affected by the establishment of company that caused difficulties of water resources access for daily needs and irrigation. On the other hand, company’s pros were Cadasari and Sukaindah village apparatus and some residents who wished to get benefit from increased employment opportunities supported by the Government of Pandeglang. The conflict was caused by the Local Government of Pandeglang who didn’t act as regulator and conflict resolution mediator but defended the existence of company while ignored the spatial planning. This proved that spatial policy is not only about technical aspect but also political one.
Keywords: Politic of spatial planning, conflict, local government, resources

ABSTRAK
Implementasi Perda RTRW Kabupaten Pandeglang menghadapi banyak kendala, diantaranya konflik antara warga dengan perusahaan di Desa Cadasari Kabupaten Pandeglang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konflik perebutan sumber daya air, pihak terkait dan alternatif solusinya serta menganalisis faktor penyebab kegagalan Pemda Pandeglang dalam melaksanakan kebijakan tata ruang. Penelitian ini dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menggambarkan konflik terjadi antara pihak yang setuju pendirian perusahaan dan yang kontra. Pihak yang kontra perusahaan adalah warga, santri, dan kiyai yang mendapat efek negatif pendirian perusahaan berupa kesulitan akses sumber daya air dan irigasi sawah. Pihak yang pro perusahaan adalah aparatur Desa Cadasari, sebagian warga yang berharap memperoleh manfaat peluang kerja serta Pemda Pandeglang. Konflik tersebut disebabkan Pemda Pandeglang tidak menjadi regulator dan mediator penyelesaian konflik tapi cenderung memihak perusahaan dengan mengabaikan RTRW. Hal tersebut menunjukkan kebijakan tata ruang adalah political aspect bukan technical aspect.
Kata kunci: Politik tata ruang, konflik, Pemda Pandeglang, sumberdaya

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17901

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

Canalization of Ethnic Politics in Makassar

Sofyan Sjaf

 

Abstract

Liberal democracy in the multicultural society provides practical consequences for the existence of ethnic political practices in local politic arena. This research aimedto found the canalization of ethnic politic in Makassar by using qualitative research method and actor-structural perspective, it emphasize on subjectivism, objectivism, and historical perspective.The units of analysis in this study were various actors who come from different ethnic backgrounds (Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, and Chinese descent) in the city of Makassar, South Sulawesi. Data was collected by researchers through in-depth interviews, structured interviews, and Focus Group Discussion (FGD) with people from different backgrounds such as politicians, bureaucracy, academia, and NGO activists.Although the ethnic groups in Makassar have always shared the common value system, inter-ethnic relations are determined by three factors; the history of ethnicity, ethnic demographic structure, and dynamics of local politics based on ethnic. The three factors have various implications to the control of political and economic structure in the realm of ethnic politic. Thus, the result performed that is the pattern of political dynasty becomes an inevitable necessity.
Keywords: Canalization, ethnic politic, Makassar, desentralization

ABSTRAK
Pilihan demokrasi liberatif dalam masyarakat multikulturalisme memberikan konsekuensi hadirnya praktik-praktik politik etnik dalam arena politik lokal. Penelitian yang bertujuan menemukan pola kanalisasi politik etnik di Makassar ini menggunakan metode kualitatif berperspektif aktor-struktur dengan sifat penelitian subyektivisme, obyektivisme, dan historis. Unit analisis penelitian adalah aktor yang berasal dari latar belakang etnik berbeda (Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, dan Cina) yang berdomisili di Makassar. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, wawancara terstruktur, dan Focus Group Discussion (FGD) beragam profesi (politisi, birokrasi, akademisi, dan aktivis NGO). Terjadi pembauran kelompok etnik di Makassar dan siri’ sebagai nilai-nilai bersama yang diakui etnik Bugis maupun Makassar, namun relasi antar etnisitas di arena politik lokal ditentukan tiga faktor, yaitu sejarah etnisitas, struktur demografi etnik, dan dinamika politik lokal berbasis etnik. Selanjutnya ketiga faktor tersebut, berimplikasi terhadap penguasaan struktur politik dan ekonomi dalam kerangka politik etnik. Alhasil, pola kedinastian di arena politik lokal menjadi keniscayaan yang tidakterhindarkan.
Kata kunci: Kanalisasi, politik etnik, Makassar, desentralisasi

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17968

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

Analysis of Political Economiy Power to Access Land Forest (The Case of Three Communities in Production Forest Tebo District Jambi)

Hilda Nurul Hidayati, Arya Hadi Dharmawan, Nurmala K. Pandjaitan

 

Abstract

The overlapping of forest management in Indonesia is one of explaining factor in people to occupy forest land. In Jambi, it was identified three communities which grab forest land in production forest area in which many of this area is concessioned to PT. ABT due to ecosystem restoration since 2015. Three communities living in those area are Talang Mamak, Malay Suo-Suo, and migrant from outside region. From this situation, there is a problem relating to the uncertainty of occupation area by three communities in which it is identified inside forest consession area or outside forest consession area of PT. ABT. The other critical issues is that until recently these three community are still able to encroach illegal land and grab the land. It is then questioned what power that three community have, to support their action in encroaching the land. Therefore, focus of this research is to analyze power of three communities to occupy forest land. Power analysis was performed by identifying bundle of power through the mechanism of access by three communities. This research used a qualitative and quantitative research. Data collection technique used in-depth interview, observation, structural interview, and literature study. The results showed that there are three powers that be the strength of the community that is political power, ideological power, and connections power.
Keywords: Power, access, production forest

ABSTRAK
Pengelolaan hutan yang tumpang tindih di Indonesia menjadi faktor penyebab bagi masyarakat untuk mengokupasi lahan hutan. Di Jambi, teridentifikasi tiga komunitas mengokupasi lahan hutan di kawasan hutan produksi yang sebagian wilayahnya dikonsesikan kepada PT. Alam Bukit Tigapuluh sejak tahun (ABT) 2015 untuk restorasi ekosistem. Tiga komunitas tersebut antara lain Suku Talang Mamak, Orang Melayu Suo-suo, dan pendatang. Dari situasi ini, ada sebuah persoalan berkaitan dengan ketidakjelasan area okupasi apakah area yang diokupasi oleh tiga komunitas tersebut teridentifikasi ke dalam area hutan konsesi PT. Alam Bukit Tigapuluh atau di luar area hutan konsesi. Isu penting lainnya adalah bahwa sampai saat ini tiga komunitas ini masih mampu melanggar batas tanah ilegal dan mengambil tanah tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan kekuasaan apayang dimiliki oleh tiga komunitas, untuk mendukung aksi mereka di dalam kawasan okupasi. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis kekuatan tiga komunitas untuk mengokupasi lahan hutan. Analisis kekuasaan dilakukan dengan mengidentifikasi bundle of powermelalui mekanisme akses oleh tiga komunitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan wawancara mendalam, observasi, wawancara struktural, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga kekuasaan yang menjadi kekuatan komunitas yaitu kekuasaan politik, kekuasaan ideologi, dan kekuasaan relasi.
Kata kunci: Kekuasaan, akses, hutan produksi

