USAHA PEMBANGUNAN MANUSIA MENJUNU KESEJAHTERAAN YANG BERKEADILAN

Bogor (31/08), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar seminar uji sahih Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan UU No 16 Tahun 2016 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K). Kegiatan yang dilaksanakan di Swiss Bell Hotel, Bogor ini dihadiri oleh Ketua Komite II DPD RI, Anggota DPR RI, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, akademisi penyuluhan, dan praktisi.

Ketua Komite II DPD RI yakni Yorrys Raweyai, mengatakan bahwa RUU SP3K hadir untuk menyikapi berbagai perubahan/dinamika terkait penyuluhan saat ini. Uji sahih perlu dilakukan untuk mengkaji apakah perubahan UU ini penting atau tidak, dari berbagai perspektif stakeholders. Utamanya

Dekan Fakultas Ekologi Manusia yakni Prof Dr. Ujang Sumarwan, mengatakan bahwa IPB menyambut baik uji sahih RUU ini. Inisiatif pembahasan RUU ini merupakan bentuk perhatian senator untuk mewujudkan SDGS melalui pembangunan manusia. Salah satu kunci keberhasilan penyuluhan di negara lain adalah adanya koordinasi yang baik dan integrasi penyuluhan antara berbagai stakeholders.

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc, Dosen sekaligus Wakil Dekan di FEMA, yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI) menyampaikan bahwa penyuluhan merupakan investasi modal manusia, sehingga penyuluhan memberikan manfaat terhadap peningkatan produktivitas/ kinerja SDM. Penyuluhan merupakan sistem dan memerlukan kondisi yang kondusif agar sistem tersebut dapat bekerja dengan baik. Aspek pembangunan berkelanjutan dalam RUU perlu mendapat perhatian agar produk yang dihasilkan aman bagi manusia, lingkungan dan bernilai ekonomi lebih tinggi.

Prof Dr. Sumardjo, MS, Guru Besar Penyuluhan FEMA, mewakili Tim Perumus RUU Perubahan UU SP3K menyampaikan bahwa ke depan kelembagaan penyuluhan perlu diperkuat salah satunya dengan melakukan penguatan fungsi BPP Kecamatan sebagai pusat data dan informasi, penumbuhkembangan kelembagaan petani, tempat konsultansi agribisnis, pusat pembelajaran, dan pusat pengembangan kemitraan, koordinasi serta integrasi program pengembangan pertanian.

Dr. Ir. Anna Fatchya, MSi, yang merupakan dosen di FEMA menyarankan bahwa program penyuluhan sebaiknya diintegrasikan dengan program pembangunan desa, dan dibahas pada Musrenbangdes. Selain itu juga perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap perbedaan status kepegawaian antara penyuluh sebagai pegawai pusat, penyuluh kehutanan di provinsi, dan penyuluh pertanian di kota/kabupaten yang berada dalam satu area kerja untuk menghindari masalah-masalah dalam bekerja. Pendapat ini selaras dengan usulan dari Pak Umar Hamzah, Penyuluh Swadaya, yang menyarankan agar penyuluh disatukan lagi dalam satu badanagar memudahkan dalam teknis maupun pelaksanaannya.

Dr. Ahmad Redi, SH. MH, pakar hukum dari Universitas Tarumanegara, memberikan saran supaya UU 16/2006 yang diubah tersebut lebih baik dicabut, dan disusun kembali dalam UU yang baru mengingat materi perubahan pada RUU SP3K lebih dari 50%. Pendapat ini didukung oleh Dr Redi, yang mengatakakn RUU perubahan hanya akan menambah jumlah peraturan perundang-undangan baru sehingga menambah obesitas regulasi, selain itu UU Perubahan secara teknis cenderung menyulitkan norm adresaat dalam membaca, memahami, dan mengintegrasikan dua UU mengenai materi yang sama.