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17969

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

Agricultural Productivity and Farmers Welfare Involution (Case Study in Meunasah Pinto Aceh Utara)

Nirzalin ., Nulwita Maliati

 

Abstract

Abundant rice productivity as a result of the success of the modernization of the system, pattern of production and use of seeds are carried by the Indonesian government in agriculture was not automatically change the level of farmers welfare. Based on studies in meunasah Pinto North Aceh District, this article is going to show that the issue of farmers’ welfare is a complex issue strands. At the empirical level narrow land ownership, capital dependence on the elite village economy, changes in the production system of reciprocity into a wage complex obstacles to change farmers’ welfare.In fact, this modernization not only exposes farmers to the issue of involution wellbeing but also directly contribute to the flourishing of social segregation in society as in Meunasah Pinto, North Aceh. As a result, the social insurance obtained by citizens when agricultural production systems is reciprocity now after changing the wage system of social insurance is gone. The high individuality as a new mode of social life also requires farmers to adapt to the problems of their lives increasingly problematic in the midst of well-being that low.
Keywords: Farmers, Welfare, modernization of production systems, Meunasah Pinto, North Aceh

ABSTRAK
Produksi pertanian yang melimpah sebagai konsekuensi dari keberhasilan modernisasi sistim, pola produksi dan penggunaan bibit unggul tidak secara otomatis dapat mengubah tingkat kesejahteraan petani. Berdasarkan studi di Meunasah Pinto Kabupaten Aceh Utara. Artikel ini hendak menunjukkan kompleksitas persoalan kesejahteraan petani. Dalam tataran empiris, sempitnya lahan,, ketergantungan modal pada elite ekonomi desa dan pergeseran sistim reprositas dalam sistim produksi sebagai akibat dari modernisasi sistim pertanian merupakan hambatan-hambatan mendasar terhadap perubahan kesejahteraan petani. Realitasnya, modernisasi sistim pertanian tidak hanya berakhir pada terjadinya involusi kesejahteraan petani tetapi juga berkontribusi langsung pada terjadinya segregasi sosial pada masyarakat petani Meunasah Pinto, Aceh Utara. Implikasinya, asuransi sosial yang terjalin melalui sistim reprositas pada pelbagai aspek kehidupan termasuk pada sistim produksi pertanian kini hilang. Modernisasi yang diikuti dengan rasionalisasi dalam pola hubungan produksi menyebabkan pola hubungan produksi tradisional yang bersifat komunal dan reprositas berubah menjadi serba upah dan individual. Gaya hidup individual ini menghadapkan para petani pada pelbagai persoalan dalam kehidupan mereka.
Kata kunci: Kesejahteraan petani, modernisasi sistim produksi, Meunasah Pinto, Aceh Utara

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17970

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

Structugency: A Theory of Action

Rilus A. Kinseng

 

Abstract

Various social theories have been developed by many social scientists to explain human action individually as well as collectively. Latetely, some theories of human action are discussed within the frame of structure and agency. However, concepts of structure, agency, and their impacts on actor’s action are still debated. This article analyzes meaning of structure, agency, and their impacts onactor’s action. Method used is reviewing and analyzing some important literatures on the topics, consists of text books and international journals. It is shown that the concepts of structure is quite diverse,covers six forms. It is also developed here a concept of agency which emphasize the ability of an actor to think and act independently according to his/her own will. More over, it is argued that structure and agency should be differentiated; thus they are dualism, not duality. Both structure and agency influence an actor’s action.
Keywords: Structure, agency, action, actor, structugency

ABSTRAK
Beragam teori dalam ilmu sosial telah dibangun oleh para ahli untuk menjelaskan tindakan manusia baik secara individu maupun secara kolektif. Belakangan ini tindakan manusia banyak dibahas dalam bingkai perdebatan tentang struktur dan agensi. Namun demikian, ada perdebatan pula mengenai arti struktur, agensi dan kaitannya dengan tindakan aktor. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengertian struktur dan agensi serta peranannya terhadap tindakan aktor. Metode yang digunakan adalah me-review dan mengkaji literatur yang membahas topik tersebut. Kajian ini menunjukkan bahwa konsep struktur itu mempunyai beragam pengertian, mencakup enam bentuk. Sementara itu, dari beragam pengertian agensi, kajian ini mengetengahkan konsep agensi yang menekankan kemampuan seseorang (aktor/agen) untuk berpikir, bersikap dan bertindak secara independen, bebas, dan otonom, sesuai dengan kehendaknya sendiri. Kajian ini juga mengajukan argumentasi bahwa struktur dan agensi itu bersifat dualisme, dan keduanya mempengaruhi tindakan aktor.
Kata kunci: Struktur, agensi, tindakan, aktor, struktugensi

 

 

 

Link:   http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17972

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

The Contribution of Community Based Forest Management to Livelihood and Rural Economy: The Case of Hutan Nagari Sungai Buluh in Padang Pariaman

Syofia Agustini, Arya Hadi Dharmawan, Eka Intan Kumala Putri

 

Abstract

Based on Minister of Environment and Forests No. P.83 About Social Forestry, which is “to reduce poverty, unemployment and inequality management / utilization of forest areas, it is necessary Social Forestry activities through efforts to provide legal access to the local communities that aim for social welfare and forest resources”. Forests not only provide the advantage of conservation for the environment, but also forests can provide economic benefits to local communities. Not only wood, fruits, honey or the other forest products that can be utilized. However, forests can also be utilized in terms of its environmental services, namely as a carbon sink, hydrological function, as well as in terms of natural beauty (ecotourism). The research was conducted at the Forest Nagari Sungai Buluh, Padang Pariaman District, West Sumatra Province with aim to know economic and social impact of community based forest management. The method used is a combination of quantitative and qualitative approach using questionnaires and in-depth interviews. Based on research that has been done, it appears that the utilization of forest environmental services into eco-tourism provides economic contribution to communities living around the forest and to improve of rural economy. Society no longer perform encroachment, however people can still benefit from these forests are of ecotourism.
Keywords: Rural regional development, ecotourism, livelihood system

ABSTRAK
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. P.83 Tentang Perhutanan Sosial yaitu “untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/ pemanfaatan kawasan hutan, maka diperlukan kegiatan Perhutanan Sosial melalui upaya pemberian akses legal kepada masyarakat setempat yang tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat dan sumberdaya hutan”. Hutan tidak hanya memberikan manfaatkan konservasi bagi lingkungan, namun hutan juga bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Tidak hanya kayu, buah-buahan, madu ataupun hasil hutan lainnya yang dapat dimanfaatkan. Namun, hutan juga dapat dimanfaatkan dari sisi jasa lingkungannya, yakni sebagai penyimpan karbon, fungsi hidrologi, serta dalam hal keindahan alamnya (ekowisata). Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Nagari Sungai Buluh, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat dengan tujuan untuk mengetahui dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Metode yang digunakan adalah kombinasi dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa pemanfaatan jasa lingkungan hutan menjadi ekowisata memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yaitu sebesar 30.70% untuk rumahtangga masyarakat lapisan atas, rumahtangga masyarakat lapisan menengah memperoleh manfaat sebesar 50.20% dan untuk rumahtangga masyarakat lapisan bawah hanya memperoleh manfaat sebesar 19.10%. Masyarakat tidak lagi melakukan perambahan hutan, walaupun demikian masyarakat tetap bisa memperoleh manfaat dari hutan tersebut yaitu dari pengembangan ekowisata.
Kata kunci: Pembangunan wilayah pedesaan, ekowisata, livelihood System

 

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17973

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

 

(Conflict Resolution of Irrigation Development: Case Study in Ibu subdistrict of West Halmahera District)

Budi Sahabu, Saharuddin ., Lala M. Kolopaking

 

Abstract

The objective of this research is to understand the conflict resolution of dam and irrigation development in three subdistrict villages of Ibu Halmahera Barat district 2013. This research uses analysis of dispute style (AGATA) in the form of: avoidance, accommodating, compromise, competitive, and collaboration. The results showed that there are two styles of conflict that is avoid and competitive style. Both style of disputes are transformed into a compromise style after the opposing party offers negotiation of land compensation. Based on this it can reduce the two parties, so that the mediator easily deal with the conflict. The settlement path is through mediation and facilitation by bringing the two conflicting parties together with the mediator of West Halmahera people’s parliament. The decision taken is to stop the construction of dam and irrigation channels under construction. The decision, in addition to reducing the escalation of tensions, also to anticipates violet conflict between the two parties (the pros and cons of development).
Keyword: Conflict resolution, irrigation development, dispute style

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memahami resolusi konflik pembangunan bendung dan irigasi di tiga desa kecamatan Ibu kabupaten Halmahera Barat pada tahun 2013. Penelitian ini mengunakan analisis gaya bersengketa (AGATA) yang berupa: saling menghindar, akomodatif, kompromistis, kompetitif, dan kolaborasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua gaya berkonflik yaitu gaya menghindar dan kompotisi. Kedua gaya bersengketa tersebut berubah menjadi gaya berkompromi setelah pihak lawan (kontra) menawarkan negosiasi ganti rugi lahan. Berdasarkan hal tersebut dapat mengurangi eskalasi ketegangan antar kedua belah pihak, sehingga pihak mediator dengan mudah menangani konflik. Jalur penyelesaian yang ditempuh yaitu melalui mediasi dan fasilitasi dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang berseteru dengan mediator pihak dewan perwakilan rakyat daerah Halmahera Barat. Keputusan yang diambil adalah memberhentikan proyek pembangunan bendung dan saluran irigasi yang sedang dibangun. Keputusan tersebut, selain mengurangi eskalasi ketegangan juga mengantisipasi terjadinya konflik kekerasan antar kedua belah pihak (pihak pro dan kontra pembangunan).
Kata kunci: Resolusi konflik, pembangunan irigasi, gaya bersengketa

 

 

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17974

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

Protection of Migrant Workers from Upstream to Downstream through “Peduli Buruh Migran” Villages (Desbumi): Study at Kuripan Village, Central Java and Nyerot Village, West Nusa Tenggara

Tyas Retno Wulan, Dalhar Shodiq, Wita Ramadhanti, Sri Wijayanti

 

Abstract

The high Number of Indonesian migrant workers (IMWs)workingin abroad, in facts, is not supported by adequate government protections. Due to BNP2TKI Crisis Center data of 2016, there are at least 27 thousand casesfaced by IMWs working in many countries all over the world. According to the research results conducted Wulan (2011), problems faced by IMWs in the destination countries, 80 percent of those come from villages. A village actually has strategic roles to becomes a foundation of safe migrations since villages arethe first exit doorsforpotential IMWs. The government negligence in protecting IMWs eventually results in village constructive fights to protect their people. IMWs protection is realized in migrant workers caring villages initiated by some villages such as inKuripan Wonosbo Central Java and Nyerot Lombok West Nusa Tenggara; Qualitative method is used in this research by having deep interviews, observation, andfocus group discussion with head of Desbumi’s village, village goverment.The results show that the existence of Desbumi can be a model of IMW’s protection from upstream to downstream and it means that the state present in the protection of IMWs.
Keywords: Village, desbumi, protection, Indonesian Migrant Workers

ABSTRAK
Tingginya jumlah Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja ke luar negeri, ternyata tidak diimbangi perlindungan yang memadai oleh negara. Pada tahun 2011-2016 berdasarkan data dari Crisis Center BNP2TKI, terdapat sedikitnya 27 ribu kasus yang menimpa BMI yang berada di berbagai negara. Berdasarkan hasil penelitian Ecosoc (2008), permasalahan yang dihadapi BMI di Negara tujuan, 80 persen sumbernya justru berasal dari desa. Desa sebenarnya memiliki peran yang sangat strategis untuk menjadi basis bermigrasi aman, karena desa adalah pintu keluar yang pertama bagi seorang calon BMI. Abainya pemerintah terhadap perlindungan BMI pada akhirnya justru melahirkan perlawanan-perlawanan yang konstruktif dari desa-desa untuk melindungi para warga mereka. Perlindungan terhadap BMI itu diwujudkan dalam desa peduli buruh migran (desbumi) yang diinisiasi beberapa desa, antara lain Desa Nyerot Lombok Nusa Tenggara Barat dan Desa Kuripan Wonosobo Jawa Tengah. Untuk itu peneilitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak keberadaan Desbumi terhadap perlindungan BMI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan FGD terhadap kepala desa, pengurus desbumi serta tokoh masyarakat di Desa Kuripan Wonosobo Jawa Tengah dan desa Nyerot Lombok Nusa Tenggara Barat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan desbumi mampu menjadi model perlindungan BMI dari hulu sampai hilir dan menjadikan negara hadir dalam perlindungan BMI.
Kata kunci; Desa, desbumi, perlindungan, Buruh Migran Indonesia

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17975

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

 

Gold Mining in Southwest Maluku: Curse or Blessing? (Study on Conflict Access of Agrarian Resources)

Yamres Pakniany, Endriatmo Soetarto, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

Conflict in agrarian resource-rich areas due to differences of interest continue to occur in Indonesia, including in the gold mining area of Hila Village, District of Romang Islands, Southwest Maluku Regency. Conflict that occurred in the gold mining area of Hila Village is a horizontal conflict involving the communities, but there are local elites who play a role in it as well. Conflicting communities are those who are pro-mining and against it. Each actor has a different interest in the resources of Hila Village. This research uses qualitative method with case study approach. The purposeof this study is to analyze the factors that cause conflict. The result shows that there are many factors causing the conflict, including access to land, compensation fee and labor recruitment. These factors occur due to unilateral claims and ineffective management by village and company authorities. The benefits of the management and utilization are only felt by certain actors who have access to resources, whereas other actors who do not have access do not benefit.
Keywords: Agrarian resources, conflict, Southwest Maluku

ABSTRAK
Konflik di daerah kaya sumberdaya agraria, akibat perbedaan kepentingan terus terjadi di Indonesia, termasuk di kawasan pertambangan emas Desa Hila, Kecamatan Kepulauan Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya. Konflik yang terjadi di kawasan pertambangan emas Desa Hila adalah konflik horisontal yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat, namun di dalamnya terdapat elit-elit lokal yang turut berperan. Masyarakat yang berkonflik adalah masyarakat yang pro terhadap tambang dengan masyarakat yang kontra terhadap tambang. Masing-masing aktor memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumberdaya di Desa Hila. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor penyebab konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, diantaranya faktor akses terhadap lahan, biaya konpensasi, dan perekrutan tenaga kerja. Faktor-faktor ini terjadi, karena klaim sepihak dan pengelolaan yang tidak efektif dilakukan oleh pemerintah desa dan perusahaan. Manfaat dari pengelolaan dan pemanfaatan tersebut, hanya dirasakan oleh aktor-aktor tertentu yang memiliki akses terhadap sumberdaya, sedangkan aktor-aktor lain tidak mendapatkan manfaat.
Kata kunci: Sumberdaya agraria, konflik, Maluku Barat Daya

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17976

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 2 (2017)

 

Adolescent Women Marriage Practices and Peer Pressures in Rural West Java

Novitha Syari Dhevi Pradipta, Ekawati Sri Wahyuni, Titik Sumarti

 

Abstract

Adolescent marriage practices not only involve the structure in family or society but also related to the inter-individual social relations, one of them is peers. Peers are agent in the adolescent women marriage practices, because peers become a reference in act and behave for teenagers. The aim of this study are identify the peer pressures and analyze the agent’s actions of peers in adolescent women marriage practices. This research uses mixed-method that combines qualitative and quantitative. The results show that peers put pressures on three things related to adolescent women marriage practices in Gunungsindur village. Peers become one of the agents in adolescent women marriage practices. Peer’s actions are influenced by existing structures in society as well as by agency. Furthermore, the actions undertaken by peers or adolescent women actually perpetuate adolescent women marriage practices.
Keywords: Adolescent marriage, agency, agent, peers, peer pressures

ABSTRAK
Praktik pernikahan remaja tidak hanya melibatkan struktur sosial tetapi juga berkaitan dengan relasi antar individu, salah satunya adalah teman sebaya. Teman sebaya merupakan agen dalam praktik pernikahan remaja perempuan, tindakan dan perilaku remaja termasuk remaja perempuan mengacu pada teman sebayanya. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tekanan yang diberikan oleh teman sebaya dan menganalisis tindakan agen yaitu teman sebaya dalam praktik pernikahan remaja perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui metode campuran. Penelitian ini menunjukkan bahwa teman sebaya memberikan tekanan dalam tiga hal terkait dengan praktik pernikahan remaja perempuan di Desa Gunungsindur. Teman sebaya menjadi salah satu agen dalam praktik pernikahan remaja perempuan Desa Gunungsindur. Tindakan yang dilakukan oleh teman sebaya dipengaruhi oleh struktur yang ada di masyarakat dan juga oleh agensi. Selanjutnya tindakan yang dilakukan oleh teman sebaya maupun remaja perempuan justru melanggengkan praktik pernikahan remaja perempuan.
Kata kunci: Pernikahan remaja, agensi, agen, teman sebaya, tekanan teman sebaya

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17971

 

 

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

Typology Conflict of Forest Area on Boundary Demarcation Process in Bangka Island Region

Afrisna Nilasari, Kukuh Murtilaksono, Endriatmo Soetarto

 

Abstract

Designation of forest area in Bangka Island region, Bangka Belitung Province according to Kepmenhut 357/Menhut-II/2004 has provoked a conflict between the various interested parties. Boundary demarcation process as the next stage from designation forest area had a conflict with local communities. This study had purpose to identifylanduse and landcover condition of forest area and the type of conflict. The applied methode was image intepretation and classification and alsoRaTA (Rapid Land Tenure Asessment). The study showed that landuse and landcover condition was dominated with grassland and the form of occupied local people is cropland, palm oil plantation, open field, and the settlement. Tke kind of conflict in the field study was strugle of access and withdrawall rights of land resources in the forest area that causes by different persepsion between local peoples and the Goverment as the parties has management and demarcation boundary authorithy of forest area with the problem is illegal activity and land convertion from other use area into forest area. Forest Management based by The Community would be ideal conflict resolution and those need the socialisation, intensive and effective communication between the parties that had a conflict.
Keywords: forest land tenure conflict, landuse and landcover, conflict resolution

ABSTRAK
Penunjukan kawasan hutan di wilayah Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357/Menhut-II/2004 menimbulkan konflik bagi para pihak yang berkepentingan. Proses penataan batas sebagai tahapan berikutnya dari penunjukan kawasan hutan mengalami penolakan dan konflik dengan masyarakat lokal. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kondisi penutupan dan penggunaan lahan kawasan hutan serta tipe konflik yang terjadi melalui intepretasi dan klasifikasi citra satelit serta analisis RaTA (Rapid Land Tenure Asessment). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi penutupan lahan wilayah penelitian didominasi oleh semak belukar dan bentuk okupasi lahan masyarakat berupa lahan terbuka, kebun sawit, kebun campuran dan pemukiman. Tipologi konflik yang terjadi lebih kepada konflik perebutan hak akses dan hak pengelolaan sumber daya lahan yang terdapat di dalam kawasan hutan yang disebabkan karena perbedaan persepsi antara masyarakat dengan Pemerintah sebagai pemegang wewenang pengelolaan dan penataan batas kawasan hutan dengan bentuk permasalahan berupa perambahan kawasan hutan dan adanya alih fungsi lahan dari Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi kawasan hutan. Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) menjadi resolusi konflik yang ideal dan perlu dilakukan sosialisasi dan komunikasi yang intensif dan efektif antar para pihak.
Kata kunci: konflik penguasaan lahan, penutupan dan penggunaan lahan, resolusi konflik

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19390

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

The Exploitation Reserve Army of Labour in The Rural Capitalism: Oil Palm Plantation StudyIn Bualemo District, Banggai Regency, Central Sulawesi Province

Nuzulul Ichwal Moidady, Endriatmo Soetarto, Ivanovich Agusta

 

Abstract

The objective of this study is to describe and examine how reserve army of labour exploitation and mobilization conducted by plantation (oil palm) torural labour. This research was took mobilization laobur analyzis such asrecruitment and disciplined. Subsequently, exploitation theory have to analyzesthrough labour time, wages, and means of production use. The results showe that casual labour day(Buruh Harian Lepas) recruit by foreman(mandor) and plantation assistant. Moreover, they are then disciplined in a certain way, i.e settledfrom their homes to the plantation afdeling camp. On the other hand, the exploitation is done through the application of long working time (surplus labour time)and low wage when doing nursery and cultivation. Beside that, they used simple production tools (non mechanization) such, dodos (harvester), axe, and means of transporters (truck and dump)to carry out fresh fruit bunch (Tandan Buah Segar). They used input of production such, sprayer (mechanization), fertilizer (NPK) and herbicide (chemical) with the intensive working day.
Keyword: exploitation, reserve army of labour, means of production

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguraikan dan membuktikan bagaimanapengerahan dan eksploitasi tenaga kerja cadangan dilakukan oleh perkebunan skala besar (kelapa sawit) terhadap rakyat pekerja di pedesaan.Penelitian ini mengunakan analisispengerahan tenaga kerja yang meliputi: rekrutmen dan pendisiplinan tenaga kerja. Kemudian, teori eksploitasi dianalisis melalui: waktu kerja, pengupahan, dan pengunaan alat-alat produksi.Hasil penelitian menunjukan buruh harian lepas (pekerja tidak tetap) direkrut oleh mandor dan asisten kebun.Mereka kemudian didisiplinkan melalui cara tertentu, yaitu dimukimkan di camp kerja afdeling perkebunan. Pada sisi yang lain, tindakan eksploitasi dilakukan melaui penerapan waktu kerja yang panjang dan upah harian yang rendah pada saat mengerjakan pembibitan dan penanaman.Selain itu,buruh harian lepas juga menggunaan alat-alat produksi sederhana(non mekanisasi)seperti dodos(alat panen), kampak, dan alat pengangkut (truck dan bak penampung)untuk mengerjakan panen tandan buah segar (TBS). Mereka juga menggunakan input produksi sprayer (mekanisasi), pupuk NPK dan herbisida (kimia) dengan waktu kerja yang intensif.
Kata Kunci: eksploitasi, tenaga kerja cadangan, alat-alat produksi

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19391

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

Bioenergy and Social Economic Transformation in Rural Area (Case Studies: Talau Village and Tanjung Beringin Village, Pelalawan Regency, Riau Province)

Diyane Astriani Sudaryanti, Akhmad Fauzi, Arya Hadi Dharmawan, Eka Intan Kumala Putri

 

Abstract

Electrical energy becomes a priority for Indonesia because there are still many areas that have not been electrified especially in rural areas. Bioenergy as one of the energy fulfillment solutions for new renewable energy source becomes one of the focus for the development of new renewable energy in Indonesia. Oil palm, as an indigenous resource in some parts of Indonesia, can be used as a bioenergy source. Utilization of bioenergy especially for the electricity needs (biopower) can be sourced from the waste palm oil Palm Oil Mill Effluent (POME). The purpose of this research is to analyze how the opportunity of POME converted to biopower can meet the electricity needs of the rural community and want to know how biopower from POME could be able to grow the economy in rural society. The research used the descriptive qualitative-quantitative method and in-depth interview. The results show that bioenergy can present an incentive to foster the dynamic movement of the rural development. By using indigenous resources in each region as a bioenergy feedstock, the government’s spirit to build Indonesia’s electric sovereignty finds a bright spot. In addition, to provide economic benefits through savings and additional people’s income, this activity is socially able to reduce conflicts due to pollution, to foster the moving forward spirit especially for the next generation, and to suppress negative externalities that were previously as the environmental responsibility.
Keywords: Bioenergy, Economic, Electricity, Oil Palm, Palm Oil Mill Effluent (POME)

ABSTRAK
Energi listrik menjadi prioritas bagi Indonesia karena masih terdapat begitu banyak wilayah yang belum tersentuh jaringan listrik khususnya di wilayah pedesaan. Bioenergi sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi listrik terbarukan menjadi salah satu fokus dalam kegiatan pembangunan sumberdaya energi terbarukan di Indonesia. Kelapa sawit, adalah salah satu sumberdaya alam yang terdapat di Indonesia, dapat digunakan sebagai sumber bioenergi. Penggunaan bioenergi terutama pada sektor kelistrikan (biopower) dapat diperoleh dengan menggunakan limbah hasil pemrosesan kelapa sawit yang sering dikenal dengan istilah Palm Oil Mill Effluent (POME). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaima peluang konversi POME menjadi biopower agar dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat pedesaan dan untuk mengetahui bagaimana bioenergi yang berasal dari POME dapat membantu pertumbuhan perekonomian di pedesaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif – kuantitatif serta wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioenergi dapat berkontribusi dalam upaya percepatan pembangunan wilayah pedesaan. Dengan menggunakan berbagai sumberdaya alam dari masing-masing daerah sebagai sumber bioenergi, semangat pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan di wilayah Indonesia menemui titik terang.
Kata Kunci: Bioenergi, ekonomi, pasokan listrik, kelapa sawit, Palm Oil Mill Effluent (POME)

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19392

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

Commodity and Institution Integration; A Model of Rural Economic Empowerment

Saifuddin ., Suadi ., Fadli .

 

Abstract

In post-conflict, Aceh government has implemented various activities to empowerment people’s economy in rural areas. Especially for ex-combatants of Free Aceh Movement and conflict-victims communities in East Aceh district, Aceh government has carried out some activities to empower their economic. It includes the provision of palm oil, cattle and goats assistance. This study aims to develop a model of community economic empowerment through the integration of commodities and institutions. This research used qualitative approach, which data were analyzed in three steeps; data reduction, data display and conclusion. The results showed that the model of cattle-oil palm integration has not supported by integration of government and private institutions, so that empowerment program has not effect to raise their economic optimally.
Keywords: Integration, Empowerment, Cattle, Palm Oil and Institution

ABSTRAK
Pasca konflik, Pemerintah Aceh telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat diwilayah pedesaan. Khusunya untuk mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka dan masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur, kegiatan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan adalah memberikan bantuan kelapa sawit, sapi dan kambing kepada mereka dengan melibatkan berbagai lembaga termasuk lembaga swasta. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui integrasi antar komoditi dan sekaligus institusi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dianalisis dalam tiga tahapan yaitu reduksi dan penyajian data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model integrasi sawit-sapi yang dilaksanakan oleh masyarakat tidak di dukung oleh integrasi antar institusi. Akibatnya program pemberdayaan tidak memberi dampak terhadap peningkatan percepatan ekonomi masyarakat secara optimal.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Integrasi, Sapi, Sawit dan Lembaga

 

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19393

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

Land Tenure Dynamics on Forest Conservation Area: Case Study in Grand Forest Park Sultan Thaha Saifuddin

Bayu Budiandrian, Soeryo Adiwibowo, Rilus A. Kinseng

Abstract

Located at Jambi Province, the Grand Forest Park of Sultan Thaha Saifuddin (GFP STS or GFP in short) was established at 2001. The GFP STS, previously known as the Senami Forest, spread over three sub-districts of Batang Hari District i.e. Bajubang, Muara Bulian and Muara Tembesi. Before appointed as GFP STS the status and function of Senami forest changing four times (at 1933, 1987, 1999, 2001). The implication of this changing policy combine with weak law enforcement are uncertain tenurial arrangement for access, control, and use the resource in particular within the area of GFP. As result, at present forest cover of GFP only left 15 to 30 percent. In addition, among the various types of forest conservation areas, Grand Forest Parks is more vulnerable for land accessing than the National Park. Therefore, it is interesting to examine what is the impact of those series changing forest property and governance to the tenurial arrangement among and between actors within the area of GFP STS. This research applied qualitative method with semi structured and in deepth interview with key informant and participant observation whose selected by snowball technique. The result shows long-term series of change of access to GFP (1933, 1987, 1999 and 2001) have significantly change the legal rights, actual rights and practice use of land/resource among and between user groups. The access is considered either as legal or illegally.

ABSTRAK
Taman Hutan Raya (THR) Sultan Thaha Saifuddin (STS) merupakan kawasan hutan yang ditetapkan pada tahun 2001. THR STS, yang sebelumnya diketahui sebagai kawasan Hutan Senami oleh penduduk lokal, melintas di tiga Kecamatan antara lain Bajubang, Muara Bulian, dan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan THR pada tahun 2001, status dan fungsi kawasan Hutan Senami pernah mengalami beberapa kali perubahan antara lain pada tahun 1933, 1987, 1999 dan 2001. Implikasi dari serangkaian perubahan kebijakan yang berpadu dengan lemahnya penegakan hukum adalah munculnya ketidakpastian pengaturan tenurial terhadap akses, penguasaan, dan pemanfaatan sumberdaya hutan di dalam kawasan THR STS. Dampaknya, saat ini luas tutupan hutan di kawasan THR STS hanya tersisa 15 hingga 30 persen saja. Selain itu, diantara berbagai jenis kawasan hutan konservasi, Taman Hutan Raya merupakan kawasan yang lebih rentan terhadap akses lahan dibandingkan dengan Taman Nasional. Dengan demikian, menarik untuk dikaji bagaimana dampak dari serangkaian perubahan kebijakan dan status kepemilikan hutan tersebut terhadap pengaturan penata-kelolaan hutan diantara berbagai aktor di dalam kawasan THR STS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dengan informan kunci dan responden yang ditentukan melalui teknik snowball sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rangkaian panjang perubahan akses pada kawasan THR STS (1933, 1987, 1999, dan 2001) telah secara signifikan merubah hak legal, hak aktual, dan praktik pemanfaatan lahan/sumberdaya di dalam dan diantara berbagai kelompok pengguna. Mekanisme akses juga dilakukan baik secara legal maupun ilegal.

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19394

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

The Dynamics of Land Tenure in Multi-ethnic Society

Sahrain Bumulo, Soeryo Adiwibowo, Sofyan Sjaf

 

Abstract

This study aims to analyze the dynamics of land tenure in the multi-ethnic society. This research was conducted in District of Randangan,Pohuwato Regency. With a qualitative approach, this research involved 27 informants from various ethnic backgrounds (Gorontalo, Java, Bali, and Bugis) and profession (bureaucracy, NGO, and academic actors). The results of this study indicate that land tenure in the study sites has ethnic dimensions. This is evidenced by the existence of land tenure segregation, in which Bugis ethnic control of land in the coastal areas used for fishpond activities. Furthermore, ethnic Javanese controlled land in the hilly areas used as agricultural and plantation activities, while the ethnic Gorontalo (local), more widely spread in the sub-district government structure, and private. The existence of segregation of land tenure, trigger the emergence of turmoil in society by using ethnic identity as its domain. Therefore, the issue of locals versus migrants colored the polemic at the study site.Furthermore, the granting of access is also based on several actors’ interests, including socio-economic, political, and demographic interests.
Keywords: Dynamics, land tenure, multiethnic society

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika penguasaan lahan dalam masyarakat multietnik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini melibatkan 27 informan dari berbagai latar belakang etnik (Gorontalo, Jawa, Bali. dan Bugis) dan profesi (birokrasi, LSM, dan akademisi). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan di lokasi studi memiliki dimensi etnisitas. Hal ini dibuktikan oleh adanya segregasi penguasaan lahan, di mana etnik Bugis menguasai lahan di wilayah “pesisir” yang digunakan untuk aktivitas tambak ikan. Selanjutnya, etnis Jawa menguasai lahan di wilayah “perbukitan” yang digunakan sebagai aktivitas pertanian dan perkebunan, sedangkan etnis Gorontalo (lokal), lebih banyak tersebar di struktur pemerintahan kecamatan, dan swasta. Adanya segregasi penguasaan lahan, memicu timbulnya gejolak di masyarakat dengan menggunakan identitas etnis sebagai domainnya. Oleh karena itu, isyu penduduk lokal versus pendatang mewarnai polemik di lokasi studi. Di sisi lain, proses penguasaan lahan di lokasi studi dilatar-belakangi oleh adanya keterlibatan berbagai aktor (berbasis etnis) dalam pemberian akses kepada anggota etnisnya masing-masing. Selanjutnya, pemberian akses juga didasarkan pada beberapa kepentingan aktor, di antaranya adalah kepentingan sosial-ekonomi, politik, dan demografi.
Kata Kunci: dinamika, penguasaan, lahan, masyarakat multietnik

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19395

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

The Limit to Politics of Ethnicity? Migration and Upland Transformation in Central Sulawesi

Melani Abdulkadir Sunito, Soeryo Adiwibowo, Endriatmo Soetarto, Rilus A.Kinseng, Sean Foley

 

Abstract

Although in early 2000s ethnic politics was used to gain access to land inside the National Park, thus transformed land use in an upland village in Central Sulawesi, a decade later it losts its role as the main driver to further expansion of agriculture-land. Using political ecology approach, this paper discusses territorialization through politics of ethnicity and ethnicity/identity as mechanism to access. The findings indicated that ethnic politics are enabled, and constrained, by certain conditions within the community as well as from external situation. In the latter trajectory of upland transformation, politics of ethnicity are constrained by an alteration of ethnic groupings as new migrants came to the village community, a ‘leveling-off playing field’ in land access and high-external input agriculture commodities, as well as a change in forest-policy.
Keywords: ethnic politics, migration, upland transformation

ABSTRAK
Meski pada permulaan tahun 2000an politik etnisitas digunakan untuk memperoleh akses atas tanah hutan di dalam Taman Nasional, lantas merubah penggunaan lahan pada suatu desa dataran tinggi di Sulawesi Tengah, satu dekade setelahnya politik etnisitas tak lagi berperan dalam ekspansi lanjutan tanah pertanian itu. Menggunakan pendekatan ekologi politik, tulisan ini membahas teritorialisasi melalui politik etnisitas dan penggunaan kuasa etnisitas/identitas sebagai mekanisme untuk mengakses. Temuan penelitian menunjukkan bahwa politik etnisitas dimungkinkan, ataupun dibatasi, oleh kondisi-kondisi di dalam komunitas maupun situasi eksternal. Pada trajectory transformasi desa yang belakangan, politik etnisitas dibatasi oleh perubahan pengelompokan etnis akibat migrasi baru pada komunitas desa yang kian beragam etnis, suatu leveling-off playing field dalam akses atas tanah dan budidaya komoditas pertanian tinggi-input yang mengarah pada pemerataan kesempatan ekonomi dan pendapatan, serta perubahan dalam kebijakan kehutanan.
Kata kunci: politik etnisitas, migrasi, transformasi dataran tinggi pedalaman

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19396

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

 

Community Social Capital in Fullfilment Child’s Rights of Women Migrant Workers in Soppeng District, South Sulawesi

Selvy Anggriani Syarif, Titik Sumarti, Ekawati Sri Wahyuni

 

Abstract

Fulfillment child’s rights of women migrant workers is not only the parents responsibility, but communities responsibility as well.The presence of community in parenting is presumed to support the fulfillment child’s rights of women migrant workers. This research aims to describe fulfillment of child’s rights of women migrant workers in Soppeng district and analyze the social capital in community that affect to the fulfillment of child’s rights of women migrant workers. This study which uses mixed-method by combining qualitative and quantitative approaches. There are five child’s right that must be fulfilled, are the right to civil and freedom, the right to family and alternative parenting, the right to health and welfare, the right to education,the use of leisure and cultural activities, and the right to special protection. The results show that some of child’s rightsare not properly fulfilled, particularly for boys in the right to civil and freedom and the right to family and alternative parenting. Even though it is not utilized well by family of women migrant workers, social capital of consummatory and instrumental in community possesses a significant role to encourage the parenting for child of women migrant workers that is undertaken by caregiver.
Keywords: Social capital, child’s rights, parenting, women migrant workers

ABSTRAK
Pemenuhan hak dasar anak buruh migran perempuan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga komunitas. Kehadiran komunitas dalam pengasuhan dianggap memberikan dukungan terhadap pemenuhan hak dasar anak buruh migran perempuan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemenuhan hak dasar anak buruh migran perempuan di Kabupaten Soppeng dan menganalisis modal sosial dalam komunitas yang memengaruhi pemenuhan hak dasar anak buruh migran perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Terdapat lima hak dasar anak yang wajib dipenuhi, yaitu hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya, serta hak perlindungan khusus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua hak dasar anak buruh migran perempuan terpenuhi dengan baik, khususnya bagi anak laki-laki. Modal sosial komunitas yang bersifat consummatory dan instrumental memiliki peran besar untuk mendukung pengasuhan yang dilakukan pengasuh pengganti bagi anak buruh migran perempuan, tetapi belum dimanfaatkan dengan baik oleh keluarga BMP.
Kata kunci: Modal sosial, hak dasar anak, pengasuhan, buruh migran perempuan

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19397

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

Livelihood Dilemma of The Rural Household Around The Oil Palm Plantation in East Kalimantan

Bayu Eka Yulian, Arya Hadi Dharmawan, Endriatmo Soetarto, Pablo Pacheco

 

Abstract

The expansion of oil palm plantation is a necessity in Indonesia. The global market demand pressure and the need to accelerate national economic growth have supported the occurrence of massively expansion of oil palm plantation in Indonesia. Although it contributes many benefits from the economic side, but in another side, the oil palm plantation also gives social and environmental impacts. Such impacts are, among others, such as the changes of agrarian structure, land dispute, livelihood system of rural household, lack of biodiversity, crop monoculturalization, and deforestation. This research is aimed to describe socio-economic impacts caused by the expansion of oil palm plantation toward the livelihood system of rural household. By using livelihood survey and deep interview, this research obtains a fact that the oil palm plantation has, as if, provided prosperity for the rural household, but what really happens is high process of livelihood vulnerability and dependency toward income gained from the salary in oil palm plantation.
Keywords: Oil palm, livelihood, dependency, and vulnerability

ABSTRAK
Ekspansi perkebunan kelapa sawit merupakan suatu keniscayaan bagi Indonesia. Tekanan permintaan pasar global dan kebutuhan untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional mendorong terjadinya ekspansi perkebunan kelapa sawit secara masif di Indonesia. Meskipun memberikan manfaat dari sisi ekonomi, di sisi lain perkebunan kelapa sawit juga memberi dampak sosial dan lingkungan. Dampak tersebut diantaranya seperti perubahan struktur agraria, sengketa lahan, sistem nafkah rumah tangga pedesaan, berkurangnya biodiversitas, monokulturisasi tanaman, hingga deforestasi. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran dampak sosial-ekonomi dari ekspansi perkebunan kelapa sawit bagi sistem nafkah rumah tangga pedesaan.Dengan menggunakan survey nafkah dan wawancara mendalam, penelitian ini mendapatkan fakta bahwa perkebunan kelapa sawit seolah memberikan kesejahteraan bagi rumah tangga pedesaan, namun yang terjadi adalah proses kerentanan dan ketergantungan nafkah yang tinggi terhadap pendapatan dari upah perkebunan kelapa sawit.
Kata kunci: Kelapa sawit, nafkah, ketergantungan, dan kerentanan

 

 

 

Link: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19398

 

Jurnal Sodality SKPM, Volume 5 Nomor 3 (2017)

Para Rimbo (Jungle Rubber): Cultural Core Jambi Farmers and Oppotunities for Integration with Forestry Development

Marwoto ., Hariadi Kartodihardjo, Dudung Darusman, Soeryo Adiwibowo

 

Abstract

Para Rimbo (Jungle rubber) is a system of local culture Jambi in agriculture and plantations dominated by rubber tree (Hevea brasiliensis),
adopted and developed by the community with traditional management (mix-shaped rubber plantation). With this system still allows other vegetation co-exist Rubber plants so that the existing biodiversity in Para Rimbo still high. Ecosystem conditions have remained high biodiversity of the ecological role of maintaining the stability of the ecosystem in soil nutrient cycling, hydro-orologis system, a place to live for flora and fauna habitat loss due to forest degradation. This study was conducted aimed to describe Para Rimbo as a form of community process farmers to adapt to environment, with a focus on demography, technology and economics. The research was conducted with a qualitative prescriptive approach. The research findings show that Para Rimbo a farming system in accordance with the characteristics Jambi ecosystem based.Until now, Para Rimbo still cultivated by farmers in Jambi with various pressures by other farming systems monocultures that tend to be incompatible with the nature of Jambi ecosystems. We suggest that forest conservation policies in the area of Jambi adopt the Rimbo as part of the constituent structure of forest vegetation.
Keyword: Jungle rubber, agroforestry, cultural core, adaptation

ABSTRAK
Para Rimbo adalah sebuah sistem budaya masyarakat lokal (Jambi) dalam bidang pertanian dan perkebunan yang didominasi oleh tanaman karet (Havea brasiliensis), diadopsi dan dikembangkan oleh masyarakat dengan pengelolaan tradisional berbentuk kebun karet campuran. Dengan sistem ini masih memungkinkan vegetasi lain hidup bersama tanaman Karet yang dibudidayakan sehingga keanekaragaman hayati yang ada dalam Para Rimbo masih cukup tinggi. Kondisi ekosistem yang mempunyai keanekaragaman hayati yang masih tinggi tersebut secara ekologis berperan menjaga stabilitas ekosistem dalam siklus hara tanah, mempertahankan sistem hidro-orologis tetap baik, merupakan tempat hidup bagi flora dan fauna yang kehilangan habitatnya karena berkurangnya luasan hutan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan Para Rimbo sebagai bentuk dari proses masyarakat petani Jambi untuk beradaptasi
dengan lingkungannya, dengan fokus pada aspek demografi, teknologi dan ekonomi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan preskriptif. Temuan penelitian menunjukan bahwa Para Rimbo merupakan sistem pertanian yang sesuai dengan karakteristik ekosistem Jambi berdasarkan demografi, teknologi dan ekonomi. Sampai saat ini, Para Rimbo masih tetap dibudidayakan oleh petani Jambi dengan berbagai tekanan oleh sistem pertanian lain yang bersifat monokultur dan tidak sesuai dengan sifat ekosistem daerah Jambi. Kami menyarankan agar kebijakan konservasi hutan di daerah Jambi mengadopsi Para Rimbo sebagai bagian dari penyusun struktur vegetasi hutannya.
Kata kunci: Para Rimbo, agroforestry, inti budaya, adaptasi

Link:  http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i3.19401

Katalog

FEMA NEWS

FEMA IPB Terima Kunker Pemda Kabupaten Pali Rangka Implementasi DDP
Tindaklanjuti Program DDP di Kolut, Dinas PMD : Tahun Ini 119 Desa di 14 Kecamatan akan segera dieksekusi
Wujudkan percepatan pembangunan provinsi kalimantan timur, FEMA IPB University dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur Tekan penandatangan kerjasama Terkait Data Desa Presisi
Galeri Innovasi FEMA

Moment

Fakultas Ekologi Manusia-IPB University